*

*

Ads

Kamis, 04 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 10

Ke manakah perginya Ceng Thian Sin? Apa yang dikhawatirkan oleh Kim Hong memang benar. Pemuda itu sudah pasti akan kembali ke dalam hutan seperti yang telah dijanjikannya kepada Kim Hong kalau tidak ada hal yang membuatnya tidak mungkin melakukan hal itu.

Seperti telah kita ketahui, setelah bertemu dengan Cia Liong dan Cia Ling kemudian mendengar pesan terakhir dari Kwee Siu, setelah mengubur jenazah pendekar itu, Thian Sin lalu membagi tugas dengan kekasihnya. Dia menyuruh Kim Hong menyelamatkan dua orang anak itu dan menitipkannya kepada orang di tempat aman, kemudian dia sendiri lalu mencari jejak siluman yang telah membunuh Kwee Sin.

Jejak itu membawanya ke daerah Guha Tengkorak. Akan tetapi setelah tiba di kaki bukit dimana terdapat tebing Guha Tengkorak, seperti juga Kim Hong, dia melihat kuil kuno itu dan hatinya tentu saja tertarik sekali. Dia sendiri belum tahu dimana adanya Guha Tengkorak, tidak tahu bahwa daerah guha itu terdapat di atas tebing, maka diapun lalu turun dari atas punggung kudanya dan menuntun kuda itu mendaki bukit menuju ke kuil yang berdiri di puncak bukit.

Ketika dia tiba di depan kuil, dia melihat seorang tosu sedang menyapu pelataran depan kuil itu. Tosu itu berhenti menyapu dan menyambut kedatangan pemuda itu dengan pandang mata heran.

"Maaf totiang kalau saya mengganggu ketenteraman tempat ini," kata Thian Sin sambil menjura dengan hormat.

Tosu itu membalas dengan anggukan dan kedua tangan dirangkap di depan dada.
"Siancai...! Sungguh merupakan hal yang amat mengherankan melihat tempat ini kedatangan tamu seperti kongcu!" jawab tosu itu yang bukan lain adalah tosu yang kemudian mengaku bernama Siok Cin Cu kepada Kim Hong. "Bagaimanakah kongcu dapat tiba di tempat yang terasing ini dan apakah gerangan keperluan kongcu bersusah payah mendaki tempat ini?"

"Maaf, totiang. Saya mohon petunjuk totiang tentang tempat yang dinamakan Guha Tengkorak. Saya mencari tempat itu."

Tosu itu tidak memperlihatkan perobahan pada wajahnya, namun pandang matanya bersinar dan tentu saja sedikit hal ini tidak terlewat dari ketajaman pandang mata Thian Sin.

"Guha Tengkorak...?"

"Benar, apakah totiang mengetahui tempat itu?"

Kakek itu mengangguk lalu memandang kepada wajah pemuda itu dengan ragu-ragu.
"Tapi... ada keperluan apakah kongcu datang ke tempat seperti itu?"

"Tempat seperti itu? Apa yang totiang maksudkan? Ada apakah dengan
tempat itu?" Thian Sin balas bertanya.

Tosu itu nampak bingung oleh serangan kata-kata Thian Sin ini, lalu menggeleng kepala.

"Tidak apa-apa, hanya... selama bertahun-tahun ini belum pernah pinto melihat ada orang mencari tempat itu, maka pinto merasa terkejut dan heran ketika tiba-tiba kongcu muncul dan mencari tempat itu."

Jawaban yang teratur sekali, pikir Thian Sin. Menghadapi tosu yang pintar ini tidak ada gunanya berputar lidah, maka diapun lalu berkata,

"Sesungguhnya saya hendak menyelidiki Guha Tengkorak dan hendak mencari Siluman Guha Tengkorak, totiang."

Kini tosu itu nampak terkejut dan agaknya dia tidak menyembunyikan rasa kagetnya mendengar disebutnya Siluman Guha Tengkorak. Akan tetapi dia menentang pandang mata Thian Sin yang tajam penuh selidik itu, lalu menarik napas panjang.

"Siancai... jangan-jangan kongcu menyangka bahwa pintolah orangnya yang terkenal dengan sebutan Siluman Guha Tengkorak!"

Thian Sin diam-diam kagum akan kecerdikan orang ini dan dia semakin waspada. Dia tersenyum ramah dan berkata,

"Baru saja aku mendengar nama itu, totiang, tentu saja aku tidak berani menuduh dan menduga sembarangan. Dan karena totiang juga mengenal nama itu, maka aku mohon petunjuk totiang dimana kiranya aku bisa menemukan siluman itu. Dimana dia tinggal? Apakah di Guha Tengkorak dan dimana letak guha itu?"






Kakek itu kembali menghela napas.
"Siapa yang tidak mendengar namanya, kongcu? Akan tetapi siapa pula yang tahu dimana tempat tinggalnya? Baru kurang lebih sebulan lamanya, pasukan keamanan bersama banyak pendekar telah datang kesini dan mereka mencari di daerah tebing Gu-ha Tengkorak akan tetapi tidak berhasil menemukan apa-apa."

Thian Sin mengangguk-angguk.
"Ah, jadi nama itu sudah terkenal sekali dan dicari oleh pasukan keamanan dan para pendekar, totiang?"

Kakek itu mengangguk-angguk.
"Mungkin begitu. Pinto sendiri yang selamanya bertapa disini tidak tahu menahu akan hal itu. Baru setelah pasukan itu mencari di daerah ini pinto tahu bahwa semenjak dua tiga bulan ini nama itu dikenal orang. Akan tetapi apakah benar dia berada disini, tidak seorangpun tahu. Maka, pinto rasa akan percuma saja kalau kongcu mencarinya, dan pula, amat berbahaya, kongcu."

Thian Sin memandang tajam.
"Kenapa berbahaya, totiang?"

"Pinto sudah mendengar berita dari pasukan itu bahwa orang ini amat lihai, ilmu kepandaiannya seperti dewa... dan guha-guha itu merupakan tempat berbahaya, kabarnya keramat dan siapa berani memasukinya takkan dapat keluar lagi."


"Aku tidak takut, totiang. Harap totiang suka menunjukkan dimana tempatnya dan kalau memang benar Siluman Guha Tengkorak berada disitu, totiang tidak usah ikut campur, biarlah aku sendiri yang akan menghadapinya."

Kakek itu memandang kepada Thian Sin dari kepala sampai ke kaki, kemudian mengangguk-angguk.

"Ah, kiranya kongcu adalah seorang pendekar muda yang gagah berani. Baiklah kalau begitu, mari pinto antar sampai di tempatnya. Akan tetapi tak mungkin membawa kuda mendaki tempat itu dan setelah tiba disana, pinto akan segera kembali."

"Terima kasih, totiang,"

Thian Sin berkata girang dan tosu itu menyuruh dia menambatkan kuda di belakang kuil.

Berangkatlah mereka mendaki tebing yang curam itu dan akhirya Thian Sin berdiri memandang dinding batu karang yang penuh dengan guha yang menyeramkan, guha-guha yang sebagian besar berbentuk tengkorak manusia. Tempat yang amat sunyi dan tidak ada tanda-tanda bahwa di tempat itu ada manusianya.

"Guha-guha itu telah diperiksa oleh pasukan akan tetapi tidak ada hasilnya," kata tosu itu dengan suara datar dan terdengar dingin.

"Lalu kenapa mereka mengejar dan mencari ke tempat ini, totiang?"

"Itulah, mungkin karena desas-desus bahwa orang yang mereka cari-cari itu kelihatan memasuki gua itu," kakek itu menudingkan telunjuknya ke arah sebuah guha, nomor tiga dari kiri yang juga mirip tengkorak bentuknya.

"Nomor tiga dari kiri itu?"

"Betul. Nah, sudahlah, pinto terpaksa harus meninggalkan kongcu seorang diri disini. Ataukah kongcu sudah berbalik pikir dan hendak ikut turun kembali bersama pinto?"

Thian Sin memaksa tersenyum.
"Kalau totiang mengira bahwa aku menjadi jerih atau takut setelah mendengar cerita totiang atau setelah melihat tempat ini, totiang salah duga. Tidak, aku akan mencari Siluman Guha Tengkorak dan aku yakin pasti akan dapat menemukan dia disini kalau memang benar disini tempat tinggalnya."

Pemuda perkasa itu melihat betapa sinar pandang tosu itu seperti orang tersinggung, akan tetapi tosu itu segera menundukkan mukanya.

"Siancai, semoga kongcu tidak menemui halangan apapun." Dan tosu itupun lalu membalikkan tubuhnya dan turun kembali dari atas tebing.

Setelah tosu itu lenyap di tikungan tebing yang curam itu, Thian Sin lalu berloncatan cepat sekali menghampiri guha-guha di sebelah kiri. Dia memeriksa guha-guha itu, dari guha pertama sampai lima buah guha banyaknya dan mendapatkan kenyataan bahwa guha ke tiga itu memang yang terbesar dan dalam. Dia lalu memasuki guha ke tiga ini, sebuah guha yang dalamnya tidak kurang dari dua puluh meter dan lebarnya ada empat meter. Guha ini merupakan ruangan yang cukup luas akan tetapi tentu saja tidak enak untuk dijadikan tempat tinggal karena lantainya terdiri dari batu-batu yang tidak rata dan bahkan makin mendalam makin menurun, merupakan lereng dan juga tajam-tajam seperti batu karang di lautan.

Dengan amat waspada dan hati-hati sekali, Thian Sin memeriksa guha ini. Dipandang sepintas lalu saja, tidak mungkin ada yang bersembunyi disini, karena walaupun guha itu merupakan tempat yang terasing akan tetapi sungguh amat tidak enak untuk dijadikan tempat tinggal.

Akan tetapi Thian Sin memeriksa ruangan yang gelap itu dan tiba-tiba dia menemukan sebuah terowongan di sudut kanan, tempat yang paling gelap. Kalau tidak mendekat dan meraba, sukar untuk menemukan terowongan ini. Dia tidak segera masuk, melainkan memeriksa dengap seksama. Kalau memang tempat ini pernah diperiksa pasukan, tidak mungkin kalau pasukan tidak menemukan terowongan ini.

Ketika dia memeriksa dengan meraba-raba di bagian ambang pintu terowongan jantungnya berdebar meraba papan besi di balik batu yang agaknya tadinya menutup terowongan itu.

Jelaslah bahwa terowongan ini merupakan pintu rahasia yang belum lama dibuka orang. Kalau pintu itu dikembalikan di tempatnya, maka akan lenyap dan dinding di sudut itu akan lenyap dan dinding di balik batu itu ada terowongannya. Dan tentu saja, sedikitpun tidak orang yang nampaknya menjadi satu dengan dinding guha. Penemuan yang kebetulan saja? Ataukah umpan jebakan?

Apapun juga, inikah jalan satu satunya, pikir Thian Sin dan aku akan mencari siluman itu sampai dapat! Setelah mengambil keputusan ini, dengan tabah Thian Sin lalu memasuki terowongan yang gelap itu. Terowongan itu cukup besar walaupun dia harus memasukinya dengan tubuh agak membungkuk.

Akan tetapi ternyata lantainya lebih rata dari pada lantai di ruangan depan guha itu. Hal ini mendatangkan dugaan bahwa tempat ini memang sengaja dibuat orang. Ketika dia melangkah maju dengan hati-hati di tempat yang remang-remang dan semakin gelap itu, kurang lebih duapuluh langkah, tiba-tiba terdengar suara keras di belakangnya!

Thian Sin cepat membalikkan tubuhnya dan siap siaga menghadapi serangan, akan tetapi tidak terjadi sesuatu kepada dirinya. Suara keras itu diikuti kegelapan yang menelan dirinya dan tahulah Thian Sin bahwa ada alat rahasia menggerakkan batu yang kini menutup lubang terowongan!

Dia menahan senyum dan tidak mau memperlihatkan kepanikan dengan kembali ke mulut terowongan mencoba membuka pintu itu. Tidak, biarpun dia telah terjebak, dia harus terus ke dalam dan menghadapi bahaya apapun juga! Maka Thian Sin dengan sikap tenang sekali melanjutkan perjalanannya, melalui jalan terowongan yang gelap itu, melaju terus dan mencurahkan seluruh panca inderanya untuk menghadapi kalau-kalau ada bahaya serangan dari sekelilingnya.

Lantai terowongan itu tetap rata, bahkan kalau turun ada anak tangganya yang rapi. Terowongan itu berbelak-belok dan menurut perhitungan Thian Sin, jarak yang ditempuhnya semenjak dia memasuki terowongan tidak kurang dari satu li! Akan tetapi diapun maklum bahwa tempat itu masih berada di dalam daerah Guha Tengkorak, karena biarpun jauh, terowongan itu berlika-liku.

Dengan merentangkan kedua lengannya, dia dapat mengukur lebar sempitnya terowongan itu, juga tinggi rendahnya langit-langit karena dia harus selalu menjaga agar jangan sampai kepalanya terbentur batu karang yang bergantungan dari langit-langit.

Ketika dia tiba di sebuah ruangan persegi empat, dia berhenti, meraba-raba dengan kedua tangannya karena dia merasa bahwa dia tiba di tempat yang lebih lebar dan luas. Dan tiba-tiba terdengar suara seperti besi bertemu dengan batu. Karena keadaan tetap gelap, Thian Sin tidak berani sembarangan bergerak, melainkan berdiri dan siap siaga untuk melindungi tubuhnya.

Akan tetapi tidak terjadi sesuatu pada dirinya, tidak ada serangan yang datang walaupun tadi dia merasakan ada sambaran angin dari benda-benda yang bergerak cepat dan kuat. Dan suara hiruk-pikuk tadipun sudah berhenti lagi.

Thian Sin menduga bahwa tentu terjadi pergerakan yang merupakan jebakan seperti ketika pintu batu terowongan tadi menutup. Dengan hati-hati kakinya meraba-raba ke depan, demikian pula jari tangan kirinya sedangkan tangan kanannya siap siaga untuk menangkis atau menyerang. Dan kaki serta tangan kirinya itu menemukan kenyataan bahwa kini dirinya telah terkurung!

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: