*

*

Ads

Sabtu, 06 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 19

"Hong-kiam-pang atau Hong-kiam-pai adalah perkumpulan silat yang mengutamakan ilmu pedang mereka, berpusat di kuil Thian-hong-bio di lembah Fen-ho di luar kota Tai-goan. Mereka dipimpin oleh Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin. Ha-ha, mereka berani memusuhi kita, akan tetapi biarlah, tak mungkin mereka dapat menemukan tempat kita ini. Cukup dengan beberapa orang pengamat saja untuk mengamati gerak-gerik mereka di luar tebing Guha Tengkorak, sedangkan kita akan melanjutkan pesta pengangkatan seorang anggauta atau murid baru."

Thian Sin merasa tidak senang, akan tetapi tidak diperlihatkannya pada wajahnya yang tetap tenang. Sinar matanya ketika memandang kepada Sian-su penuh dengan kekaguman, kehormatan dan kesetiaan, sesuai seperti apa yang dikehendaki oleh pendeta siluman itu.

"Murid baru wanita?"

Pendeta siluman itu tertawa.
"Benar, seorang murid baru yang istimewa, taihiap dan terus terang saja, belum pernah kita mempunyai anggauta wanita seperti ini."

Thian Sin merasa agak heran dan juga timbul kecurigaannya, ada perasaan tidak enak menyelinap dalam hatinya. Dia mencoba untuk menduga-duga, akan tetapi tidak berhasil memecahkan teka-teki ini. Siapakah wanita yang dimaksudkan oleh pendeta siluman ini? Hampir dia menduga bahwa jangan-jangan yang dimaksudkan adalah Kim Hong.

Akan tetapi dia membantah sendiri dugaannya ini. Kim Hong terlampau cantik untuk dapat terjebak. Memang besar kemungkinan Kim Hong menyelidiki dan memasuki sarang ini untuk mencari dan menolongnya, akan tetapi Kim Hong tentu maklum akan besarnya bahaya kalau membiarkan dirinya terjebak. Tidak, Kim Hong tidak mungkin membiarkan dirinya dijebak seperti dirinya.

"Marilah, taihiap, mari kita menemani mereka yang sudah sejak tadi mulai dengan pesta malam ini. Ada seorang pengikut baru, seorang pembesar yang memiliki kedudukan penting di kota raja. Dari dialah kita dapat mengharapkan sumbangan yang besar untuk menyelesaikan bangunan pondok suci untuk tujuh dewa yang mulia. Untuk menghormati kehadirannya dan untuk meresmikan pengangkatan anggauta baru yang juga akan menjadi pilihanku sebagai murid terbaik dan tersayang, taihiap."

Thian Sin mengikuti pendeta siluman itu naik ke dataran puncak bukit dimana telah berkumpul para pengikut yang kemarin malam pernah dilihat oleh Thian Sin. Dan diantara mereka kini terdapat seorang pria berpakaian mewah yang bermuka merah, usianya sudah enam puluh tahun akan tetapi sikapnya masih genit. Ada tiga orang pelayan wanita yang bergaun tipis melayani orang ini dan Thian Sin dapat menduga bahwa orang inilah yang disebut oleh Sian-su tadi sebagai pengikut baru yang terhormat, seorang bangsawan tinggi dari kota raja.

Seperti juga kemarin malam, para penari wanita melakukan upacara dan Lu Sui Hwa atau isteri Cia Kok Heng kini ikut pula diantara para penari, nampak cantik dan agung, paling menarik diantara mereka walaupun mukanya agak pucat dan matanya sayu.

Thian Sin masih menghadapi semua ini dengan tenang. Akan tetapi ketika tiba giliran anggauta atau murid baru itu mendaki anak tangga menuju ke dataran itu, tiba-tiba Thian Sin mengepal tinjunya dan wajahnya berobah pucat. Dia mengenal Kim Hong yang kini menghampiri Sian-su, Kim Hong yang mengenakan pakaian gaun tipis putih!

Dengan mata terbelalak Thian Sin melihat betapa Kim Hong melangkah seperti boneka berjalan menghampiri Sian-su. Dia masih meragukan apakah Kim Hong tidak bersandiwara? Akan tetapi kemudian dia teringat bahwa biarpun Kim Hong memiliki kepandaian ilmu silat yang tidak mungkin kalah dibandingkan dengan pendeta siluman itu, namun kalau pendeta siluman itu mempergunakan ilmu sihir, tentu Kim Hong akan celaka.

Dan agaknya kini gadis itu sudah berada di bawah pengaruh sihir. Agaknya untuk upacara ini, ketua Jit-sian-kauw itu menggunakan cara lain. Mungkin saja karena tadi sudah mengatakan untuk mengangkat anggauta baru itu menjadi pilihannya sebagai murid tersayang, maka kini upacaranyapun berbeda dengan yang sudah-sudah.

Setelah Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan ketua agama itu, Sian-su lalu memberkahi gadis itu dengan kedua tangannya di atas kepala Kim Hong, kemudian dengan gerakan halus membangunkan gadis itu, memegang tangannya dan menuntunnya ke dekat pondok-pondok emas kecil.

Akan tetapi di situ sekarang telah dihamparkan sebuah kasur dan kini Sian-su membimbingnya dan menyuruhnya terlentang di atas kasur. Kim Hong melakukannya tanpa ragu sedikitpun dan tubuh yang menggairahkan itu, dengan terbungkus gaun yang tipis sekali, kini telah terlentang di atas kasur dengan kedua kaki lurus dan kedua lengan disilangkan di depan perut.

Tujuh orang wanita yang membawa kelinci, pisau dan lain-lain telah maju berlutut dan Sian-su kini dengan gerakan perlahan seolah-olah hendak memperlihatkan pertunjukan yang amat menarik, mulai membukai kancing depan gaun itu! Dan memang pertunjukan itu amat menarik karena para tamu yang hadir menghentikan minum dan memandang dengan mata melotot dan pandang mata penuh nafsu!






Kalau pada murid biasa, darah kelinci hanya dikucurkan di atas kepala, maka pada murid pilihan ini, darah kelinci akan dikucurkan di atas badan yang telanjang!

Ketika kancing bagian atas membuka gaun dan memperlihatkan dada kekasihnya, Thian Sin sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Dengan teriakan melengking panjang dia meloncat ke tempat itu, lalu mengeluarkan bentakan yang penuh dengan kekuatan sihir untuk membuyarkan pengaruh sihir atas diri Kim Hong,

"Kim Hong sadarlah! Engkau berada di tangan musuh-musuh kita!"

Teriakan ini memang hebat bukan main dan seketika Kim Hong terbelalak dan sadar. Akan tetapi ia masih bingung dan kepalanya terasa pening sehingga ketika pada saat itu Sian-su menggerakkan tangan menotoknya dari jarak yang dekat, ia tidak mampu mengelak dan Kim Hong yang sudah bangkit duduk itu roboh kembali dalam keadaan tertotok.

Sementara itu, para anak buah Jit-sian-kauw sudah menerjang Thian Sin. Memang semua perlakuan terhadap Kim Hong tadi disengaja oleh Sian-su dalam usahanya unuk menguji kesetiaan Thian Sin. Ujian terakkir yang tentu saja amat berat bagi Thain Sin dan pendeta siluman yang amat cerdik itu tahu bahwa andaikata Pendekar Sadis berpura-pura, maka kepura-puraannya itu tentu akan terbongkar kalau menghadapi kekasihnya terancam.

Bagaimanapun juga, ketua Jit-sian-kauw ini masih sangsi dan merasa ragu-ragu apakah benar Pendekar Sadis dapat ditundukkannya dengan kekuatan sihir karena diapun sudah mendengar bahwa selain memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, juga pendekar itu kabarnya memiliki kepandaian ilmu sihir pula. Kalau pendekar itu tetap taat dan setia kepadanya ketika melihat keadaan Kim Hong, maka dia dapat merasa yakin bahwa dia telah benar-benar dapat menguasai Thian Sin dan dapat menarik pendekar itu menjadi pembantunya yang amat menguntungkan.

Dan kalau pendekar itu hanya pura-pura, maka tentu rahasianya akan tebongkar, dan untuk itu dia sudah mempersiapkan anak buahnya yang telah berjaga di situ sejak tadi, mengamati gerak-gerik Pendekar Sadis. Itulah sebabnya, ketika Thian Sin mengeluarkan suara melengking dan membentak, belasan anak buah Jit-sian-kauw telah menghadang dan mengeroyoknya, didahului oleh sambaran beberapa batang anak panah dari samping.

Lima batang anak panah yang dilepas oleh pasukan anak panah dari samping itu disusul pula oleh lima batang yang lain. Akan tetapi, lima batang anak panah pertama itu runtuh semua ketika Thian Sin menggerakkan tangan kiri dengan mengerahkan sin-kang sehingga ada hawa pukulan menyambar dan meruntuhkan lima batang anak panah itu sebelum senjata itu menyentuh tubuhnya, kemudian, sambil meloncat ke depan, dia memapaki lima batang yang lain dan kedua tangannya menangkapi lima batang anak panah ini dan langsung melontarkannya ke arah lima orang anggauta pasukan panah itu.

Terdengar teriakan-teriakan kesakitan ketika tiga orang di antara mereka itu roboh dengan dada tertusuk anak panah mereka sendiri, sedangkan dua orang yang lain mampu menghindarkan diri dengan elakan. Akan tetapi, belum sempat Thian Sin menerjang ke arah Sian-su, dia telah dikepung dan dikeroyok oleh belasan orang anak buah Jit-sian-kauw yang bertopeng tengkorak.

Mereka semua telah mengeluarkan bermacam senjata dan menyerang dari semua jurusan dengan maksud membunuh karena Sian-su telah memberi isyarat untuk membunuh lawan yang amat tangguh ini, yang ternyata sama sekali tidak pernah terpengaruh oleh sihirnya dan yang ternyata hanya pura-pura saja menyerah itu. Kini Thian Sin benar-benar mengamuk!

Melihat kekasihnya terancam penghinaan seperti itu, kemarahannya memuncak dan Pendekar Sadis memperlihatkan kelihaiannya. Dia tidak mau mengeluarkan pedangnya, melainkan menyambut hujan senjata itu dengan kedua tangan kosong saja. Akan tetapi tangan kosong yang bagaimana!

Seperti sepasang naga mengamuk saja kedua tangan Thian Sin itu ketika dia menghadapi pengeroyokan anak buah Jit-sian-kauw. Dia mengeluarkan semua ilmu yang dikuasainya untuk menghajar para anggauta Jit-sian-kauw itu. Biarpun mereka itu terdiri dari orang-orang yang berkepandaian tinggi, namun di tangan Pendekar Sadis mereka itu tiada bedanya seperti segerombolan anak-anak kecil saja.

Seorang anggauta yang agaknya memiliki dasar ilmu silat Siauw-lim-pai, menggunakan sebatang toya. Ilmu toya Siauw-lim-pai terkenal kuat sekali, didasari dengan gerakan yang mengandung tenaga lwee-kang sehingga ujung toya itu tergetar dan kelihatan menjadi banyak. Dengan gerakan mantap dan penuh tenaga, sambil membentak nyaring, pemegang toya ini menusukkan toyanya ke arah dada Thian Sin. Akan tetapi karena ujung toya itu tergetar sukarlah untuk diduga apakah benar dada yang diserang itu, ataukah tenggorokan atau pusar, atau juga lambung kanan kiri. Ada semua kemungkinan itu dan inilah lihainya permainan toya itu.

Namun, Thian Sin menghadapinya dengan tenang saja, bahkan menanti sampai toya itu mencium tubuhnya dan ternyata ujung toya itu mendarat pada lambungnya yang kiri. Begitu ujung toya mencium bajunya di lambung, Thian Sin menggerakkan tangan kirinya yang dimiringkan dan yang mengandung tenaga Thian-te Sin-ciang sepenuhnya itu, membacok ke bawah ke arah toya.

"Krakkk!"

Dan toya itu patah-patah menjadi tiga potong, kemudian sebelum pemegang toya yang merasa betapa telapak tangannya berdarah dan terkupas kulitnya itu sempat menguasai keadaannya, kaki Thian Sin sudah menendang orang dan orang itupun terlempar dan terbanting roboh, tidak mampu bangkit kembali.

Thian Sin masih ingat bahwa besar sekali kemungkinannya para anggauta Jit-sian-kauw ini bergerak di bawah pengaruh sihir atau setidaknya juga kepercayaan yang membuta terhadap Sian-su sehingga mereka itu tidak sadar bahwa mereka telah membantu seorang yang amat jahat. Mungkin sekali para anggauta ini adalah orang baik-baik yang telah terseret karena pandainya Sian-su mengambil hati dan menundukkan mereka.

Karena itu, maka Pendekar Sadis ini masih merasa kasihan untuk membunuh mereka dan tendangannya tadipun terarah dan terkendalikan sehingga biarpun orang itu tidak mampu bangkit lagi, namun tidak menderita luka yang dapat merenggut nyawaya, hanya patah tulang dan salah urat saja. Anggauta yang memegang toya itu terkenal di antara kawan-kawannya sebagai satu diantara lima murid utama dari Sian-su, maka melihat dia dalam segebrakan saja roboh, para pengeroyok itu menjadi gentar. Akan tetapi merekapun menyerbu dengan berbareng, tidak lagi berani maju satu-satu.

Thian Sin mengerling dengan ujung matanya dan melihat betapa Sian-su masih berdiri, dan hanya nonton pertempuran itu, sedangkan Kim Hong sudah rebah miring tak bergerak, dalam keadaan tertotok. Hatinya menjadi gelisah. Ingin dia cepat-cepat menyerang Sian-su dan menyelamatkan Kim Hong, apapun juga yang terjadi.

Hal ini membuat dia menjadi semakin marah kepada para anggauta yang mengepungnya. Ketika dia melihat tosu penghuni kuil, yang dikenalnya dari kebiasaannya memiringkan muka, kemarahannya memuncak. Dia tidak memperhatikan serangan yang datang bagaikan hujan itu, melainkan memutar tubuhnya dan melesat ke arah tosu itu sambil membentak,

"Tosu palsu keparat!"

Tubuhnya disambut oleh banyak senjata, akan tetapi gerakan tangannya yang mendorong dengan ilmu mujijat Hok-liong Sin-ciang itu sedemikian hebatnya sehingga lima orang yang senjatanya langsung bertemu dengannya itu terjengkang seperti dilanda angin ribut, tosu yang memakai topeng setan itu sudah menusukkan pedangnya ke arah dada Thian Sin.

Akan tetapi sebelum ujung pedangnya mengenai dada lawan, angin pukulan dari Hok-liong Sin-ciang sudah lebih dulu menyambutnya dan tosu ini mengeluarkan pekik mengerikan ketika tubuhnya terjengkang dan terbanting sedemikian kerasnya sehingga diapun tak berkutik, pingsan dan hampir mati kalau saja tadi Thian Sin tidak menahan tenaganya!

Gegerlah keadaan di ruangan atas itu. Beberapa orang tamu yang memiliki kepandaian silat sudah melangkah maju hendak membantu pihak tuan rumah, akan tetapi Sian-su memberi isyarat dan mereka itu hanya berkumpul di belakang Sian-su, dengan senjata di tangan.

Sikap mereka sudah jelas hendak melindungi dan membantu Sian-su kalau Pendekar Sadis berusaha menyerang ketua agama ini! Mereka itu rata-rata telah berjanji setia kepada Sian-su, tentu saja dengan keyakinan sepenuhnya bahwa mereka akan menikmati kesenangan dunia akhirat!

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: