*

*

Ads

Jumat, 05 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 11

Kanan dan kirinya adalah dinding batu yang dingin dan dan keras, sedangkan di sebelah depannya adalah dinding besi atau baja yang setebal lengan manusia. Dia telah terkurung!

Mendadak tempat itu menjadi terang sekali dan ternyata ada bagian dinding di luar jeruji besi itu yang terbuka. Sebuah pintu besi tiba-tiba saja muncul dan terbuka dan dari situlah datangnya cahaya terang itu. Agaknya sinar matahari dapat memasuki tempat yang diduganya tentu berada di bawah tanah ini. Agak silau juga mata Thian Sin sehingga terpaksa memejamkan kedua matanya tanpa mengurangi kewaspadaannya dan kini dia menjaga diri dengan mengandalkan ketajaman pendengaran telinganya.

Biarpun dia memejamkan kedua matanya, namun dia mengetahui dari pengaruh bahwa di luar jeruji besi itu terdapat sedikitnya sepuluh orang yang kesemuanya memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, terbukti dari gerakan kaki mereka yang gesit dan ringan ketika mereka itu datang mendekat.

Ketika dia membuka kedua matanya, dia melihat bahwa di luar jeruji itu berdiri dua belas orang. Semua orang itu memakai jubah sutera putih dengan gambar tengkorak merah di dada mereka dan muka mereka semua memakai topeng tengkorak!

Dengan sekilas pandang saja tahulah pemuda perkasa itu bahwa keadaannya sungguh terjepit dan tidak ada harapan baginya untuk dapat meloloskan diri mempergunakan kekerasan. Dia benar-benar berada di dalam bahaya, terjebak di dalam terowongan bawah tanah dan menghadapi banyak musuh yang agaknya tangguh juga. Akan tetapi, bukan watak Pendekar Sadis Ceng Thian Sin untuk berkecil hati dalam keadaan bagaimanapun juga.

Dia berdiri di tengah ruangan itu, menghadapi dua belas orang siluman sambil tersenyum lebar.

"Ha-ha, kiranya Siluman Guha Tongkorak yang disohorkan orang itu tiada lain, hanyalah sekumpulan tikus gunung yang hebatnya cuma mengandalkan lubang-lubang tikus jebakan dan pengeroyokan belaka!"

Belasan pasang mata di balik topeng-topeng tengkorak itu mengeluarkan sinar berkilat tanda bahwa mereka marah mendengar ucapan ini yang amat merendahkan dan menghina mereka. Seorang dari mereka yang berdiri di pinggir, berkata, suaranya halus namun penuh mengandung ancaman.

"Orang muda, engkau sudah tertawan dan nyawamu berada di telapak tangan kami, akan tetapi masih berani bersikap berani dan menghina. Engkau sungguh seorang muda yang gagah perkasa akan tetapi juga bodoh dan bosan hidup. Siapapun orangnya yang berani lancang memasuki daerah kami tanpa ijin, tentu mati. Akan tetapi karena Sian-su (Guru Dewa) ingin bertemu dan bicara denganmu, maka engkau selamat. Sekarang menyerahlah untuk kami bawa menghadap Sian-su, siapa tahu engkau akan diampuni. Akan tetapi kalau engkau melawan, tentu nanti akan dibunuh".

Orang itu memberi isyarat dengan tangannya dan sepuluh orang temannya tiba-tiba mengeluarkan busur dan anak panah, menodongkan anak panah ke arah Thian Sin. Lain orang diantara mereka melangkah maju, dan jeruji besi itu tiba-tiba saja tertarik ke atas, tentu digerakkan oleh alat rahasia yang tersembunyi. Orang yang bicara itu sendiri sudah mengeluarkan sebatang pedang, agaknya mereka bersiap-siap menyerang kalau Thian Sin menggunakan kekerasan.

Thian Sin tidak berpikir panjang untuk mengambil keputusan. Kalau dia menghendaki, kiranya dia akan mampu merobohkan dua belas orang ini dan lolos dari dalam kurungan pada saat kurungan itu dibuka.

Akan tetapi dia tahu bahwa perbuatan ini tidaklah bijaksana. Mereka ini hanyalah anak buah saja dan dia perlu bertemu dan berhadapan muka dengan pemimpinnya, yang disebut Sian-su oleh orang yang bicara tadi. Diapun dapat menduga bahwa yang bicara itu adalah tosu yang mengantarnya ke tempat itu. Hal ini dapat dikenalnya dari kedudukan kepala orang itu yang agak miring ke kiri. Kepala yang agak miring ke kiri itu dicatatnya sebagai tanda atau ciri dari tosu yang mengantarnya dan orang bertopeng inipun kepalanya agak miring ke kiri!

Dan andaikata dia bisa lolos dari sini, belum tentu dia akan dapat lolos dari terowongan ini. Mungkin banyak dipasang alat-alat jebakan yang berbahaya, dan dia sendiri belum tahu berapa banyaknya anak buah mereka dan sampai dimana kelihaian Sian-su mereka itu. Pula, dia ingin mengetahui sampai sedalamnya dan ingin menolong pula ibu dari dua orang anak. Kalau sekarang dia mengamuk, mungkin saja dia akan menggagalkan semua usahanya.

"Kepala kalian ingin bicara denganku? Baiklah, akupun ingin bicara dengan dia!" katanya dan dia membiarkan saja orang bertopeng yang masuk ke dalam ruangan tahanan itu membelenggu kedua pergelangan tangannya ke belakang.

Belenggu itu berupa rantai baja yang cukup kuat. Orang yang bertugas membelenggunya itu agaknya tahu akan tugasnya. Setelah membelenggu kedua pergelangan tangannya, dia lalu menggerakkan tangannya, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya untuk monotok jalan darah tiong-cu-hiat di tengkuk Thian Sin. Pendekar Sadis melihat dia tahu akan hal ini, akan tetapi dia tidak bergerak dan pura-pura tidak tahu saja.






"Tukk!"

Dua jari tangan itu dengan tepat menotok bagian dimana terdapat jalan darah tiong-cuhiat dan biasanya, totokan di tempat ini akan membuat orang yang ditotoknya roboh pingsan. Akan tetapi, orang bertopeng itu mengeluarkan seruan kaget ketika dua jari tangannya bertemu dengan kulit yang membungkus daging lunak, agaknya tanpa urat darah di situ, lunak sekali membuat totokannya itu meleset seperti menotok agar-agar saja!

Dan orang yang ditotoknya itu, sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda hendak pingsan, apa lagi pingsan, bahkan mengedipkan matapun tidak, seolah-olah totokannya tadi seperti seekor lalat yang hinggap saja!

Tentu saja orang bertopeng itu bukan hanya terkejut, melainkan juga malu dan penasaran sekali. Kalau dia tidak memakai topeng, tentu akan nampak betapa wajahnya berobah merah bukan main. Karena merasa betapa kulit daging tawanan itu tadi melunak lembek sekali, dia menduga bahwa orang ini mungkin tidak memiliki kepandaian apa-apa, atau memiliki ilmu melembekkan daging sehingga jalan darah yang ditotok itu dapat meleset ke sana-sini kalau ditotok.

Cepat dia menggerakkan lagi tangan kanannya dan kini dua jari tangannya itu menotok dengan pengerahan tenaga keras pula untuk melawan tenaga lembek lawan. Sekali ini, dia memilih jalan darah di belakang pundak, yaitu jalan darah hong-hu-hiat.

"Tukkk...!"

Sekali ini, orang bertopeng itu tak dapat menahan teriakannya, teriakan kesakitan karena dua buah jari tangannya itu seperti akan patah-patah tulangnya.

Totokannya dengan pengerahan tenaga tadi bertemu dengan kulit yang sedemikian kerasnya, seperti kulit baja tulen saja sehingga dua jari tangannya terasa nyeri bukan main.

Kini orang kedua yang bertubuh tinggi besar itu menghampiri Thian Sin. Tiba-tiba dia mengeluarkan teriakan nyaring dan tangan kirinya sudah bergerak ke depan dan jari-jari tangannya sudah menotok ke arah dada Thian Sin. Gerakannya mantap dan kuat.

Melihat gerakan ini, tahulah Thian Sin bahwa orang tinggi besar ini menggunakan Ilmu Totok Tiam-hwe-louw, yaitu ilmu totok dari perguruan Siauw-lim-pai! Seperti juga tadi, dia pura-pura tidak tahu akan tetapi diam-diam mengerahklan sin-kang ke arah dada yang ditotok.

"Dukk!"

Dan orang tinggi besar itupun meloncat ke belakang sambil menahan teriakannya karena jari tangannya bertemu dengan benda keras yang panas sekali!

Beberapa orang lain maju dan menotok tubuh Thian Sin, mempergunakan bermacam cara, namun semuanya gagal. Dan Thian Sin sendiri menjadi terkejut. Orang-orang ini ternyata terdiri dari berbagai aliran perguruan silat, dan beberapa orang di antaranya adalah murid dari partai-partai bersih seperti Siauw-lim-pai dan Thian-san-pai. Tentu saja hal ini membuat dia merasa heran bukan main.

"Hemm, orang muda, agaknya engkau memiliki Ilmu I-kiong-hoan-hiat (Memindahkan Jalan Darah). Akan tetapi di depan kami tiada gunanya engkau berlagak," kata orang pertama atau orang yang diduga oleh Thian Sin tentu tosu itu. Kini orang ini menggerakkan tangan menotok dengan cara aneh, yaitu tanpa memilih jalan darah.

Thiant Sin tahu bahwa ini adalah Ilmu Totok Coat-meh-hoat dari Bu-tong-pai! Sekali ini Thian Sin ingin memperlihatkan kelihaiannya, juga ingin memberi pelajaran kepada orang yang memandang rendah kapadanya ini, maka begitu totokan tiba, dia sengaja melontarkan tenaga sin-kang dari tempat yang ditotok,

"Dukkk!"

Orang yang menotok itu mengaduh dan melangkah mundur, memegangi tangannya yang tadi menotok karena buku-buku tulang jari tangannya terasa remuk dan salah urat!

Semua orang bertopeng yang berada di situ siap dengan anak panah mereka. Thian Sin melihat hal ini dan diapun berkata,

"Aku sudah membiarkan diriku dibelenggu, kenapa kalian masih menghinaku? Kalau aku tidak ingin bertemu dengan pimpinan kalian, apakah semudah ini kalian dapat membelengguku? Nah, tidak perlu main-main dengan totokan lagi, mari bawa aku kepada pimpinan kalian!"

Sepasang mata di balik topeng itu memandang ragu dan agaknya kini mereka semua baru tahu bahwa tawanan muda itu sesungguhnya adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan bahwa sejak tadi telah mempermainkan mereka dengan membiarkan mereka menotoknya berganti-ganti!

Pemimpin kelompok itu lalu memberi isyarat dan tanpa banyak cakap lagi Thian Sin lalu diiringkan keluar dari tempat itu. Seorang anggauta sebagai petunjuk jalan berjalan di depan, diikuti oleh Thian Sin yang dibelenggu kedua tangannya. Di belakang Thian Sin berjalan si pemimpin yang menodongkan pedangnya di tengkuk tawanan itu dan di belakangnya berbaris sepuluh orang anak buah yang menodongkan anak panah.

Sementara itu, dari lampu-lampu yang dipasang di sepanjang lorong terowongan, maklumlah Thian Sin bahwa hari telah berganti malam. Jalan terowongan itu makin menaik dan dia melihat banyak sekali kamar-kamar di kanan kiri, ada yang kosong akan tetapi ada pula yang isi karena dia mendengar suara orang-orang, laki-laki dan wanita, dari dalam kamar-kamar itu.

Akhirnya dia tiba di sebuah ruangan yang luas sekali dan melihat dindingnya yang dari batu dan langit-langitnya yang juga dari batu, dia menduga bahwa tentu dia masih berada di bawah tanah, biarpun tanah pegunungan karena dia tentu telah mendaki cukup tinggi sekarang. Ruangan itu diterangi cahaya banyak lampu, dan disitu telah berkumpul banyak orang.

Dengan pandang matanya, Thian Sin menyapu ruangan itu dan diam-diam dia merasa heran. Disitu berkumpul sedikitnya dua puluh lima orang, akan tetapi orang-orang biasa dan rata-rata mereka berpakaian sebagai orang-orang hartawan, bahkan ada yang sikapnya seperti orang berpangkat, dan ada beberapa orang pula yang sikapnya seperti seorang ahli silat atau pendekar!

Mereka semua memandang kepadanya dengan sinar mata orang memandang seorang penjahat atau seorang pengacau! Ada pula belasan orang lagi yang berpakaian seperti siluman tengkorak, berdiri dan berjaga di sekitar tempat itu. Di belakang ruangan itu terdapat anak tangga menuju ke atas, lebar dan lantainya ditutup permadani merah.

Akan tetapi kini yang menjadi perhatian Thian Sin adalah seorang laki-laki yang memakai jubah sutera putih dengan gambar tengkorak darah di dadanya. Jubah yang serupa dengan yang dipakai oleh para anggautanya, akan tetapi ada perbedaan potongannya, karena yang dipakai orang ini agak longgar seperti jubah pendeta dengan lengan baju yang panjang dan lebar, dan kalau para anggauta itu mengenakan ikat pinggang putih, orang ini memiliki ikat pinggang yang keemasan.

Topeng yang menutupi mukanya juga topeng tengkorak, akan tetapi kalau para anggauta itu topengnya nampak jelas, orang ini seolah-olah tidak bertopeng, melainkan mukanya memang muka tengkorak, kulit membungkus tulang belaka! Dan sepasang matanya mencorong menakutkan.

Thian Sin dapat menduga bahwa orang ini menggunakan topeng dari kulit tipis, akan tetapi dia harus mengaku dalam hati bahwa orang ini merupakan lawan yang tidak boleh dipandang ringan karena dari pandang matanya itu berpancar kekuatan yang dia tahu kekuatan ilmu hitam atau sihir!

Mereka yang mengiringkan Thian Sin kini berhenti dan Thian Sin dibiarkan berdiri di tengah ruangan. Pemuda ini berdiri tegak dengan kedua tangan dibelenggu ke belakang. Suasana dalam ruangan itu seperti sedang pesta atau menjamu tamu-tamu, dan agaknya perjamuan itu baru akan dimulai. Dia merasa betapa dia telah mengganggu sebuah perjamuan, karena dia melihat kemarahan dan kejengkelan pada wajah orang-orang yang hadir disitu. Tiba-tiba yang memakai jubah dan topeng siluman itu bangkit dari tempat duduknya dan ternyata tubuhnya cukup jangkung.

"Ahh, kita telah kedatangan seorang tamu kehormatan! Cu-wi yang hadir hendaknya melihat baik-baik, bukankah benar bahwa tamu kita ini adalah Pendekar Sadis atau Sang Pangeran Ceng Thian Sin?"

Thian Sin terkejut bukan main. Dia mengerling ke arah para hadirin dan melihat beberapa orang diantara mereka mengangguk-angguk membenarkan. Dia telah dikenal orang! Tentu mereka itu adalah orang-orang penting dan setelah kini dia memperhatikan mereka, dia melihat bahwa diantara mereka itu terdapat pembesar-pembesar yang pernah dilihatnya di kota raja!

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: