*

*

Ads

Kamis, 04 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 09

"Pinto mempunyai seorang susiok (paman guru) yang pandai melihat hal-hal jauh, pandai melihat hal-hal yang telah lampau. Susiok tentu akan dapat membantu kita memberi tahu bagaimana keadaan kongcu sekarang dan dimana dia berada."

Kim Hong tidak mau mempercaya segala macam ketahyulan dan segala macam ilmu ramalan ini. Yang penting ia harus turun tangan mencari dan kalau perlu menolong Thian Sin. Tentu telah terjadi sesuatu dengan pemuda itu.

"Tidak, totiang, aku mau mencarinya sendiri. Mari totiang tunjukkan dimana tempatnya. Totiang tidak usah mencampuri, aku akan mencarinya sendiri."

Kakek itu menarik napas panjang dan setelah menggeleng-geleng kepalanya diapun berkata,

"Siancai... orang-orang muda sekarang sungguh mempunyai hati yang keras dan berani. Selama ini pinto hidup tenteram disini, akan tetapi sekarang pinto melihat orang-orang muda seperti kongcu dan nona berani menempuh bahaya. Sungguh membuat hati pinto berduka dan penasaran. Marilah, nona, pinto antarkan ke daerah Guha Tengkorak."

Berangkatlah mereka dan ternyata jalan yang mereka lalui sekarang jauh lebih sukar dari pada jalan menuju ke kuil kuno yang dilalui Kim Hong seorang diri tadi. Dan disini dara perkasa itu mendapatkan kenyataan bahwa dugaannya memang benar, tosu itu bukan seorang lemah karena dapat berjalan melalui jalan yang sukar, terjal dan licin, dan untuk dapat melalui jalan seperti ini membutuhkan gin-kang yang lumayan. Maka, di tengah perjalanan mendaki tebing iapun tidak dapat menahan keinginan tahunya.

"Kulihat totiang bukan seorang lemah dan juga memiliki ilmu kepandaian, kenapa totiang begitu ketakutan terhadap Guha Tengkorak? Ada apanya sih disana?"

Pendeta itu berhenti dan berpegang pada batu karang yang menonjol.
"Aih, apa sih artinya kepandaian manusia kalau harus berhadapan dengan para siluman?"

Lalu dia berjalan lagi dan sekali ini dia bergerak lebih cepat, agaknya hendak meninggalkan Kim Hong atau menurut persangkaan dara itu, si tosu sengaja memperlihatkan kepandaian atau sengaja hendak mencoba dan mengujinya.

Kim Hong tentu saja menganggap perjalanan itu mudah saja dan kalau ia mau, ia dapat bergerak cepat, jauh lebih cepat dari pada si tosu. Akan tetapi ia tidak mau memamerkan kepandaian dan iapun bergerak mengikuti tosu itu saja. Akhirnya, tibalah mereka di daerah berbatu-batu, di depan mereka terbentang dinding batu karang yang tinggi dan penuh dengan guha-guha yang bentuknya menyeramkan, karena banyak di antara guha guha itu yang bentuknya seperti tengkorak manusia.

"Inikah Guha Tengkorak...?"

Kim Hong bertanya, seperti kepada diri sendiri ketika melihat kakek itu berhenti bergerak dan memandang ke arah dinding karang yang tinggi dan panjang itu.

Memang tempat itu amat sunyi dan kering kerontang, tempat yang terpencil dan sukar sekali didatangi. Tempat yang patut menjadi tempat sembunyi sebangsa siluman atau setidaknya para penjahat besar yang hendak menghindarkan diri dari pengejaran.

"Lalu di guha yang manakah temanku itu masuk?”

"Di guha yang sana itu, nona. Tapi... tapi nona jangan masuk... ah, berbahaya sekali, nona."

"Bagaimana totiang tahu bahwa masuk ke sana berbahaya?" Kim Hong bertanya secara tiba-tiba dan menatap tajam wajah kakek itu.

"Bukankah kongcu masuk ke sana dan tidak keluar lagi? Bagaimana kalau nona juga tidak keluar lagi?"

"Sudahlah, lebih baik totiang kembali saja dan biarkan aku sendiri mencari temanku. Jadi, di guha itu masuknya?"

"Benar, nona. Dan pinto akan menanti di sini..." Kim Hong sudah berloncatan menuju ke guha yang ditunjukkan oleh kakek itu.

Sebuah guha yang bentuknya seperti tengkorak dan kelihatan hitam gelap karena sinar matahari tidak dapat memasukinya. Ia bersikap waspada, mengerahkan sin-kangnya dan memasuki guha itu dengan seluruh urat syaraf tubuhnya siap siaga menghadapi segala kemungkinan. Di tempat seperti ini mungkin saja dipasangi alat-alat rahasia dan jebakan-jebakan, pikirnya.

Akan tetapi kkhawatirannya itu tidak terbukti. Di dalam guha itu tidak ditemukan apa-apa. Guha yang lebar dan dalam, akan tetapi kosong dan penyelidikannya terbentur pada dinding-dinding batu guha itu. Tidak terdapat terowongan atau pintu rahasia, tidak terdapat jebakan-jebakan dan di situ ia tidak menemukan jejak Thian Sin.

Dengan kecewa iapun keluar lagi dan ternyata tosu itu masih menanti di tempat yang tadi. Melihat ia muncul kembali, tosu itu cepat menghampiri.

“Siancai... siancai... sungguh gembira sekali hati pinto melihat nona keluar dalam keadaan selamat!"

"Totiang, benarkah temanku itu masuk ke dalam guha ini?"






"Benar, nona."

"Tapi, tidak kutemukan apa-apa di dalamnya. Guha biasa dan tidak ada jalan tembusan. Bagaimana mungkin temanku itu lenyap begitu saja di dalamnya?"

"Aih, nona, di tempat seperti ini...apakah yang tidak mungkin? Siapa tahu akan rahasianya. Yang dapat membantu dan menerangkan nona pinto rasa hanyalah susiok pinto itu seorang. Kalau nona mau, mari pinto antarkan nona ke sana menjumpainya."

Hati Kim Hong mulai tertarik. Kalau ia sendiri harus mencari tanpa adanya jejak sama sekali, mana mungkin? Tempat ini penuh dengan guha-guha dan daerah ini berbatu-batu, tidak nampak sedikitpun jejak Thian Sin. Pemuda itu lenyap secara aneh di dalam guha yang biasa saja. Ataukah kakek ini yang berbohong kepadanya? Dan kakek ini menjanjikan bantuan melalui seorang susioknya yang pandai ilmu sihir. Hemm, sungguh mencurigakan, dan menarik.

Ada dua kemungkinan yang menguntungkan baginya, pertama, siapa tahu kalau-kalau paman guru dari pendeta ini benar-benar sakti dan dapat memberitahu dimana adanya Thian Sin, ke dua, andaikata pendeta ini berbohong, tentu ada sebabnya dan tentu ada hubungannya dengan lenyapnya Thin Sin. Inilah agaknya jejak satu-satunya yang harus ditelusurinya dan dihadapinya, walaupun bukan tidak mungkin ia akan menghadapi bahaya. Untuk menolong Thian Sin, ia sanggup manghadapi bahaya yang bagaimanapun juga besarnya.

"Baiklah, totiang. Tentu saja aku mau memperoleh bantuan untuk dapat menemukan sahabatku itu. Akan tetapi aku belum mengenal totiang dan susiok dari totiang itu..."

"Nama pinto Siok Cin Cu dan sudah bertahun-tahun pinto bertapa di kuil itu, hidup tenteram sampai munculnya kongcu dan nona. Adapun susiok pinto itu adalah seorang pertapa tua yang tidak lagi mau dikenal namanya, akan tetapi tentu saja nona boleh mencoba untuk bertanya kepada beliau kalau berhadapan sendiri. Beliau tidak lagi mau berurusan dengan orang luar, akan tetapi kalau pinto yang membawa nona menghadap, tentu beliau akan mau menolong nona. Hanya susiok sajalah yang akan dapat mengetahui dimana adanya teman nona itu. Marilah, nona."

Kim Hong mengikutinya dan diam-diam ia berpikir. Mengapa tosu ini tidak pernah menanyakan namanya atau nama Thian Sin? Sikap ini menunjukkan sikap tidak perduli, akan tetapi di lain pihak, kakek ini mau bersusah payah mengantar mereka ke guha dan juga kini berusaha untuk menolong dengan membawanya kepada susioknya. Ini menunjukkan sikap yang sangat perduli.

Dan bilamana ada sikap yang amat bertentangan ini, tentu ada apa-apanya! Atau tosu ini memang orang aneh sekali atau memang bermain sandiwara. Dan sebaiknya kalau iapun ikut saja bermain sandiwara agar dapat melihat apa yang sedang terjadi di balik layar.

Gubuk kecil itu berada di atas bukit di balik dinding batu karang. Letaknya mengingatkan Kim Hong pada kuil tempat tinggal Siok Cin Cu, yaitu di puncak bukit dari mana dapat nampak pemandangan di bawah, sampai ke permukaan Sungai Fen-ho dengan jelasnya. Sebuah tempat penjagaan yang amat baik, seperti juga di kuil itu, pikir Kim Hong. Mereka tiba di depan gubuk kecil panjang itu menjelang sore.

"Harap nona menanti sebentar di luar, pinto hendak menghadap dan membujuk susiok agar suka menerima nona”.

Kim Hong mengangguk, akan tetapi ketika tosu itu memasuki pintu depan pondok, ia cepat mempergunakan gin-kangnya untuk menyelinap mendekati pondok dan memasukinya dari belakang.

Pondok itu kecil akan tetapi panjang dan ketika ia mendengar suara orang bercakap-cakap dari ruangan dalam, ia cepat mengintai dari balik jendela. Ia melihat sebuah ruangan panjang yang gelap, dan Siok Cin Cu telah berada di situ, berlutut di atas lantai di depan seorang pendeta lain yang duduk di tempat yang gelap, hanya nampak bentuk tubuhnya saja yang jangkung dan sepasang matanya yang seperti mencorong di dalam gelap.

Pendeta itu, yang dapat dikenal dari pakaiannya yang seperti jubah kebesaran, duduk bersila di atas bantalan bundar, tidak bergerak seperti arca yang menyeramkan karena matanya seperti mata harimau, atau seperti mata setan.

"Susiok, harap susiok memaafkan teecu yang lancang datang menghadap. Teecu mengantar seorang nona yang sedang menghadapi kegelisahan besar karena ia kehilangan seorang sahabatnya. Teecu mohon kerelaan hati susiok untuk memberi petunjuk kepadanya."

"Siancai... siancai... siancai...! Orang-orang muda yang ceroboh, terlalu mengandalkan kepandaian sendiri untuk mencampuri urusan orang lain. Sungguh berani sekali mereka itu menentang siluman-siluman Guha Tengkorak... siancai...! Akan tetapi karena engkau telah mengajak nona itu ke sini, Siok Cin Cu, biarlah akan kucoba menolongnya. Suruh ia masuk."

Setelah melihat dan mendengar ini, cepat Kim Hong meloncat keluar lagi dan jantungnya berdebar heran. Bagaimana kakek itu dapat mengetahui bahwa ia dan Thian Sin menentang siluman-siluman Guha Tengkorak? Melihat sikap Siok Cin Cu ketika menghadap tadi, keraguannya bahwa pendeta itu menipunya mulai berkurang dan mulailah ia percaya bahwa susiok dari pendeta itu boleh jadi memang memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa.

Ketika tosu itu muncul, Kim Hong berlagak seperti sedang melihat-lihat keadaan di bawah bukit. Ia mendapat kenyataan bahwa dari bukit itu, seperti juga dari kuil si tosu, bagian bawah dari daerah Guha Siluman dapat nampak sehingga setiap ada orang yang mendaki menuju ke tempat itu, tentu dapat terlihat dari kedua tempat ini.

"Nona, sungguh beruntung sekali. Susiok mau menerimamu. Mari, nona, silakan masuk."

Kim Hong mengangguk dan mengikuti tosu itu masuk ke dalam pintu depan dan begitu masuk, ia melihat betapa rumah itu di sebelah dalamnya gelap karena semua jendela tertutup. Hanya ada sedikit sinar yang menerobos masuk melalui celah-celah dinding, membuat cuaca di dalam ruangan dalam rumah itu remang-remang.

"Silahkan, nona," bisik Siok Cin Cu yang memberi isyarat kepada dara itu untuk maju ketika mereka tiba di ruangan yang tadi diintai oleh Kim Hong,

Kim Hong masih bersikap waspada. Seorang pendekar harus tidak pernah meninggalkan kecurigaan dan kewaspadaannya, demikianlah pelajaran yang ditekankan di dalam hatinnya sejak dahulu oleh orang tuanya.

Maka, biarpun ia mulai percaya kepada Siok Cin Cu yang dianggapnya tidak mempunyai iktikad buruk, tetap saja dara perkasa ini bersikap waspada dan selalu siap menghadapi bahaya dari manapun juga datangnya. Ia memandang kepada sosok tubuh yang duduk bersila di sudut ruangan, lalu menjura kepada sosok tubuh itu.

"Ah, selamat datang, nona. Silahkan duduk dan maafkan, disini pinto tidak mempunyai kursi dan meja, terpaksa duduk diatas lantai saja. Silahkan." Sosok tubuh itu berkata
tanpa bergerak.

"Terima kasih, locianpwe," jawab Kim Hong yang duduk bersimpuh di atas lantai dan mempergunakan tangannnya menekan lantai sambil mengerahkan sin-kangnya untuk melihat apakah lantai itu aseli ataukah ada rahasianya dan merupakan perangkap.

Akan tetapi hatinya merasa lega ketika mendapatkan kenyataan bahwa lantai itu merupakan lantai batu yang tidak mongandung sesuatu yang mencurigakan.

"Sekarang katakan, apakah yang dapat pinto lakukan untuk membantumu, nona?" Diam-diam Kim Hong memuji kakek itu.

Biarpun ia tidak akan melihat dengan jelas, ia dapat menduga bahwa orang itu tentulah seorang pria yang sudah tua, apalagi bukankah pria ini merupakan paman guru dari tosu Siok Cin Cu? Bagaimanapun juga, kakek ini tidak sombong, biarpun sudah jelas tahu apa yang menjadi kesulitannya, namun kakek itu masih bertanya dan tidak mendahuluinya menyombongkan pengetahuannya.

"Locianpwe, saya mencari seorang sahabat saya yang hilang ketika dia memasuki sebuah guha dan saya tidak lagi menemukan jejaknya. Mohon pertolongan locianpwe untuk memberi petunjuk dimana adanya sahabat saya itu."

Hening sejenak dan Kim Hong mencurahkan perhatiannya untuk mendengarkan jawaban dari sosok tubuh yang masih bersila tanpa tergerak itu. Akhirnya, setelah menanti agak lama, kakek itu menjawab.

"Hemm, bukankah sahabatmu itu seorang pemuda perkasa dan berdarah bangsawan tinggi, she-nya Ceng?" Diam-diam Kim Hong terkejut. Ternyata orang ini benar-benar hebat! "Dan engkau sendiri juga berdarah bangsawan tinggi she Toan, bukan?" Kim Hong makin terkejut dan makin tertarik.

"Benar, locianpwe," jawabnya dan kini ia mulai percaya bahwa ia memang berhadapan dengan seorang tua yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

Bahkan ia mulai memelihara harapan bahwa kakek ini benar-benar akan dapat menolongnya dan dapat memberitahukan dimana adanya Thian Sin.

"Kalau begitu, engkau pandanglah kesini, nona. Lihatlah baik-baik dan apa yang dapat nampak olehmu?"

Kim Hong mengangkat mukanya memandang. Matanya terbelalak melihat sebuah wajah yang remang-remang, akan tetapi di atas kepala itu nampak sebuah sinar seperti lampu yang amat terang dan menyilaukan mata.

"Engkau merasa silau, nona? Kalau silau, pejamkan matamu sejenak. Nah... begitulah, pejamkan mata dan terasa enak bukan? Enak untuk tidur. Engkau mulai mengantuk, maka tidurlah, nona. Disini aman, aku akan melindungimu, tidurlah, nona, tidurlah dengan nyenyak."

Kim Hong tadinya tidak tahu bahwa ia telah terseret oleh kekuatan yang luar biasa dan begitu ia menuruti permintaan suara itu tadi untuk memandang dan menjadi silau melihat sinar menyilaukan, ia seakan-akan telah membiarkan semangatnya dikuasai orang yang memiliki ilmu sihir!

Ketika suara itu dengan lembutnya menyuruhnya memejamkan mata, otomatis iapun memejamkan matanya dan mendengar suara menyuruhnya tidur, ia seperti tidak dapat lagi menahah rasa kantuknya yang membuat matanya berat dan tak dapat dibukanya lagi. Ia ingin tidur, sungguh ingin sekali untuk tidur dan betapa nikmatnya kalau dapat tidur pulas pada saat itu!

Akan tetapi, Kim Hong bukanlah seorang dara biasa. Selain memiliki ilmu silat yang amat tinggi dan tenaga sin-kang amat kuat, juga ia telah hidup berdua bersama Ceng Thian Sin selama beberapa tahun ini sehingga dalam percakapan mereka kadang-kadang Ceng Thian Sin membuka rahasia tentang kekuatan sihir.

Biarpun ia tidak mempelajari ilmu itu, akan tetapi ia sudah mulai mengerti akan seluk-beluknya. Oleh karena itu, ketika kekuatan sihir dari kakek itu mulai mempengaruhinya dan membelenggunya, ia terkejut dan teringat lalu mengerahkan sinkangnya untuk memberontak!

Kim Hong berhasil meronta, bahkan lalu meloncat berdiri. Akan tetapi, saat ia masih sedang bersitegang melepas diri dari keadaan tidak sadar itu, tiba-tiba saja ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu kedua pundak Kim Hong telah ditotok orang. Dara perkasa ini baru dalam keadaan setengah sadar, masih terpengaruh oleh kekuatan sihir, maka biarpun nalurinya yang amat kuat itu membuat ia berusaha mengelak, namun tetap saja totokan pada pundak kirinya mengenai sasaran dan tubuhnya yang sebelah kiri seketika menjadi kehilangan tenaga seperti lumpuh.

Pada saat itu, ia sudah diringkus dan dibelenggu kaki tangannya, kemudian jari tangan yang kuat menekan pundak kanannya dan habislah kekuatannya. Ia tertotok dan tidak mampu bergerak lagi!

"Bagus!" katanya menekan kemarahannya. "Ternyata engkau adalah Siluman Guha Tengkorak!"

Akan tetapi yang menjawabnya hanya suara ketawa saja dan tanpa dapat melawannya, Kim Hong melihat dirinya dimasukkan ke dalam sebuah karung hitam dan kemudian ia dipondong orang dan dibawa pergi dari situ. Ia tahu bahwa yang memondongnya bukan Siok Cin Cu, karena orang ini memiliki gin-kang yang jauh lebih lihai dari pada tosu itu.

Kim Hong tidak tahu kemana ia dibawa. Dari dalam karung hitam itu ia tidak dapat melihat sesuatu dan ia hanya merasa dibawa naik turun dengan cepat. Setelah lewat waktu cukup lama, akhirnya ia dikeluarkan dari dalam karung dan dilemparkan ke dalam sebuah kamar, diatas dipan, dalam keadaan tertotok dan terbelenggu kaki tangannya!

Ternyata kamar itu hanya sebuah kamar yang tidak begitu besar, dari tembok tebal dan pintunya dari besi, ada lubang-lubang angin di bawah dan di atas. Sebuah kamar tahanan yang amat kuat. Pintu itu sudah dikunci, akan tetapi dari jeruji yang terdapat di bagian atas pintu besi, ia dapat melihat ada orang di luar pintu. Seorang laki-laki yang berjubah sutera putih, dengan gambar tengkorak darah di dadanya dan mukanya tertutup topeng tengkorak!

Tentu saja Kim Hong merasa ngeri. Bukankah siluman itu telah tewas bersama kudanya di dasar jurang? Akan tetapi, ia dapat menenangkan dirinya dan mengertilah ia bahwa Siluman Guha Tengkorak bukan hanya terdiri dari seorang penjahat saja.

Hari telah menjadi malam dan kamar itu hanya menerima cahaya lampu yang berada di luar kamar, melalui lubang-lubang angin dan jeruji pintu besi. Kim Hong mengumpulkan kekuatannya dan menjelang tengah hari ia berhasil membebaskan diri dari pengaruh totokan.

Setelah pengaruh totokan itu punah, dengan pengerahan sin-kang ia dapat mematahkan belenggu kaki tangannya. Akan tetapi, baru saja ia bangkit dan hendak mencari jalan keluar, terdengarlah suara mendesis-desis dan ia melihat asap putih menyembur-nyembur masuk dari lubang-lubang angin. Begitu mencium asap ini tahulah ia bahwa asap itu adalah asap yang mengandung racun bius!

Maka iapun cepat bertiarap di atas lantai, akan tetapi tindakan ini hanya memperpanjang sedikit waktu saja karena akhirnya ia terpaksa menyedot asap itu dan jatuh pingsan.

Malam telah larut ketika ia siuman kembali. Kamar telah bersih dari asap dan ia merasakan kepalanya agak pening, dan kaki tangannya sudah terbelenggu lagi, bahkan kini tubuhnya sudah diletakkan orang di atas dipan. Ada suara di pintu dan ketika ia menengok, ia melihat orang bertopeng tengkorak di luar pintu.

"Nona, sekali lagi engkau melepaskan belenggu dan mencoba lari, hukumannya tentu berat. Asap bius itu tak mungkin nona lawan. Sebaiknya nona menyerah saja dan kami akan memperlakukan nona dengan baik-baik." Setelah berkata demikian, orang itu
meninggalkan pintu.

Kim Hong maklum bahwa ia terjatuh ke dalam tangan gerombolan yang lihai sekali dan iapun tahu bahwa pada saat itu ia tidak berdaya dan tidak mungkin meloloskan diri dengan kekerasan.

Asap bius yang sewaktu-waktu dapat masuk melalui lubang-lubang angin itu memang tak mungkin dapat dilawan dan dihindarkan, dan biarpun tidak nampak adanya penjaga, ia tahu bahwa ada penjaga-penjaga bersembunyi dan selalu mengamati gerak-geriknya.

Celaka, pikirnya. Tentu Thian Sin juga sudah tertawan oleh mereka. Tenang, ia mencela diri sendiri. Tenang! Hanya ketenangan batin sajalah satu-satunya hal yang mungkin akan dapat menolongnya dan juga menolong Thian Sin. Maka iapun lalu memejamkan mata untuk tidur agar kekuatannya dapat pulih kembali.

**** 09 ****
Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: