*

*

Ads

Rabu, 07 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 112

"Apakah engkau seorang jago gulat?" Moghul bertanya kepada Hui Song setelah pemuda itu berdiri di depannya.

Hui Song menggelengkan kepala.
"Bukan, akan tetapi melihat tubuhmu berminyak, akupun melumuri tubuhku dengan minyak," katanya dengan sikap tolol.

"Orang muda, engkau menanggalkan baju dan melumuri tubuhmu dengan minyak, apakah kau akan menghadapi aku bertanding gulat? Ataukah dengan ilmu silat?"

"Dengan apa saja asal aku dapat mengalahkanmu dan dapat diterima menjadi perwira," jawab Hui Song seenaknya.

"Kau pandai gulat?" tanya Moghul. Hui Song menggeleng kepala.

"Pandai silat?" Kembali Hui Song menggeleng kepala.

Mendengar percakapan ini, semua penonton terbelalak. Sudah gilakah pemuda ini? Tidak bisa gulat atau silat, akan tetapi berani naik ke panggung melawan Moghul! Apakah pemuda ini mencari mati?

Moghul sendiri tertawa bergelak, kepalanya ditarik ke belakang, wajahnya bordongak dan perutnya sampai bergelombang ketika dia tertawa.

"Ha-ha-ha, bocah nakal, lebih baik pulanglah saja dan minum susu ibumu sebelum terlambat, ha-ha!"

Para penonton juga merasa ngeri membayangkan pemuda yang lemah ini akan disiksa habis-habisan, maka diantara mereka ada yang berteriak-teriak minta agar Hui Song turun saja dari atas panggung.

Akan tetapi Hui Song bersikap tenang. Dia bahkan menghampiri tempat hio yang sudah ditancapi sebatang hio bernyala, lalu dia menggunakan jari menjepit ujung hio itu sehingga apinya padam.

"Hei, apa yang kau lakukan itu?" Si petugas yang tadi membakar hio menegur.

"Terlalu cepat kalau dibiarkan terbakar. Kalau begini kan bisa lama bermain-main dengan gajah bengkak itu? Biarlah kami berdua main-main sampai seorang diantara kami roboh tak mampu melawan lagi!" jawab Hui Song dengan sikap yang masih tenang.

Mendengar ini, semua orang menjadi terkejut dan semakin terheran. Pemuda ini benar-benar sudah gila! Kalau tidak, mana mungkin berani bersikap seperti itu, menantang si raksasa untuk bertanding sampai seorang di antara mereka menggeletak tak mampu melawan lagi? Seolah-olah dia akan mampu bertahan sekian lamanya!

Akan tetapi, sikap Hui Song ini membuat Moghul menjadi marah. Dia merasa ditantang dan bahkan dipandang rendah oleh pemuda hijau itu.

"Majulah dan aku akan mematahkan seluruh tulang-tulang tubuhmu!" bentaknya sambil melangkah lebar menghampiri Hui Song yang sudah kembali ke tengah panggung. "Engkau ini tikus kecil berani banyak lagak!"

Hui Song tersenyum jenaka.
"Dan engkau ini babi kebiri terlalu banyak kaok-kaok, cobalah tangkap aku kalau bisa!"

Para penonton mulai tertawa melihat betapa pemuda ingusan itu berani mempermainkah si raksasa dan memakinya babi kebiri. Moghul memandang marah, matanya menjadi semakin lebar dan alisnya bangkit berdiri, kemudian tanpa banyak cakap lagi dia menubruk ke depan, kedua tangannya mencengkeram hendak menangkap tubuh Hui Song, seperti seekor kucing menubruk tikus. Akan tetapi, dengan gaya yang lucu namun cepat, Hui Song sudah menyelinap dan menyuruk ke bawah lengan si raksasa sambil berseru

"Sayang luput!"

Kemudian, karena dia tadi menyelinap melalui bawah lengan lawan, kini tubuhnya berada di belakang lawan dan sekali dia mengangkat kaki kiri, sepatunya telah menendang pinggul yang besar dan berdaging tebal itu. Tentu saja dia tidak mengerahkan tenaga sin-kangnya karena dia ingin mempermainkan raksasa yang berhati kejam ini.

"Bukkk...!"

Pinggul itu kena ditendang dan walaupun Moghul tidak roboh dan tendangan itu tidak mendatangkan rasa nyeri akan tetapi suaranya yang nyaring itu terdengar semua orang dan mulailah para penonton bersorak gembira. Walaupun gerakan pemuda itu tidak memperlihatkan gerak silat atau gerak gulat yang mahir, namun buktinya pemuda itu telah berhasil menendang pinggul Moghul. Ini saja sudah hebat!






Moghul memutar tubuhnya, membalik dan mukanya merah sekali, matanya melotot saking marahnya. Dia menyerbu dan hendak menangkap, namun kembali Hui Song mengelak. Moghul mengejarnya dan kini raksasa itu mempergunakan kakinya yang besar untuk menyerang dengan tendangan-tendangan bertubi-tubi.

Hemm, pikir Hui Song, kiranya pegulat inipun mahir ilmu tendangan yang cukup lihai, apalagi kalau diingat bahwa di balik sepatu dan pembalut kakinya itu tersembunyi baja yang keras dan kuat. Dia mengelak dengan sembarangan saja, sengaja bersikap bodoh untuk memancing si raksasa agar bersikap lengah.

Beberapa kali tendangan itu lewat dan ketika tendangan kaki kanan raksasa itu menyambar, dia cepat merendahkan tubuhnya dan begitu kaki itu lewat, dia mengulur tangannnya, menangkap bawah kaki itu dan terus mendorongnya ke atas. Karena Hui Song hanya menambah tenaga luncuran kaki itu sendiri, maka Moghul tidak mampu mempertahankan diri. Karena kakinya terus terangkat ke atas, otomatis tubuhnya terjengkang dengan keras.

"Brukkk...!"

Papan lantai panggung itu tergetar hebat dan untung tidak ambrol tertimpa tubuh yang besar dan berat itu.

"Waah, hati-hati, babi kebiri. Perutmu bisa pecah kalau kau banting-banting begitu!"

Hui Song mengejek dan kembali terdengar sorak-sorai yang amat hebat. Kini mulailah timbul harapan di dalam hati penonton. Boleh jadi pemuda itu tidak mampu silat, tidak mampu gulat, akan tetapi jelas amat pemberani dan cerdik, dan sudah terbukti bahwa dalam beberapa gebrakan saja sudah mampu menendang pinggul si raksasa dan kini malah membuatnya terjengkang dan terbanting keras.

Dan Moghul tidak segera bangkit, sengaja memancing agar pemuda itu melanjutkan serangannya untuk ditangkapnya, seperti yang dilakukannya terhadap si baju hitam tadi. Akan tetapi Hui Song tidak menyerang lagi, melainkan hanya pringas-pringis mengejek.

"Heh-heh, apakah perutmu terasa mulas dan kau tidak mampu bangun berdiri? Nah, baiklah. Mari kubantu, babi!"

Hui Song mengulurkan tangannya seperti hendak membantu raksasa itu bangun. Tentu saja para penonton menjadi panik, bahkan ada yang berteriak-teriak agar Hui Song berhati-hati.

Memang pemuda itu nampaknya terlalu sembrono dengan memberikan tangannya seperti itu. Sekali tangannya tertangkap, tentu pemuda itu akan celaka, akan dipatah-patahkan tulangnya dan mungkin saja akan dibunuh karena raksasa itu sudah amat marah padanya. Akan tetapi Hui Song pura-pura tidak mendengar cegahan-cegahan itu dan tetap mengulur tangan kepada Moghul.

Dan raksasa itu benar-benar menyambar tangan Hui Song yang diulurkan dan jari-jari yang panjang besar itu berhasil menangkap pergelangan tangan Hui Song dengan kuat. Akan tetapi, tiba-tiba Hui Song menarik lengannya dan cekalan itu terlepas, tangan itu licin seperti belut terlepas tak mampu dipertahankan oleh Moghul. Hui Song tersenyum dan memandang kepada orang yang memberi minyak kepadanya tadi, menjura.

"Terima kasih atas minyaknya, lenganku jadi licin, hi-hik!"

Kembali orang-orang bersorak-sorai dan Hui Song kembali mengerahkan lengan yang satu lagi kepada Moghul. Ketika secara otomatis Moghul mengulur tangan hendak menangkap, Hui Song menarik kembali tangannya, seperti menggoda seorang anak kecil saja. Sorak-sorai makin keras, orang-orang tertawa dan merasa geli menyaksikan pertunjukan yang lucu itu. Seperti bukan melihat pibu yang menyeramkan saja melainkan nonton panggung lawak yang lucu.

Dapat dibayangkan betapa kemarahan Moghul makin menjadi.
"Kupatahkan semua tulangmu, kuhancurkan kepalamu...!" katanya berkali-kali dengan suara`mendesis.

"Silakan, kalau kau mampu menangkap aku," Hui Song mengejek.

Moghul yang sudah marah sekali itu tidak menjawab, melainkan menubruk lagi dengan cepat sambil mengeluarkan suara gerengan seperti seekor biruang marah. Namun, Hui Song mengelak dan sambil tersenyum mengejek pemuda ini tidak membalas, melainkan terus mengelak sampai raksasa itu terengah-engah kecapaian.

Para penonton tertawa-tawa melihat tingkah Hui Song yang mempermainkan Moghul. Akan tetapi, agaknya bagi Moghul tidak ada kata kalah dalam benaknya. Dia sudah terbiasa selalu menang, sehingga kini, menghadapi seorang lawan yang demikian licin bagai belut sehingga semua serbuan dan terkamannya mengenai tempat kosong selalu, diapun merasa penasaran dan belum sadar bahwa dia sebenarnya menghadapi seorang lawan yang jauh lebih pandai daripada dia.

"Hohhhhh...!"

Kembali raksasa itu menubruk dari samping, dan untuk ke sekian kalinya Hui Song mengelak dan menyelinap di bawah lengan kanannya. Raksasa yang sudah lelah itu terhuyung ke depan karena terdorong tenaga tubrukannya sendiri. Ketika dia membalik, tiba-tiba dia melihat lawannya yang tubuhnya kecil dibandingkan dengan tubuh raksasa itu, menerjang ke depan.

Hui Song meloncat dan menggunakan jari-jari tangan kirinya hendak mencengkeram muka raksasa itu.

"Awas, kucokel keluar matamu!"

Moghul terkejut dan tentu saja dia terpengaruh ucapan itu, memperhatikan tangan kiri lawan yang menyerangnya dan siap melindungi matanya dengan kedua tangan sambil mencari kesempatan untuk menangkap tangan kiri itu. Sejak tadi dia sudah mengancam dalam hatinya bahwa sekali dia dapat menangkap pemuda itu, akan diangkat dan dibantingnya, akan dipatah-patahkan semua tulang tubuhnya!

Akan tetapi, dia sama sekali tidak tahu bahwa serangan Hui Song itu hanya merupakan gertakan saja, karena yang bekerja adalah tangan kanannya yang menepuk-nepuk ke arah perut gendut itu dengan keras.

"Plak! Plak! Pungg...!"

Akan tetapi tamparan-tamparan tangannya itu membalik dan perut yang ditamparnya mengeluarkan suara seperti sebuah tambur besar dipukul.

"Wah, gentong ini kosong!"

Hui Song masih mengeluarkan suara ejekan keras sehingga para penonton semakin geli tertawa. Akan tetapi, suara ketawa mereka terhenti seketika karena pada saat itu, Moghul telah berhasil menangkap lengan kiri Hui Song dengan tangan kanannya. Dengan gerakan seorang jago gulat yang mahir, tangan kirinya menyusul dan sudah menangkap pundak pemuda itu. Kemudian, secepat kilat tahu-tahu tubuh Hui Song sudah diangkat ke atas kepala.

Semua orang memandang pucat dan Moghul menyeringai, mengeluarkan suara ha-ha-huh-huh seperti orang terengah-engah saking girangnya. Dia hendak membanting lawannya ke atas lantai panggung dan sudah mengerahkan tenaga agar bantingannya dapat dilakukan sekuatnya. Akan tetapi, tiba-tiba dia memekik kesakitan dan kedua lengannya menjadi lemas.

Kiranya Hui Song menggunakan jari-jari tangannya, biarpun pergelangan tangan sudah ditangkap, untuk mencengkeram dan mencabuti bulu-bulu panjang di dada dan lengan raksasa itu, berbareng dengan itu, ujung sepatunya telah menotok jalan darah di dekat punggung lawan, membuat Moghul kehilangan tenaga untuk beberapa detik lamanya. Ini sudah cukup bagi Hui Song untuk meronta dan melepaskan diri dari pegangan kedua tangan lawannya. Dia menggeliatkan tubuhnya yang sudah dilumuri minyak tadi dan terlepas lalu meloncat ke belakang sambil berkata,

"Heh-heh, tubuhku licin, berkat minyak!"

Kembali penonton tertawa dengan hati lega. Biarpun sampai kini pemuda itu belum juga memperlihatkan ilmu silat atau ilmu gulat, namun semua gerakannya yang kelihatannya ngawur itu ternyata telah membuat si raksasa tidak berdaya!

Lumpuhnya kedua tangan Moghul tidak lama dan tentu saja raksasa ini menjadi semakin penasaran dan marah. Apalagi melihat betapa pemuda itu kini berdiri sambil bertolak pinggang dengan kedua kaki terpentang lebar, berkata kepadanya,

"Hei, babi bengkak, coba sekarang engkau mengangkat dan membantingku kalau mampu!"

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: