*

*

Ads

Rabu, 07 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 113

Tantangan ini mendatangkan rasa heran dan khawatir kepada para penonton, kecuali beberapa orang diantara mereka yang bermata tajam dan sudah dapat menduga bahwa pemuda itu tentulah seorang pendekar yang lihai dan tinggi ilmu kepandaiannya.

Akan tetepi yang merasa girang adalah Moghul. Tadi dia penasaran dan kecewa karena sungguh tidak disangkanya, pemuda yang sudah berada dalam cengkeramannya dan tinggal banting saja itu dapat lolos. Kini dia ditantang, tentu saja dia merasa girang. Sekali ini, kalau aku dapat menangkapnya, tak mungkin dia akan dapat lolos, pikirnya.

Dengan langkah lebar dia lalu menghampiri dan tadinya mengira bahwa pemuda itu tentu hanya mempermainkannya dan akan mengelak kalau ditangkap. Akan tetapi ternyata tidak! Ketika kedua tangannya yang besar itu menangkap pinggang Hui Song dan dia mengerahkan tenaga untuk mengangkatnya, ternyata tubuh kecil itu tidak bergeming dan tidak dapat diangkatnya!

Tubuh yang kecil itu, yang agaknya akan dapat diangkat walaupun hanya dengan satu tangan saja oleh Moghul, kini terasa berat sekali, atau seolah-olah kedua kaki pemuda itu sudah berakar pada lantai panggung.

Moghul tidak percaya dan semakin penasaran. Dikerahkannya kekuatannya sehingga urat dan otot di kedua lengan dan dadanya menggembung dan dicobanya lagi untuk mengangkat tubuh Hui Song. Namun tetap tak terangkat olehnya. Kedua tangannya pindah ke pundak, lalu ke pinggang lagi, tetap saja tidak terangkat.

Tiba-tiba Hui Song merendahkan tubuhnya, menggunakan kedua tangannya untuk menyangga paha dan perut si raksasa, mengerahkan sin-kangnya dan sambil mengeluarkan lengking suara yang nyaring, dia meluruskan tubuh dan Moghul sudah terangkat ke atas olehnya!

Tentu saja perbuatannya ini disambut sorak-sorai gemuruh, bahkan Ji-ciangkun terbelalak dan mukanya berobah agak pucat, sementara itu Kok-taijin bertepuk tangan saking gembiranya.

"Brukkkk...!"

Tubuh tinggi besar itu dilempar oleh Hui Song, bukan dibanting, melainkan hanya dilempar, akan tetapi akibatnya, bagian papan lantai panggung di ujung depan yang tertimpa tubuh raksasa itu ambrol!

Di bawah suara ketawa dan sorak-sorai para penonton. Moghul merangkak ke luar lagi dari lantai papan panggupg. yang ambrol dan kini mukanya menjadi hitam, matanya merah sekali dan ada hawa pembunuhan membayangi wajahnya ketika dia melangkah maju lagi menghampiri Hui Song. Karena kini tidak ada lagi hio yang terbakar, maka orang tidak tahu lagi berapa lama batas pertandingan itu dan agaknya Moghul juga belum mau menerima kalah.

"Eh-eh, engkau masih juga belum mau mengaku kalah?"

Hui Song bertanya mengejek. Raksasa itu tidak menjawab, melainkan menubruk dengan dahsyat, penuh kemarahan. Akan tetapi tiba-tiba dia terbelalak karena tubuh pemuda di depannya itu lenyap.

Semua penonton dapat melihat betapa pemuda itu mengelak tubrukan lawan sambil meloncat ke atas, tinggi sekali melampaui kepala Moghul dan ketika tubuhnya berjungkir balik dengan indahnya seperti seekor burung walet di udara, tubuh itu menukik turun dan tahu-tahu Hui Song telah hinggap di atas kedua pundak raksasa itu sambil tertawa-tawa!

Sejenak Moghul kebingungan, akan tetapi melihat kedua batang kaki Hui Song bergantung di depan dadanya, dia cepat menangkap kedua kaki itu. Akan tetapi tiba-tiba kedua kaki itu membalik dan menjepit lehernya dan kini tubuh atas Hui Song bergantung di belakang punggungnya dalam keadaan menelungkup.

"Wah, wah, celaka, kain cawatmu bau sekali, babi bengkak!"

Hui Song berseru dan dengan kedua kaki masih menjepit leher, dia menggunakan kedua tangannya untuk menangkap ujung kain cawat di belakang pinggul Moghul dan membukanya. Tentu saja nampak kedua bukit pinggul raksasa itu yang berkulit halus dan lebih putih daripada bagian tubuh lainnya. Semua penonton tertawa bergelak melihat ini karena dengan ditariknya cawat itu, nampaklah semua tubuh bagian bawah raksasa itu dari belakang!

Kini Moghul sama sekali tidak ingat untuk melakukan serangan lagi karena kedua kaki yang menjepit lehernya itu membuat dia merasa sukar bernapas. Kedua kaki itu sedemikian kuatnya seperti jepitan baja dikalungkan di lehernya saja. Dengan susah payah dia mencoba untuk melepaskan jepitan kedua kaki itu, namun sia-sia dan tiba-tiba Hui Song yang bergantungan di belakang tubuhnya itu menggunakan kedua tangannya untuk menotok belakang lutut Moghul. Raksasa itu mengeluh keras dan kedua kakinya tertekuk.






Hui Song melepaskan jepitan kakinya dan meloncat turun kemudian dia berdiri mengejek di depan Moghul. Raksasa ini merasa betapa kedua kakinya nyeri sekali akibat totokan di belakang lutut tadi, akan tetapi kemarahan membuat dia mata gelap. Dia bangkit berdiri dan kini menyerang dengan pukulan tangannya yang dikepalkan, tidak menggunakan ilmu gulat lagi.

Hui Song agaknya sudah merasa cukup mempermainkannya, maka diapun menyambut pukulan lengan kanan ini dengan tangkisan tangan kirinya, dengan jari-jari terbuka dan tangan dimiringkan seperti golok membacok ke arah lengan kanan lawan.

"Krekkk...!"

Moghul memekik dan lengan kanannya menjadi lumpuh karena tulang lengan itu sudah patah! Dasar manusia yang keras kepala. Dia masih menyerang terus dengan tangan kirinya. Kembali Hui Song menangkis dan kini lengan kiri itupun patah lengannya.

Pemuda itu teringat betapa raksasa ini sudah menyiksa banyak orang dengan mematahkan tulang kaki tangan mereka, maka diapun cepat melakukan tendangan susulan dua kali yang mematahkan tulang kedua kaki raksasa itu.

Moghul roboh dan tak dapat bangkit kembali karena kedua kaki dan tangannya sudah tidak dapat digerakkan, sudah patah-patah tulangnya. Hui Song kini membungkuk, menyambar sebuah lengan dan kaki, lalu mengangkat tubuh raksasa itu ke atas, memutar-mutarnya cepat lalu melemparkannya ke bawah panggung.

Tubuh itu melayang dan jatuh terbanting ke atas tanah, di luar kepungan para penonton! Sorak-sorai bagaikan meledak dan seperti akan meruntuhkan panggung itu sendiri. Semua penonton mengangkat kedua tangan dan ada yang berjingkrak-jingkrak menari kegirangan.

Akan tetapi, semua penonton kini berdiam dan memandang dengan mata terbelalak penuh keheranan dan kekhawatiran ketika melihat betapa Ji-ciangkun bersama belasan orang pengawalnya telah berdiri di atas panggung dan mengurung pemuda yang baru saja memperoleh kemenangan secara mutlak itu.

"Tangkap keparat ini!" bentak Ji-ciangkun kepada para perajuritnya yang nampak ragu-ragu.

Tentu saja Hui Song juga berdiri dengan mata terbelalak heran dan diapun merasa penasaran sekali.

"Ciangkun, apa sebabnya aku akan ditangkap?" bantahnya.

"Orang muda, engkau masih belum mengakui kesalahan-kesalahanmu? Pertama, engkau telah memadamkan hio yang terbakar, dan kedua, engkau telah melukai penguji yang menjadi jagoan kami. Berarti engkau menyalahi peraturan dan tidak memandang kepada kami, berani mempermainkan dan melukai orang kami, dan itu berarti bahwa engkau telah memberontak, berani melawan pejabat tinggi!"

Akan tetapi pada waktu itu, Kok-taijin muncul pula dan terdengar pembesar sipil ini berkata,

"Tidak, dia jangan ditangkap, ciangkun. Biarlah kuampunkan kesalahan-kesalahannya dan aku akan mengambil dia menjadi seorang pengawal pribadiku. Orang she Cia, maukah engkau menjadi seorang pengawal pribadiku?"

Hui Song merasa semakin heran. Agaknya ada pertentangan secara rahasia antara kedua pejabat itu dan diapun menjura kepada gubemur itu,

"Saya bersedia, taijin."

Ji-ciangkun nampak marah, akan tetapi karena Kok-taijin merupakan wakil dari kerajaan yang merupakan penguasa tertinggi di daerah itu, maka diapun tidak berani menentang secara terang-terangan dan diapun memberi isyarat kepada para perajuritnya untuk mundur dan meninggalkan panggung. Kok-taijin mengajak Hui Song mengikutinya pulang ke dalam gedungnya dan pemilihan calon perwira itupun dibubarkan.

Setelah tiba di dalam gedungnya, Kok-taijin mengajak Hui Song memasuki sebuah kamar untuk bicara empat mata. Pembesar yang berwibawa itu menyuruh Hui Song duduk di atas kursi, berhadapan dengan dia terhalang sebuah meja kecil dan setelah dia menyuruh seorang pelayan menghidangkan minuman dan menyuruh pelayan lain mempersiapkan sebuah kamar untuk pengawal pribadi baru ini, dia lalu mengajak Hui Song bercakap-cakap.

"Cia-sicu, aku sudah terlalu banyak mengenal para pendekar gagah maka begitu engkau muncul, walaupun engkau bersikap ketolol-tololan, aku sudah dapat menduga bahwa engkau tentu seorang pendekar yang berkepandaian tinggi. Dan timbul keheranan dalam hatiku, karena janggal dan anehlah kalau seorang pendekar berilmu seperti engkau ini hendak masuk menjadi seorang perwira. Sebetulnya, apakah yang mendorongmu naik ke panggung dan melawan Moghul?"

Diam-diam Hui Song memuji kecerdikan pembesar ini yang ternyata mempunyai pandangan tajam sekali. Dan diapun tidak perlu lagi bersembunyi karena dia tahu bahwa pembesar ini boleh dipercaya, tidak seperti Ji-ciangkun yang sikapnya mencurigakan itu.

"Harap taijin suka memaafkan saya. Sesungguhnya ada dua hal yang mendorong saya memasuki sayembara itu. Pertama karena saya merasa jengkel melihat kekejaman Moghul yang menyiksa para pengikut sayembara yang kalah dan saya ingin membalaskan mereka itu dan menghukumnya. Kedua, saya merasa heran sekali mengapa kalau pemerintah membutuhkan perwira-perwira baru, dengan mengajukan Moghul sebagai penguji maka seolah-olah pemerintah daerah bahkan menghalangi adanya perwira-perwira baru. Sukarlah dicari orang yang akan mampu mengalahkan raksasa itu. Maka, saya ingin sekali menyelidiki kejanggalan ini."

Pembesar ini mengangguk-angguk.
"Tepat seperti yang sudah kuduga, Cia-sicu. Oleh karena itulah maka aku turun tangan dan mengangkatmu menjadi pengawal pribadi. Sesungguhnya, sudah lama aku merasa curiga akan gerak-gerik Ji-ciangkun yang berobah semenjak beberapa bulan yang lalu ini. Dahulu diapun merupakan seorang panglima yang setia kepada pemerintah, akan tetapi entah mengapa, semenjak beberapa bulan ini terjadi perobahan pada sikapnya dan Moghul itupun pilihan dia. Dialah yang tadinya tidak setuju ketika aku mengusulkan untuk menerima perajurit dan perwira baru karena adanya desas-desus pemberontakan. Cia-sicu, tentu engkaupun sudah mendengar tentang desas-desus itu, bukan?"

Hui Song mengangguk.
"Bukan berita bohong, taijin. Memang ada datuk-datuk kaum sesat yang sedang menghimpun tenaga untuk mengadakan pemberontakan, dan terus terang saja, saya sampai ke daerah inipun adalah untuk menyelidiki tentang hal itu."

"Bagus kalau begitu, sicu. Bagaimana kalau engkau tinggal disini, pura-pura saja menjadi pengawal pribadiku, kemudian tugas yang sesungguhnya bagimu adalah menyelidiki Ji-ciangkun? Siapa tahu dia mempunyai hubungan dengan para tokoh yang hendak memberontak itu."

"Baik, taijin. Saya dapat menggunakan waktu kira-kira sebulan untuk melakukan penyelidikan disini."

Demikianlah, mulai hari itu, Hui Song berpakaian pengawal dan menjadi pengawal pribadi Kok-taijin. Tentu saja hal ini hanya untuk menyembunyikan tugasnya yang sebenarnya, yaitu menyelidiki Ji-ciangkun. Hanya dia sendiri dan Gubernur Kok yang tahu, bahkan keluarga gubernur itu sendiripun tidak mengetahuinya.

Gubernur Kok tinggal dengan seorang isterinya, beberapa orang selir dan hanya mempunyai seorang anak, yaitu seorang anak perempuan yang ketika itu baru berusia sepuluh tahun. Sebagai seorang pengawal pribadi, Hui Song mengenal baik semua keluarga Kok-taijin dan dengan pakaian pengawal, tidak begitu sukar baginya untuk melakukan penyelidikan, karena tidak dicurigai.

Pada suatu malam, beberapa hari kemudian, dua bayangan yang amat gesit gerakannya, berlompatan memasuki benteng dengan melewati tembok benteng yang tinggi.

Anehnya, ketika para penjaga melihat dua orang ini, mereka diam saja, bahkan ada perwira yang memberi hormat kepada mereka, lalu perwira ini melapor kepada Ji-ciangkun yang berada di sebelah dalam gedungnya.

"Ciangkun, dua orang tamu yang ditunggu sudah datang," perwira itu melaporkan.

"Baik. Persilakan mereka menanti ke dalam kamar tunggu dan suruh para pengawal menjaga di luar, jangan menerima tamu dari luar pada malam hari ini, aku tidak mau diganggu."

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: