*

*

Ads

Selasa, 06 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 106

Didesak oleh serangan-serangan yang dahsyat itu, nenek jubah putih mengelak sambil berloncatan dan anehnya ia sama sekali tidak pernah membalas. Akan tetapi iapun terkejut memperoleh kenyataan betapa hebat dan berbahayanya serangan-serangan yang dilakukan oleh Kiu-bwe Coa-li itu, maka begitu melompat ke belakang ia menudingkan kebutannya sambil berkata halus,

"Kiu-bwe Coa-li, membenci orang lain berarti membenci diri sendiri. Engkau menyerang orang lain sama saja dengan menyerang diri sendiri!"

Kiu-bwe Coa-li tidak perduli walaupun ucapan nenek itu seperti menembus ke dalam dadanya. Dengan ganas ia menubruk dengan cambuknya.

"Tar-tar-tarrr...!"

Cambuk meledak-ledak lalu menerjang ke arah nenek itu. Akan tetapi, entah kekuatan apa yang terdapat dalam kebutan berbulu putih, tiba-tiba saja cambuk itu membalik dan memukul muka Kiu-bwe Coa-li sendiri!

"Ihhh...!"

Kiu-bwe Coa-li berteriak keras dan berusaha mengelak, akan tetapi tetap saja tiga ekor cambuk itu mengenai muka dan lehernya dan nampaklah jalur-jalur merah berdarah di muka dan lehernya. Ia terbelalak, akan tetapi tidak menjadi takut, bahkan makin marah.

"Kubunuh kau... kau harus mampus!"

Ia berteriak marah sekali dan kembali ia meloncat ke depan. Nenek itu mengacungkan kebutannya ke atas, lalu membanting kebutan itu ke bawah. Aneh sekali, tiba-tiba saja tubuh Kiu-bwe Coa-li yang sedang meloncat itu tiba-tiba saja terbanting ke bawah oleh tenaga yang tidak nampak.

"Brukkk...!"

Kiu-uwe Coa-li terbelalak dan menjadi semakin marah karena bantingan itu tidak melukainya, walaupun membuat napasnya agak sesak dan jalannya menjadi pincang. Ketika ia mengangkat mukanya, nenek itu sudah berjalan pergi sambil membawa kebutannya, seolah-olah tidak lagi mau memperdulikannya! Kemarahannya memuncak. Dilihatnya nenek itu menuruni sebuah lereng yang curam.

"Tunggu, kemana engkau hendak lari, keparat?" Ia mengejar dan menuruni lereng yang diapit-apit jurang yang curam itu.

Nenek itu menengok.
"Kiu-bwe Coa-li, aku melihat awan hitam mempengaruhimu. Mundurlah sebelum terlambat!"

Ucapannya itu halus dan bernada serius. Akan tetapi orang macam Kiu-bwe Coa-li mana mau mengalah dan mundur sebelum kalah?

Setelah mengejar sampai jarak empat meter, tiba-tiba Kiu-bwe Coa-li menggerakkan cambuknya dan meluncurlah belasan jarum halus menyerang ke arah tubuh belakang nenek itu.

Akan tetapi, nenek itu membalikkan tubuhnya dan kembali mengacungkan kebutannya dan belasan batang jarum halus yang sedang meluncur itu tiba-tiba saja membalik ke arah Kiu-bwe Coa-li sendiri!

Nenek buruk itu terbelalak, terkejut bukan main karena kembalinya belasan batang jarumnya itu amat cepatnya, lebih cepat daripada ketika ia pakai menyerang. Ia tidak mau kalau senjatanya makan tuan. Untuk menangkis tidak sempat lagi saking cepatnya jarum-jarum itu meluncur, maka iapun meloncat ke kiri untuk mengelak dan... terdengarlah jeritan menyayat hati ketika tubuhnya meluncur ke bawah, ke dalam jurang yang amat curam!

Nenek ini dalam kemarahannya telah menjadi lengah dan kehilangan kewaspadaan sehingga lupa bahwa di kanan kiri tempat itu terdapat jurang-jurang yang curam sehingga ketika ia mengelak dan melompat ke kiri, ia telah melompat ke dalam jurang.

Jeritan itu berhenti dan nenek berjubah putih menjenguk dari tepi jurang, memandang ke bawah. Masih nampak olehnya tubuh Kiu-bwe Coa-li yang dari atas nampak kecil seperti boneka menggelinding ke bawah, terlempar-lempar ketika menimpa batu-batu dan akhirnya terbanting ke dasar jurang dan diam tak bergerak lagi.

"Ck-ck-ckk...!"






Nenek itu menggeleng-geleng kepalanya lalu bertepuk tangan. Tepukan tangan itu terdengar nyaring sekali dan agaknya merupakan isyarat bagi harimau peliharaannya karena kini muncullah harimau besar itu, berlari-lari mendatangi. Nenek itu lalu naik ke punggung harimau, menggerakkan kebutannya dan harimau itupun berlari ke arah dari mana Kiu-bwe Coa-li tadi datang.

Tak lama kemudian tibalah nenek dan harimaunya itu di tempat dimana Cia Sun sedang berusaha untuk mengobati Sui Cin. Dari jauh nenek itu sudah melihat mereka dan iapun menyuruh harimaunya berhenti. Ia mengintai dan sampai lama ia mengamati dua orang muda itu. Berulang kali ia menarik napas panjang dan menggumam seorang diri.

"Ah, agaknya perempuan itu keracunan dan tentu perbuatan Kiu-bwe Coa-li itu. Kasihan, aku melihat cahaya gelap menyelubungi wajahnya."

Nenek ini bukan orang sembarangan. Kalau tadi Kiu-bwe Coa-li tidak begitu sombong dan mau bertanya nama, agaknya ia belum tentu akan tewas, mati konyol karena terjatuh ke dalam jurang karena nama nenek itu tentu akan membuatnya merasa jerih dan membuatnya tidak berani sembarangan menyerang.

Nenek itu terkenal sekali di daerah utara, di luar Tembok Besar dan bahkan seluruh penduduk Mongol dan Mancu amat takut kepadanya. Di Mongol, ia dikenal sebagai seorang dukun wanita yang terkenal sakti dan ampuh. Apalagi, di samping menjadi dukun yang diakui mempunyai banyak macam ilmu yang aneh-aneh, juga ia merupakan keturunan dari Yelu Ce-tai, seorang arif bijaksana yang dahulu menjadi penasihat Raja Jenghis Khan!

Biarpun sudah lama Kerajaan Goan, yaitu penjajah Mongol, terjatuh dan sisa-sisa orang Mongol kembali ke utara di luar Tembok Besar, namun nama keluarga Yelu Ce-tai masih dikenal orang, bahkan ratusan tahun kemudian, nenek itu sebagai keturunan keluarga Yelu, masih dihormati orang-orang Mongol, apalagi karena ia memang seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, terutama sekali ilmu sihirnya.

Bahkan para kepala suku yang banyak terdapat di daerah itu semua menghormatinya. Ia menjadi tempat bertanya nasihat para pimpinan suku dan bahkan pertikaian-pertikaian yang timbul diantara mereka seringkali baru dapat didamaikan kalau Yelu Kim demikian nama nenek itu, sudah turun tangan melerai. Di kalangan orang Mongol yang masih percaya akan hal-hal mujijat dan ketahyulan, nenek itu dikabarkan sakti seperti dewa, dapat menghidupkan orang mati dan mematikan orang hidup!

Sebetulnya, Yelu Ce-tai dahulu adalah seorang bangsawan Khitan akan tetapi ahli dalam kebudayaan bangsa pribumi Han sehingga dia dianggap sebagai seorang berbangsa pribumi. Keturunannya banyak yang menikah campuran sehingga darah Yelu Kim sekarang adalah darah campuran, bahkan ada pula darah Bangsa India di barat.

Itulah sebabnya mengapa wajahnya memiliki kecantikan yang asing dan aneh. Namanya terkenal sekali, bahkan tokoh-tokoh besar di pedalaman yang sering menjelajah ke utara, sudah mendengar akan kehebatan nama ini. Maka sayanglah bahwa Kiu-bwe Coa-li tidak menanyakan namanya sehingga nenek iblis itu tewas tanpa mengetahui bahwa lawannya adalah orang yang paling terkenal di Mongol.

Sebagai seorang yang dihormati, Yelu Kim yang berdarah bangsawan itu bersikap agung dan ramah, akan tetapi di balik kehalusan sikapnya itu tersembunyi kekuatan yang menakutkan dan memang nenek ini kadang-kadang mempunyai sikap yang aneh dan mengejutkan orang, kadang-kadang ia murah hati sekali dan mudah mengampuni, akan tetapi ada kalanya ia bersikap amat keras hati dan amat kejam.

Padahal, pada dasarnya Yelu Kim bukanlah seorang kejam, melainkan seorang yang bijaksana dan adil, dan pandangannya sedemikian jauh sehingga banyak orang tidak mengerti dan menganggap ia kejam. Nenek yang sudah beberapa kali menikah ini tidak pernah mengecap kebahagiaan hidup keluarganya, dan ia tidak pernah mempunyai anak sehingga kini hidup kesepian dalam usia tua. Dan sebagai seorang janda tua yang hidup kesepan, ia suka akan binatang peliharaannya.

Akan tetapi kalau para janda itu suka memelihara kucing atau anjing, nenek ini memelihara seekor harimau yang amat besar dan menakutkan. Dan harimau ini bukan hanya menjadi binatang peliharaan dan kesayangan, bahkan juga dapat menjadi binatang tunggangan dan binatang yang menjaga dan melindungi keselamatannya.

Melihat binatang ini saja membuat orang yang tadinya berniat buruk terhadap Yelu Kim harus berpikir panjang lebih dulu karena harimau itu nampaknya amat menyayang dan setia kepada majikannya.

Demikianlah sedikit tentang nenek aneh itu yang kini mengintai Cia Sun dan Sui Cin yang sedang duduk bersila. Sui Cin yang merasa betapa hawa yang panas menjalar ke dalam tubuhnya merasa nyaman sekali dan hampir tertidur. Sebaliknya Cia Sun dengan pengerahan sin-kang berusaha untuk membangkitkan kembali tenaga gadis itu yang seakan-akan menjadi lumpuh. Namun, dia tidak pernah menemui perlawanan sehingga hal ini menandakan bahwa Sui Cin belum juga menemukan kembali kekuatannya. Sin-kang atau hawa sakti dalam tubuh gadis itu belum bangkit.

Telah lewat tiga jam lamanya sejak Cia Sun mencoba untuk mengobati gadis itu dan terpaksa dia berhenti dulu untuk menyimpan tenaganya sendiri. Dia melepaskan kedua tangannya dan Sui Cin sadar dari keadaan seperti tidur itu. Mereka lalu duduk beristirahat, berhadapan di atas rumput tebal, saling memandang. Melihat betapa sepasang mata gadis itu memandang kepadanya penuh pertanyaan, Cia Sun menarik napas panjang.

"Cin-moi, kita harus mengaso dulu. Sungguh heran, aku belum menemui perlawanan, agaknya sin-kang di dalam tubuhmu sama sekali tidak bangkit. Entah pengaruh racun apa yang dipergunakan Kiu-bwe Coa-li sehingga bisa melumpuhkan kekuatan dalam tubuhmu seperti ini."

Gadis itu memandang wajah yang gagah dan nampaknya sedih itu, dan hatinya terharu. Ia tidak mengenal pemuda ini, atau lebih tepat lagi, ia sudah lupa lagi siapa adanya pemuda ini, namun menurut penuturan pemuda ini, diantara mereka terdapat hubungan dekat dan bahwa pemuda itu adalah putera ketua Pek-liong-pang di Lembah Naga, seorang pendekar!

Dan melihat sepak terjangnya tadi, memang pemuda ini seorang pendekar yang mengagumkan, bukan hanya telah menyelamatkannya dari ancaman maut di tangan nenek iblis Kiu-bwe Coa-li, akan tetapi juga bersikap sopan dan mengagumkan ketika berusaha mengobatinya dengan pengerahan sin-kang. Seorang pemuda yang hebat, dan sinar mata pemuda itu kalau ditujukan kepadanya membuat jantungnya tergetar karena jelas terasa dan nampak olehnya betapa pemuda ini jatuh cinta kepadanya, atau mungkin juga sudah sejak dahulu mencintanya.

"Sudahlah, Sun-twako, biarkan saja. Tidak perlu engkau menghambur-hamburkan tenagamu untuk mencoba mengobatiku. Aku tidak menderita rasa nyeri, hanya lemas dan tidak mampu membangkitkan tenaga sin-kangku..."

"Akan tetapi, engkau tentu menderita. Engkau sakit, mukamu pucat dan matamu layu, Cin-moi, bagaimanapun juga, aku harus berusaha mengobatimu sampai sembuh. Setidaknya aku akan mencarikan obat, mencarikan ahli untukmu."

Pada saat itu, Cia Sun meloncat berdiri dan memandang ke arah pohon-pohon dimana kini sudah berdiri seorang nenek yang memegang sebuah kebutan putih. Karena baru saja dia berkelahi melawan seorang nenek iblis, maka munculnya nenek ini tentu saja mendatangkan kecurigaan besar dan mengingat bahwa Sui Cin masih tidak berdaya, diapun cepat lari menghampiri nenek itu dengan pandang mata penuh curiga.

Nenek itu adalah Yelu Kim dan kini tiba-tiba saja sikap nenek ini berubah sama sekali. Pandang matanya nampak jahat dan kejam, senyumnya penuh ejekan.

"Orang muda, kaukah yang tadi bertanding dengan Kiu-bwe Coa-li?"

Cia Sun mengerutkan alisnya dan memandang tajam.
"Benar sekali, dan setelah nenek iblis itu melarikan diri sekarang muncul engkau. Siapakah kau ini, nek, dan ada hubungan apa engkau dengan Kiu-bwe Coa-li?"

Senyum mengejek di mulut nenek itu melebar dan pandang matanya nampak heran dan tidak percaya.

"Engkau yang semuda ini mampu mengalahkan Kiu-bwe Coa-li?"

"Kalau nenek iblis itu tidak melarikan diri, tentu ia sekarang sudah tewas di tanganku. Seorang manusia berwatak iblis seperti ia memang sudah sepatutnya dibasmi dari permukaan bumi. Dan engkau, siapakah engkau, dan apa maksudmu muncul disini?"

"Aku tidak percaya bahwa engkau mampu mengalahkan Kiu-bwe Coa-li, dan aku datang untuk mencoba apakah kepandaianmu benar-benar sehebat itu."

Berkata demikian, nenek itu langsung saja menubruk ke depan dan mengelebatkan kebutannya. Ujung kebutan yang menjadi kaku meluncur dan menotok ke arah tiga jalan darah di dada, leher dan pundak Cia Sun secara bertubi-tubi.

"Hemm, kiranya engkau sebangsa nenek iblis itu!" bentak Cia Sun yang cepat mengelak dan diapun membalas dengan tamparan-tamparan tangannya yang ampuh.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: