*

*

Ads

Rabu, 07 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 114

Perwira itu memberi hormat dan keluar, menanti di pekarangan gedung atasannya itu. Tak lama kemudian, dua sosok bayangan berlompatan turun dan mereka itu ternyata adalah seorang tosu tinggi kurus dan seorang hwesio gendut yang bukan lain adalah Hui-to Cin-jin dan Kang-thouw Lo-mo, dua orang tokoh dari Cap-sha-kui yang pernah bersama-sama Siang-to Sian-li Gui Siang Hwa murid Raja Iblis memikat Hui Song ke Guha Iblis Neraka tempo hari!

Sang perwira menyambut mereka dengan hormat, lalu mempersilakan mereka menanti Ji-ciangkun di dalam ruangan tamu yang luas. Tiga orang ini memasuki pintu ruangan tamu, sama sekali tidak tahu bahwa seorang perajurit pengawal yang berdiri di situ dengan tombak di tangan sama sekali bukanlah perajurit benteng itu, melainkan Hui Song yang telah menyamar!

Dengan bantuan Kok-taijin, tidak sukar bagi Hui Song untuk menyamar dengan pakaian perajurit benteng dan menyelundup masuk untuk melakukan penyelidikan. Malam itu, tanpa disangka-sangkanya dia melihat dua orang tamu dari Ji-ciangkun, yang bukan lain adalah kenalan lamanya, yaitu Hui-to Cin-jin dan Kang-thouw Lo-mo yang pernah nyaris mene-waskannya di Guha Iblis Neraka.

Terkejut, heran dan juga giranglah hati Hui Song bahwa kecurigaannya terhadap Ji-ciangkun ternyata kini terbukti kebenarannya. Jelaslah bahwa Ji-ciangkun tentu bersekongkol dengan kaum sesat yang hendak memberontak, karena dua orang kakek iblis itu adalah para pembantu Raja dan Ratu Iblis dan tentu kini menjadi semacam utusan dari Raja Iblis untuk bersekongkol dengan Ji-ciangkun. Maka, setelah keadaan sunyi dan dia memperoleh kesempatan, Hui Song lalu melakukan pengintaian ke dalam ruangan tamu.

Tidak salah penglihatannya tadi, yang duduk di dalam ruangan itu adalah Hui-to Cin-jin, Kang-thouw Lo-mo, bersama Ji-ciangkun dan Moghul! Agaknya orang Mongol jago gulat itu memang kuat sekali. Biarpun tulang kedua kaki tangannya patah, akan tetapi kini, dengan bantuan kursi roda, dia mampu menghadiri pertemuan itu dengan kaki tangan dibalut kuat. Tentu dia menggunakan obat yang amat manjur, pikir Hui Song kagum juga. Dia sudah mendengar betapa Bangsa Mongol mempunyai obat-obat yang amat mujarab untuk luka-luka atau patah tulang.

Dan kini makin mengertilah dia. Kiranya Moghul yang dijadikan jagoan penguji itupun merupakan seorang diantara tokoh persekutuan pemberontak itu! Dari percakapan diantara empat orang itu, tahulah dia bahwa Moghul bukanlah orang biasa. Dia mengaku sebagai keturunan para Raja Mongol yang pernah memerintah di Tiongkok dan kini dia berusaha untuk membangun kembali kekuasaan bangsanya yang sudah jatuh. Jadi terdapat persekutuan antara tiga unsur disini.

Yang pertama adalah seorang panglima pemerintah sendiri yang berambisi untuk memberontak, yaitu Panglima Ji Sun Ki. Kedua adalah Moghul yang mewakili orang-orang Mongol yang menjadi anak buahnya. Dan ketiga adalah rombongan kaum sesat yang diketuai Raja Iblis! Suatu persekutuan yang amat berbahaya, pikir Hui Song yang mengintai dan mendengarkan dengan hati-hati.

"Pemuda itu...?" kata Kang-thouw Lo-mo sambil menenggak araknya ketika dia mendengar Ji-ciangkun bercerita tentang pemuda yang mengalahkan Moghul dalam sayembara pemilihan perwira baru. "Ah, dialah orang she Cia, putera ketua Cin-ling-pai itu! Pantas saja kalau saudara Moghul kalah karena dia memang lihai bukan main."

"Dan sekarang telah menjadi pengawal pribadi Kok-taijin?" Hui-to Cin-jin menyambung. "Wah, berbahaya sekali itu. Dia harus disingkirkan lebih dahulu!"

Ji-ciangkun mengerutkan alisnya. Dia terkejut bukan main mendengar bahwa pemuda yang sikapnya ketolol-tololan itu, yang telah mengalahkan Moghul, ternyata bukan orang sembarangan, melainkan seorang pendekar!






"Tidak mudah begitu saja menyingkirkannya, bukan hanya karena dia lihai, akan tetapi karena dia sudah menjadi pengawal pribadi Kok-taijin. Kita harus bertindak hati-hati dan jangan sampai menimbulkan kecurigaan di hati Kok-taijin sebelum gerakan kita itu dilakukan. Jelaslah bahwa Kok-taijin tidak dapat dibujuk dan dia akan menjadi penghalang terbesar. Maka, biarlah aku mengerahkan orang-orangku untuk mengamati orang she Cia itu. Sama sekali aku tidak mengira bahwa dia adalah seorang pendekar, maka aku tidak menaruh curiga."

Mendengar ini, Hui Song sudah merasa cukup. Kalau kini Ji-ciangkun sudah mengerti siapa dirinya, tentu dia akan selalu diawasi dan hal itu membuat dia tidak akan leluasa bergerak. Maka dia lalu secara hati-hati meninggalkan tempat itu dan malam itu juga dia menghadap Kok-taijin yang menjadi terkejut karena pembesar ini tadinya sudah mengaso dan bahkan hampir tidur pulas ketika dibangunkan.

"Cia-sicu, ada apakah...?" tanyanya kaget.

"Taijin, mari kita bicara di dalam. Ada hal penting sekali," jawab Hui Song.

Mereka lalu memasuki ruangan dalam dan disitu Hui Song menceritakan apa yang baru saja dilihat dan didengarnya.

Diceritakannya kepada pembesar itu bahwa Ji-ciangkun benar-benar bersekongkol dengan orang-orang yang hendak memberontak, betapa Moghul sebenarnya menurut pengakuannya adalah keturunan Jenghis Khan dari Raja-raja Mongol yang hendak membangkitkan kembali kekuasaan bangsanya, kemudian diceritakannya tentang dua orang tokoh Cap-sha-kui yang menjadi para pgmbantu Raja Iblis yang memimpin para datuk sesat yang hendak memberontak.

Mendengar penuturan itu, Kok-taijin terkejut bukan main. Pembesar ini mengerutkan alisnya.

"Ah, tak kusangka sudah sejauh itu! Dan biarpun di San-hai-koan ini aku menjadi penguasa tertinggi, akan tetapi untuk menangkap Ji-ciangkun, aku kekurangan kekuatan. Disini aku hanya mempunyai pasukan pengawal dan penjaga keamanan yang jumlahnya tidak ada seribu orang sedangkan Ji-ciangkun menguasai pasukan yang beribu-ribu banyaknya. Kita harus bertindak hati-hati dan tidak ada jalan bagiku kecuali melaporkan ke kota raja. Akan tetapi hal itu membutuhkan waktu lama dan melaporkan kepada kaisar harus disertai bukti-bukti sedangkan bukti itu belum ada. Maka, sicu, aku minta bantuanmu. Sampaikan suratku kepada komandan benteng Ceng-tek. Komandan itu adalah seorang panglima yang setia dan kalau dia menerima suratku, tentu dia akan percaya dan dia akan mengirimkan pasukan yang besar ke sini untuk membantuku. Tidak ada orang lain yang dapat kupercaya untuk melakukan tugas ini, sicu. Berangkatlah malam ini juga."

Hui Song tidak dapat menolak karena dia sendiripun maklum akan gawatnya keadaan. Agaknya pihak pemberontak itu akan menduduki San-hai-koan lebih dulu untuk menjadi markas dan basis pemberontakan mereka. Maka, malam itu juga, dia diberi seekor kuda yang paling baik, membawa surat dari Kok-taijin dan berangkatlah dia meninggalkan San-hai-koan.

**** 114 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: