*

*

Ads

Selasa, 09 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 27

Sementara itu, diluar daerah Guha Tengkorak terjadi pula kesibukan lain. Serombongan orang yang memegang pedang, dengan muka marah sekali berbondong-bondong menuju ke balik tebing Guha Tengkorak. Jumlah mereka ada tiga puluh orang, kesemuanya merupakan orang-orang yang bersikap gagah dan dipimpin oleh dua orang tosu. Mereka adalah orang-orang Hongkiam-pang yang dipimpin sendiri oleh Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin, ketua dan pembantu utamanya.

Seperti kita ketahui, para murid Hong-kiam-pang dan pemimpinnya ini marah sekali ketika mendapat kenyataan bahwa Siluman Guha Tengkorak yang telah membunuh tujuh orang anggauta atau murid mereka itu adalah Pendekar Sadis Ceng Thian Sin.

Kemarahan mereka makin memuncak ketika Pendekar Sadis ditolong oleh seorang bertopeng tengkorak lainnya dan bersama siluman itu melarikan diri. Tentu saja mereka melakukan pengejaran dan mereka itu berpencar. Akan tetapi mereka kehilangan jejak Pendekar Sadis dan temannya di luar daerah Guha Tengkorak.

Karena dua orang pemimpin mereka dapat berlari lebih cepat dan dalam pengejaran itu meninggalkan mereka, maka mereka kehilangan dua orang pimpinan dan mereka termangu-mangu menanti di depan deretan Guha Tengkorak, tidak tahu harus berbuat apa karena mereka tidak dapat menemukan jalan masuk dari guha-guha itu.

Setelah matahari naik tinggi dan mereka menanti dengan kesabaran yang hampir habis, tiba-tiba muncullah Bu Beng Tojin memanggul tubuh Im Yang Tosu yang terluka! Tentu saja para murid Hong-kiam-pang menjadi terkejut sekali. Akan tetapi hati mereka lega ketika melihat bahwa luka yang diderita oleh Im Yang Tosu itu tidaklah hebat, hanya luka kulit daging saja karena pundak kanannya tertusuk sebuah pisau. Bu Beng Tojin tadi memanggulnya karena ketua Hong-kiampang ini jatuh pingsan!

"Pinto mencari-cari sampai ke belakang tebing, akan tetapi pinto kehilangan jejak siluman-siluman itu," kata Bu Beng Tojin menceritakan kepada murid-murid Hong-kiam-pang.

"Agaknya suheng juga mencari sampai disana dan entah apa yang terjadi, tahu-tahu aku mendapatkan suheng sudah menggeletak pingsan dengan sebuah pisau tertancap di pundaknya. Maka pinto lalu cepat-cepat membawanya kesini untuk merawatnya."

Bu Beng Tojin sendiri yang merawat luka Im Yang Tosu dan akhirnya ketua Hong-kiam-pang ini siuman. Dia mengeluh dan bangkit duduk, lalu teringat akan apa yang terjadi dan menarik napas panjang.

"Sungguh berbahaya sekali Pendekar Sadis yang menyamar sebagai siluman itu..." katanya.

"Apa yang telah terjadi, suheng? Aku menemukan suheng dalam keadaan pingsan di sana, lalu suheng kubawa ke sini untuk dirawat."

Im Yang Tosu memandang kepada pembantunya itu.
"Untung sute datang, dan agaknya musuh lari dan tidak sempat membunuhku melihat sute datang. Aku mengejar sampai di belakang tebing dan melihat bayangan memasuki semak-semak belukar lalu lenyap. Aku sudah memeriksa dan mencari akan tetapi tidak berhasil menemukan sesuatu. Ketika aku mulai menjadi bosan mencari dan hendak pergi, aku mendengar suara dari balik batu karang. Cepat aku mendekati dan ternyata ada rumpun alang-alang yang terkuak dan di balik rumpun alang-alang ini terdapat sebuah lubang. Pada saat itu, berkelebat bayangan di sebelah dalam lubang yang gelap dan tiba-tiba saja ada pisau menyambar. Aku kurang cepat mengelak dan pisau itu mengenai pundakku. Karena lukanya hanya luka daging, tak mungkin aku roboh karena itu, akan tetapi tiba-tiba aku mencium bau keras dam akupun tidak ingat apa-apa lagi. Agaknya iblis itu manggunakan racun atau obat bius...!"

Bu Beng Tojin bangkit berdiri dam mengepal tinju mendengar penuturan suhengnya ini. Mukanya merah padam, dan dia nampak marah sekali.

"Sungguh keterlaluan Pendekar Sadis itu! Kita harus membuat perhitungan, sekarang juga! Akupun melihat lubang itu, suheng dan agaknya itulah jalan yang menuju ke sarang mereka! Mari kita serbu sekarang juga!"

"Tapi, susiok, bukankah suhu sedang terluka dan perlu beristirahat?" bantah seorang murid.

"Aku tidak apa-apa, luka ini tidak ada artinya. Mari kita serbu dan basmi iblis kejam itu!"

Im Yang Tosu juga berkata marah, bangkit semagatnya oleh sikap pembantunya. Demikianlah, mereka berdua lalu memimpin tiga puluh orang murid Hong-kiam-pang itu, berbondong-bondong pergi menuju ke balik tebing Guha Tengkorak.

Karena dua orang pimpinan Hong-kiam-pang itu kini sudah menemukan jalan tembusan rahasia, yang merupakan terowongan membawa mereka ke sarang Jit-sian-kauw, maka mereka dapat memasuki terowougan itu dengan sikap hati-hati sekali.






"Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati," kata Bu Beng Tojin ketika mereka mulai memasuki terowongan dan dia berjalan paling depan. "Orang yang telah mampu melukai suheng, biarpun secara menggelap, amatlah berbahaya."

Di sepanjang jalan terowongan, mereka menemukan jebakan-jebakan yang sudah tidak bekerja dan rusak dan beberapa kali Bu Beng Tojin mengeluarkan seruan marah,

"Keparat, sungguh jebakan yang kejam sekali!" terdengar dia berkata.

Mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya tibalah mereka di pusat sarang gerombolan itu dan begitu mereka berloncatan keluar dari mulut terowongan, mereka tercengang memandang ruangan itu.

Pendekar Sadis berdiri di tengah-tengah ruangan bersama lima orang gagah dari Bu-tong-pai, dan di sekeliling ruangan yang luas itu nampak berserakan tubuh orang-orang yang memakai jubah dan topeng tengkorak! Ada pula yang berpakaian biasa, yaitu para tamu yang membantu gerombolan itu menghadapi orang-orang Bu-tong-pai yang dibantu oleh Thian Sin!

Ketika Thian Sin meninggalkan Kim Hong dan lari keluar, dia melihat betapa lima orang Bu-tongpai itu masih mengamuk. Akan tetapi mereka terkurung rapat dan mulai terdesak. Untung ada Liang Hi Tojin di situ, tokoh ke dua dari Bu-tong-pai yang hebat sekali permainan pedangnya sehingga untuk sementara, berkat kelihaian Liang Hi Tojin, kepungan itu dapat dibendung dan belum ada orang Bu-tong-pai yang terluka walaupun mereka telah lelah sekali dan sibuk mempertahankan diri.

Pada saat Thian Sin hendak maju, ada orang yang merangkul kakinya. Thian Sin memandang ke bawah. Orang itu adalah seorang pemuda yang berpakaian mewah. Agaknya dia tidak ikut berkelahi akan tetapi keserempet senjata tajam karena pahanya terluka dan dia kelihatan ketakutan setengah mati.

"Maafkan aku... ampunkan aku... ah, taihiap, ampunkan aku dan kelak aku akan memberimu uang sebanyak yang kau minta. Emas, perak, apa saja... asal taihiap suka membawa aku keluar dari tempat ini..."

Dan orang itu menangis ketakutan. Thian Sin mengenal orang ini sebagai seorang diantara para tamu, yaitu pemuda mewah yang dia lihat menerima janda Cia Kok Heng ketika janda muda itu diangkat menjadi anggauta baru, kemudian janda itu oleh Sian-su diberikan kepada pemuda mewah ini yang menggaulinya secara tak tahu malu. Kini dia dapat menduga bahwa tentu ada apa-apa antara pemuda kaya ini dengan Sian-su dan bukan tidak mungkin janda itu diculik oleh gerombolan Siluman Guha Tongkorak atas pesanan pemuda ini.

"Ampun sih mudah! Akan tetapi akuilah apakah benar engkau yang memesan janda Kok Heng itu untuk kau perkosa?" Pemuda itu memang pemuda bangsawan dan hartawan she Phang dari Tai-goan.

Pada saat itu dia berada dalam ketakutan yang luar biasa, maka mendengar ucapan itu, tanpa pikir panjang lagi diapun mengaku saja. Pokoknya, apapun yang pernah dilakukannya akan diakui tanpa malu-malu lagi asal dia dibebaskan dan tidak dibunuh. Hati-nya sudah ketakutan melihat betapa orang-orang Bu-tong-pai itu mengamuk dan membunuhi banyak orang berkedok tengkorak dan begitu Thian Sin muncul, diapun mengenalnya sebagai pemuda yang diperkenalkan sebagai Pendekar Sadis, maka biarpun dengan merangkak-rangkak, dia menghampiri dan minta ampun.

"Benar, taihiap... tapi ampunkan saya..."

"Desss...!" Tendangan yang dilakukan oleh Thian Sin mengenai dagu pemuda she Phang itu.

Tulang rahangnya patah-patah dan pemuda itu menangis, melolong-lolong. Thian Sin sudah menghampiri dengan langkah lebar dan sekali dia menurunkan kaki kanannya, dia telah menginjak pecah kepala orang she Phang itu seperti orang menginjak kepala ular saja. kemudian Thian Sin terjun ke dalam arena perkelahian dan begitu dia terjun, tentu saja keadaan menjadi berobah sama sekali.

Setiap gerakan kaki tangannya disusul oleh teriakan mengerikan dan seorang pengeroyok terjengkang dan tewas. Dalam beberapa gebrakan saja dia telah merobohkan enam orang pengeroyok dan hal ini tentu saja membuat para anak buah gerombolan itu menjadi gentar sekali dan sebaliknya membuat lima orang Bu-tong-pai bertambah semangat.

Demikianlah, ketika rombongan orang-orang Hong-kiam-pang tiba di tempat itu, mereka hanya melihat Pendekar Sadis dan lima orang Bu-tong-pai, sedangkan semua anggauta gerombolan Siluman Guha Tengkorak berikut para tamu yang ikut membantu mereka telah rebah malang melintang ada yang tewas dan ada pula yang luka-luka.

"Pendekar Sadis, iblis jahat, kau harus menebus kematian murid-murid kami!" Im Yang Tosu yang memandang kepada pendekar itu dengan marah meloncat ke depan.

Akan tetapi Thian Sin meloncat ke belakang dan berkata dengan suara nyaring.
"Im Yang Tosu, sabarlah dan dengarlah dulu penjelasanku!"

Akan tetapi tiba-tiba Bu Beng Tojin sudah menggerakkan pedangnya dan menyerang Thian Sin dengan dahsyat sambil berteriak,

"Tak usah banyak cerewet lagi, dosamu sudah bertumpuk!"

Serangan itu dahsyat, akan tetapi Thian Sin dapat mengelak dengan sigapnya tanpa membalas melainkan berseru,

"Tahanlah, totiang...!"

"Ceng Thian Sin, dosamu sudah bertumpuk, mau bicara apa lagi? Pinto sendiri yang menangkapmu sebagai Siluman Guha Tengkorak, dan dalam tawanan kami engkaupun ditolong oleh seorang auggauta gerombolon Siluman Guha Tengkorak! Sekarang engkau mau pura-pura lagi ?"

Berkata demikian, Bu Beng Tojin dengan kemarahan meluap-luap sudah menerjang lagi dengan pedangnya, mengirim serangan maut yang amat berbahaya.

Agaknya kakek pendeta ini sakit hati benar karena kematian tujuh orang muridnya, maka kini dia menyerang seperti orang yang mata gelap. Kembali Thian Sin mengelak cepat sehingga pedang itu bercuit lewat di atas kepalanya.

"Tahan dan biarkan aku bicara, totiang!" Thian Sin berseru.

"Sute, biarlah kita dengar apa yang hendak dikatakan Pendekar Sadis alias Siluman Guha Tengkorak ini!" kata Im Yang Tosu.

"Perlu apa mendengarkan ucapannya yang palsu, suheng? Bukankah baru saja dia telah melukai dan nyaris membunuh suheng?" bentak Bu Beng Tojin yang tak dapat menahan kemarahannya, sepasang matanya berapi-api dan mukanya merah sekali.

"Susiok, suhu minta kita mendengarkan dia bicara dulu. Untuk menyerangnya nanti juga masih belum terlambat," kata seorang murid Im Yang Tosu dan saudara-saudaranya telah mengurung Pendekar Sadis dengan pedang terhunus.

"Tidak perlu bicara lagi dengan iblis kejam ini!" bentak Bu Beng Tojin yang kembali menerjang dan menyerang Thian Sin.

Pendekar ini mendongkol bukan main, akan tetapi karena dia teringat bahwa kemarahan tokoh ke dua dari Hong-kiam-pang ini adalah karena sakit hati mengingat muridnya tewas di tangan Siluman Guha Tengkorak, maka diapun menahan kedongkolan hatinya dan mengelak ke kiri dengan cepat. Akan tetapi, tiba-tiba ada angin bercuitan dan sinar terang menyambar dari kiri.

"Siancai, dosamu memang terlalu banyak, Pendekar Sadis!" itulah suara Im Yang Tosu yang sudah menyerangnya, terbangun semangatnya oleh kemarahan sutenya.

Dan murid Hong-kiampang juga mulai bergerak menyerang Thian Sin. Tentu saja pendekar ini terkejut sekali dan cepat dia melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik menghindarkan sambaran pedang Im Yang Tosu yang amat lihai.

"Trang-trang-trang...!"

Ketika Bu Beng Tojin menyerang lagi, tiba-tiba pedangnya bertemu dengan pedang di tangan Liang Hi Tojin, tokoh ke dua dari Bu-tong-pai.

Keduanya merasa betapa tangan mereka tergetar dan Bu Beng Tojin terkejut lalu melompat ke belakang, memeriksa pedangnya yang ternyata tidak rusak lalu dia menudingkan pedangnya kepada Liang Hi Tojin.

"Bagus! Apakah pendeta Bu-tong-pai sekarang berpihak kepada gerombolan penjahat?" bentaknya.

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: