*

*

Ads

Rabu, 07 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 111

Sekali ini si raksasa Mongol itu agak terlambat bangun dan agaknya kesempatan ini hendak dipergunakan oleh si baju hitam untuk mencari kemenangan. Diapun sudah meloncat ke depan untuk mengirim tendangan beruntun.

Akan tetapi, tiba-tiba saja Moghul mengulur tangan dan dengan kecepatan kilat, jari-jari tangannya yang besar itu telah menangkap kaki kiri lawan! Si baju hitam mengeluarkan seruan kaget, kakinya terasa nyeri seperti dijepit jepitan baja dan ketika Moghul yang masih mencengkeram kakinya itu meloncat bangun, tubuh si baju hitam hampir terbanting dan kakinya terangkat pula ke atas.

Akan tetapi, selagi Moghul menyeringai girang karena melihat akalnya yang pura-pura lambat bangun tadi kini berhasil, tiba-tiba si baju hitam mengeluarkan bentakan keras dan kaki kanannya menyambar ke atas, ke arah muka lawan.

Moghul terkejut. Kalau hanya tubuhnya yang ditendang, dia dapat menerimanya dengan lindungan kekebalannya. Akan tetapi kini yang diserang adalah mukanya dimana terdapat bagian-bagian yang tidak mungkin bisa kebal seperti mata dan hidung. Dan tendangan itu cepat bukan main datangnya, lagi tidak terduga-duga.

"Desss...!"

Cengkeraman tangan pada kaki kiri si baju hitam itu terlepas dan Moghul terhuyung ke belakang, kedua tangannya menutupi mukanya. Hidungnya mengeluarkan darah yang cukup banyak. Kembali terdengar sorak-sorai menyambut kemenangan si baju hitam ini, dan juga Kok-taijin tersenyum girang akan tetapi Ji-ciangkun menggeleng-geleng kepala dengan alis berkerut.

Akan tetapi Moghul belum kalah karena dia hanya menderita luka ringan saja, berdarah pada hidungnya. Dia menekan batang hidungnya dan darah itupun berhenti mengalir. Kini matanya agak kemerahan dan mulutnya membayangkan kemarahan besar. Dan hio yang bernyala itupun belum padam, baru terbakar setengahnya. Dengan demikian berarti bahwa si baju hitam belum menang.

Menurut peraturannya, kalau dia dapat bertahan sampai hio itu habis terbakar, atau kalau dia dapat merobohkan Moghul sampai si raksasa itu mengaku kalah, barulah calon perwira itu dinyatakan menang. Kini Moghul menerjang maju dengan kedua lengan bergerak mencengkeram dari atas ke bawah. Melihat serangan yang ganas ini, si baju hitam kembali menyambutnya dengan tendangan.

Agaknya si baju hitam itu tidak mempunyai akal lain kecuali hendak mengalahkan lawan dengan tendangan-tendangannya yang memang ampuh. Dia tidak tahu bahwa Moghul, selain kebal dan bertenaga besar, juga memiliki kecerdikan. Begitu melihat lawan menyambutnya dengan tendangan, Moghul juga menggerakkan kakinya ke depan, menerima tendangan kaki kanan lawan itu dengan kaki kanannya sendiri. Dua batang kaki menyambar, sebatang amat kecil dibandingkan dengan kaki Moghul.

"Bresss...!"

Dua batang kaki itu bertemu dan kini tubuh si baju hitam yang terpelanting keras, lalu terguling-guling di atas papan panggung. Semua penonton terdiam dan Kok-taijin mengerutkan alisnya. Juga Hui Song mengerutkan alisnya, bukan karena kekalahan si baju hitam, melainkan karena dia melihat betapa si raksasa itu curang.

Mungkin hanya dia yang tahu, juga tentunya si baju hitam, bahwa di sebelah dalam kain yang dilibat-libatkan di betis raksasa itu, yang diikat dengan tali-temali, tersembunyi perisai baja! Tentu saja kaki si baju hitam yang terdiri dari kulit daging dan tulang, terasa nyeri bukan main bertemu dengan kaki besar yang dilindungi baja ini.

Ketika si baju hitam dapat bangkit berdiri, dia agak terpincang. Akan tetapi, dia masih belum mau menerima kalah dan sudah menyerang lagi dengan layangan kedua kaki meluncur ke depan. Agaknya dia hendak mengalahkan lawan dengan tendangan terbang seperti tadi.

Si raksasa menyeringai. Dia kini berdiri dengan kedua kaki terkangkang lebar, tubuh direndahkan, dan kedua tangannya yang besar itu melindungi mukanya. Tubuhnya kokoh kuat seperti batu karang dan memang sekali ini dia sudah siap-siap menghadapi tendangan terbang yang lihai itu. Dia tidak memandang rendah lagi tendangan itu dan mengerahkan tenaga untuk memasang kuda-kuda yang kokoh kuat. Kedua kaki si baju hitam itu menyambar dengan tumbukan keras mengenai dada yang bidang dari Moghul.

"Bresss...!"

Dan sekali ini tubuh Moghul hanya bergoyang-goyang saja, akan tetapi sebaliknya tubuh si baju hitam terlempar ke belakang dan terbanting keras. Dan sebelum si baju hitam sempat melompat bangun, tahu-tahu Moghul sudah melangkah lebar menghampirinya dan begitu tubuh si baju hitam bangkit, Moghul mengirim tendangan! Agaknya si raksasa ini masih marah karena tadi beberapa kali menjadi bulan-bulan tendangan yang membuatnya roboh, maka kini dia hendak membalas dengan tendangan pula.






Melihat tendangan yang menyambar ke arah perutnya, si baju hitam yang tak sempat mengelak itu terpaksa menggunakan lengan tangan menangkis keras.

"Dukkk...!"

Dan si baju hitam mengeluh kesakitan dan terguling, tulang lengan yang menangkis itu patah bertemu dengan sepatu besar si raksasa. Hui Song yang mendengarkan dengan seksama ketika terjadi pertemuan antara lengan dan sepatu itu, mengerti bahwa juga sepatu itu dalamnya berlapis baja!

Kini Moghul mendesak terus dengan tendangan-tendangannya. Si baju hitam yang sudah patah tulang lengannya, terhuyung-huyung dan sebuah tendangan yang keras mengenai lututnya, membuat dia terpelanting. Dan Moghul menghampirinya, lalu menggunakan kedua kakinya bergantian menginjak kedua kaki si baju hitam. Si baju hitam berteriak kesakitan dan ternyata kedua kakinya itu retak-retak tulangnya diinjak oleh Moghul.

Sambil tertawa-tawa Moghul sekali lagi menendang dan tubuh yang sudah terkulai itu terlempar ke bawah panggung, menimpa para penonton yang kini terdiam dan terbelalak ngeri menyaksikan betapa Moghul menyiksa korbannya. Ada pula beberapa orang yang menang bertaruh bersorak girang memuji dan menyambut kemenangan raksasa Moghul.

Memang diantara para penonton, banyak yang mengadakan taruhan dalam setiap pertandingan dan kini orang-orang yang bertaruh memegang Moghul berani melipatgandakan taruhannya dengan satu banding tiga! Agaknya mereka sudah merasa yakin benar bahwa tidak ada yang akan mampu lulus jika harus berhadapan dengan Moghul!

Setelah si baju hitam itu kalah dan diusung pergi oleh pamannya, muncul pula beberapa orang pemuda berturut-turut, mencoba peruntungan mereka. Akan tetapi, mereka itu satu demi satu dirobohkan oleh Moghul dengan tulang kaki atau tangan patah-patah.

Agaknya si raksasa itu semakin lama semakin kuat saja sehingga berturut-turut, bersama si baju hitam, sudah ada lima orang calon yang dirobohkan dan terpaksa digotong pergi dalam keadaan pingsan dan patah-patah tulangnya. Keadaan menjadi sunyi dan semua penonton mengerutkan alisnya, kecuali mereka yang menang bertaruh. Si tukang bicara sudah berteriak-teriak lagi melakukan tugasnya, menantang dan menganjurkan orang-orang gagah untuk maju.

"Saudara-saudara yang gagah perkasa, silakan, siapa mau maju lagi? Benarkah tidak ada seorangpun yang mampu bertahan menandingi Moghul sampai habis terbakarnya sebatang hio saja? Apakah kalian tidak malu kalau dikatakan bahwa di San-hai-koan tidak ada seorangpun yang dapat disebut gagah? Ingat, yang masuk menjadi perwira akan memperoleh pangkat tinggi dan gaji besar, juga mempunyai tugas amat mulia, membela negara dari gangguan para pemberontak!"

Demikian si tukang bicara itu membujuk, menantang dan memanaskan hati para penonton. Akan tetapi agaknya, mereka yang merasa memiliki kepandaian silat, sudah menjadi gentar dan melihat betapa lima orang tadi, yang gagah-gagah, kalah dan menderita siksaan mengerikan, dan merasa bahwa mereka tidak akan mampu menandingi raksasa itu.

Maka, para penonton hanya bisa saling pandang dengan perasaan mendongkol, penasaran, juga kecewa dan menyesal. Kini perasaan mereka semua hanya ingin melihat si raksasa Moghul itu dikalahkan. Sayembara memasuki ketentaraan itu kini berobah menjadi semacam pibu atau adu kepandaian untuk mengalahkan raksasa yang kini nampaknya semakin sombong itu.

Moghul kini berdiri di tengah-tengah panggung, bertolak pinggang dan tubuhnya yang telanjang berkilauan karena keringat. Dia terbelalak memandang ke empat penjuru, mulutnya menyeringai lebar.

"Ha-ha-ha, apakah tidak ada lagi yang maju? Aku belum lelah, belum keluar keringat!"

Tentu saja ucapan ini hanya dipergunakan untuk menyombongkan diri saja. Dia lalu menggerak-gerakkan kaki tangannya dan terdengar suara berkerotokan dan nampak betapa otot-ototnya mengembang, membayangkan kekuatan yang dahsyat.

Sejak tadi Hui Song hanya menonton saja dan pemuda ini merasa heran. Dia tahu bahwa raksasa itu memang hebat dan sukar dikalahkan. Mengapakah pembesar setempat mengadakan syarat yang demikian beratnya untuk menjadi calon perwira? Jelaslah bahwa diantara para ahli silat biasa saja, jarang ada yang dapat bertahan sampai habis terbakarnya sebatang hio kalau menandingi seorang jago gulat yang demikian kuatnya seperti Moghul, apalagi raksasa itu masih berlaku curang, menyembunyikan besi di dalam sepatu dan pembalut kakinya.

Seolah-olah pembesar setempat itu bahkan hendak menghalangi masuknya orang-orang pandai ke dalam ketentaraan. Dan dia tadi melihat betapa setiap kali ada peserta yang unggul, biarpun Kok-taijin nampak gembira, si panglima itu nampak tidak senang dan bahkan khawatir. Mengapa begini? Bukankah si panglima itu justeru yang membutuhkan perwira-perwira baru untuk membantunya? Dan Moghul juga dia yang memilih sebagai penguji. Bukankah dengan demikian, Ji-ciang-kun itu bahkan hendak mencegah masuknya orang-orang gagah menjadi perwira baru? Semua ini, ditambah pula oleh sikap Moghul yang sombong, dan melihat betapa para penonton menjadi penasaran, mendorong Hui Song untuk meloncat ke atas panggung.

Dia harus menyelidiki semua ini. Pula, kalau dia sudah memperoleh kedudukan, biarpun hanya untuk sementara, dia akan lebih mudah menggunakan pasukan untuk mencari Sui Cin, selain itu, diapun dapat membantu dengan pasukannya kalau para pemberontak itu bergerak dari utara seperti yang disangkanya.

Begitu muncul pula seorang pemuda yang melihat tubuhnya hanya sedang-sedang saja dan tidak ada apa-apanya yang istimewa, Moghul tertawa girang dan matanya bersinar-sinar seperti seekor kucing melihat seekor tikus yang akan dapat dipermainkannya sepuas hatinya.

Akan tetapi, para penonton sudah bersorak-sorai lagi menyambut kehadiran Hui Song, walaupun sorak-sorai itu hanya untuk melepaskan ganjalan hati yang menjadi penasaran karena si pembicara tadi mengatakan bahwa tidak ada orang gagah lagi di San-hai-koan. Di lubuk hati mereka, timbul kekhawatiran baru akan melihat pemuda tampan ini nanti juga dilemparkan ke bawah panggung dalam keadaan menyedihkan, luka-luka atau patah-patah tulang kaki tangannya.

Hui Song menghampiri panggung dimana dua orang pembesar itu duduk, memberi hormat dan berkata dengan suara nyaring,

"Saya Cia Hui Song mohon ijin memasuki sayembara."

Kok-taijin mengangguk-angguk dan Ji-ciangkun melambaikan tangan berkata,
"Baik, majulah dan lawanlah Moghul dengan sungguh-sungguh."

Hui Song memberi hormat lagi, lalu dia bangkit dan menghampiri Moghul. Dia tadi sudah melihat betapa jago gulat ini mempergunakan keuntungan karena lawannya berpakaian. Raksasa ini sekali tangkap dan berhasil mencengkeram baju lawan, tentu akan celakalah lawan itu. Dengan gerakan-gerakan ilmu gulat, lawan yang sudah ditangkap bajunya akan dapat diangkat atau dibanting. Sedangkan tubuh si raksasa ini sendiri yang telanjang, berkeringat dan licin. Teringat akan ini, dia tidak mau dirugikan oleh pakaiannya. Setidaknya, karena Moghul mempergunakan ilmu gulat dan cengkeraman, dia khawatir kalau pakaiannya akan robek. Maka sambil tersenyum Hui Song berkata.

"Moghul, tunggu dulu. Engkau telanjang badan, tidak adil kalau aku memakai baju ini. tunggu aku akan melepaskan pakaian ini dulu."

Dan diapun menanggalkan jubah dan baju atasnya, kini hanya memakai sebuah celana saja. Dia melangkah ke tepi panggung dan menghadap penonton.

"Diantara cu-wi sekalian, apakah ada yang kebetulan membawa minyak? Atau gajih? Kalau ada, maukah membantuku dan memberi sedikit?" tanya Hui Song kepada mereka.

Para penonton menjadi heran, akan tetapi memang kebetulan ada yang membawa karena memang tadi dia berbelanja dan datang ke tempat itu mampir dari berbelanja. Dia menghampiri dekat panggung dan menyerahkan sebotol minyak. Hui Song mengambil sedikit di kedua telapak tangannya, dan dia lalu menggosok seluruh tubuh bagian atas yang telanjang itu dengan minyak.

Tentu saja para penonton saling pandang dan menjadi terheran-heran, akan tetapi melihat ini, Moghul terkejut dan diam-diam dia memandang pemuda itu dengan penuh perhatian. Setelah menitipkan bajunya kepada seorang penonton terdekat, Hui Song lalu menghadapi Moghul dan sebatang hio dibakar oleh seorang petugas.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: