*

*

Ads

Kamis, 04 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 08

Akan tetapi, tentu saja serangan macam itu bukan apa-apa bagi Kim Hong. Gadis ini sudah dapat mengukur dalam tendangannya tadi bahwa walaupun siluman ini memiliki kepandaian lumayan dan lebih dari pada penjahat-penjahat biasa, yang memiliki tubuh yang kuat, namun bukan merupakan lawan yang terlalu tangguh baginya.

Oleh karena itu, Kim Hong menjadi marah dan ingin mempermainkan lawan, ingin menghajarnya, baru kemudian ia akan melucuti kedoknya dan akan memaksanya mengaku tentang peran Siluman Guha Tengkorak dan ibu anak-anak yang telah diculiknya itu. Maka, begitu serangan itu datang, ia menyambutnya dengan mudah sekali tanpa mengerahkan banyak tenaga dan kecepatan, ia telah dapat menghindarkan diri dari dua serangan itu. Ia sengaja tidak mau membalas dan membiarkan siluman itu menyerangnya secara bertubi-tubi untuk mengukur sampai dimana tingkat kepandaian lawan.

Setelah ia membiarkan lawannya menyerangnya sampai belasan jurus, iapun mengerti bahwa lawan ini memiliki dasar ilmu silat campuran dan tidak dapat digolongkan sebagai seorang ahli yang sudah matang. Maka, iapun ingin menghentikan perkelahian itu dan ketika orang itu menyerangnya lagi dengan tangan kanan mencengkeram ke arah dada, serangan yang sungguh tak tahu malu dari seorang lawan pria terhadap seorang wanita, Kim Hong sudah menyelinap ke samping dan begitu kakinya melayang, ia telah menendang perut orang itu dengan keras.

"Desss...!"

Tubuh orang itu melayang untuk kedua kalinya, sekali ini melayang jauh dan terbanting jatuh dekat dengan kuda tunggangan Kim Hong yang menjadi kaget dan meringkik.

Tendangan tadi amat keras dan biarpun Kim Hong tidak bermaksud membunuhnya, atau belum lagi, namun tendangan itu cukup hebat untuk membuat orang itu memuntahkan darah segar dari mulutnya. Akan tetapi, memang orang itu memiliki tubuh yang kuat dan tahan uji, karena begitu terbanting jatuh, dengan mulut mengeluarkan darah, dia sudah meloncat dan tahu-tahu dia sudah berada di atas punggung kuda tunggangan Kim Hong. Kuda itu-pun dibedalkannya dengan cepat sekali meninggalkan tempat itu.

"Hei, badut keparat! Hendak lari kemana engkau?"

Kim Hong terkejut dan marah sekali, lalu menggerakkan kedua kakinya mengejar. Dara ini seorang ahli gin-kang dan gerakannya luar biasa cepatnya, larinya tidak kalah oleh larinya kuda. Akan tetapi karena siluman itu nampaknya jerih sekali dan tidak mau tersusul, kuda itu dibalapkannya dan dipukulinya dengan tangan terbuka sehingga kuda itu berlari amat cepat. Kim Hong terus mengejar, bukan saja hendak menangkap si penjahat melainkan juga untuk mendapatkan kembali kudanya.

Kini kuda itu meninggalkan jalan dan memasuki hutan. Kim Hong tetap mengejarnya sampai si penunggang kuda itu tiba di tepi jurang, jurang yang menganga lebar dan dalam, selebar kurang lebih empat tombak. Dan Kim Hong melihat siluman itu terus saja membedalkan kudanya, bahkan membawa kudanya meloncati jurang!

"Heii, jangan...!"

Kim Hong berteriak karena dari jauh saja ia sudah melihat bahwa perbuatan itu merupakan tindakan nekat dan mempertaruhkan nyawa dengan sia-sia.

Jurang itu terlalu lebar untuk dapat diloncati oleh kudanya. Kuda itu kini "terbang" di atas jurang dan dengan mata terbelalak Kim Hong berhenti dan memandang, melihat betapa kaki depan kuda itu memang telah mencapai tepi jurang di seberang, akan tetapi karena sebagian besar badannya yang belakang belum sampai, maka kuda itu terjengkang dan bersama dengan penunggangnya meluncur jatuh ke dalam jurang yang amat dalam itu!

Kim Hong mengepal tinju dan lari ke tepi jurang, menjenguk ke bawah dan ia melihat betapa kuda dan penunggangnya terbanting-banting ke lereng bukit yang berbatu-batu, kemudian berhenti dan tidak bergerak--gerak lagi.

"Keparat!"

Kim Hong mendesis dan ia merasa kecewa sekali dan menyesal mengapa tidak dari tadi ia merobohkan saja orang itu agar dapat dikorek keterangan darinya. Sekarang, bukan saja penjahat itu telah mati dan tidak ada gunanya lagi, juga kudanya ikut mati. Terpaksa ia kembali ke tempat tadi dan mulailah ia mencari jejak kuda yang ditunggangi Thian Sin kemarin siang. Tidak mudah mencari jejak kuda yang sudah lewat sehari semalam.

Rumput yang diinjak kuda sudah berdiri lagi dan menutupi jejak pada tanah. Untung baginya, tanah di hutan itu lembab dan hal ini membuat jejak kaki kuda itu agak tahan lama. Dengan hati-hati ia mencari, menemukan jejak kaki kuda itu dan mengikutinya dengan jalan kaki. Ia harus menemukan Thian Sin. Ia tidak percaya bahwa riwayat Siluman Guha Tongkorak akan habis begitu saja bersama jatuhnya orang tadi dengan kudanya ke dalam jurang.






Kalau siluman atau penjahat itu hanya seorang seperti itu kepandaiannya, tidak mungkin orang-orang yang sudah dijuluki Tujuh Pendekar Tai-goan begitu mudah dibunuhnya. Apalagi, tidak mungkin kalau Thian Sin sampai tidak mampu menemukannya setelah pemuda itu mencari selama sehari semalam. Tentu ada apa-apa di balik semua ini, ada kekuatan yang jauh lebih hebat dari pada sekedar penjahat bertopeng tengkorak tadi.

Tanpa setahu Kim Hong, jejak kuda yang ditunggangi Thian Sin itu membawanya kepada daerah Guha Tongkorak! Ia tidak menyadari hal ini karena memang ia tidak mengenal daerah itu. Tidak ada kesempatan baginya dan juga bagi Thian Sin untuk menyelidiki keadaan Siluman Guha Tengkorak yang baru pertama kali mereka dengar dari mulut Kwee Siu ketika pendekar itu dalam keadaan sekarat. Peristiwa demi peristiwa terjadi susul menyusul demikian cepatnya.

Mula-mula pertemuan mereka dengan dua orang anak-anak yang mengatakan bahwa ayah dan paman-paman mereka terbunuh siluman dan bahwa ibu mereka terculik. Kemudian pertemuan mereka dengan Kwee Siu yang menghadapi maut. Lalu menghilangnya Thian Sin yang mengikuti jejak siluman dan tak kunjung kembali ke dalam hutan seperti yang telah mereka janjikan. Dan munculnya siluman yang mencoba untuk membiusnya, kemudian berakhir dengan kematian mengerikan bagi siluman itu sebelum Kim Hong sempat membuka rahasianya. Semua itu terjadi dalam waktu semalam saja dan kini ia telah mengikuti jejak kekasihnya.

Melihat keadaan yang liar dan sunyi dari tempat kemana jejak itu membawanya, Kim Hong mulai merasa khawatir. Agaknya ia dibawa ke tempat yang berbahaya, karena makin lama tempat itu semakin sunyi. Tak nampak ada seorangpun manusia dan ketika jejak itu tiba di tepi Sungai Fen-ho yang berbatu-batu karang, jejak itupun lenyap.

Tentu Thian Sin melanjutkannya dengan jalan kaki, pikirnya. Jalan itu mendaki tebing dan amat sukar dilalui manusia, apalagi kuda. Kim Hong tidak melanjutkan perjalanannya. Ia meragu, karena tidak tahu kemana ia harus melanjutkan perjalanan. Yang berada di depannya itu merupakan jalan pendakian ke sebuah tebing yang curam dan ia tidak tahu ada apa di balik tebing atau di sebelah atas itu. Ia tidak tahu kemana Thian Sin melanjutkan perjalanannya dan tidak dapat menduga apa yang telah terjadi setelah kekasihnya itu tiba di tempat ini.

Tiba-tiba ketika ia memeriksa keadaan sekeliling dan melihat-lihat, di atas bukit kecil di sebelah kiri terdapat sebuah bangunan kuil kecil kuno yang berdiri terpencil. Agaknya sebuah kuil yang tidak dipergunakan lagi, dan mungkin saja untuk tempat tinggal seorang pertapa atau bukan tidak mungkin tempat terpencil itu menjadi tempat persembunyian penjahat!

Timbul semangatnya karena ia berpendapat bahwa kalau Thian Sin tiba disini dan melihat kuil itu tentu kekasihnya itupun akan mengunjungi dan memeriksa tempat itu sebagai langkah pertama dalam penyelidikan mengenai Siluman Guha Tengkorak itu.

Kim Hong lalu mulai mendaki tebing yang amat sukar itu. Akan tetapi karena ia memiliki gin-kang yang amat hebat, ia dapat mendaki tempat itu dengan cepat dan tak lama kemudian, tanpa banyak kesukaran ia telah tiba di pekarangan kuil kuno. Akan tetapi, pekarangan itu bersih ada bekas sapuan di situ. Hal ini menandakan bahwa tempat itu berpenghuni!

Siapa tahu penghuninya adalah penjahat yang dicari-carinya. Pikiran ini membuat Kim Hong bersikap hati-hati dan iapun menyelinap dan menghampiri kuil kuno itu dari belakang. Ketika ia melihat seekor kuda ditambatkan di bagian belakang dari kuil itu, jantungnya berdebar tegang dan girang.

Ia mengenal kuda itu, kuda tunggangan Thian Sin! Dihampirinya kuda itu dan ditepuk-tepuk punggungnya. Kuda itupun mengenal Kim Hong dan membelai tangan dara itu dengan mukanya. Ah, kalau saja kuda ini mampu bicara, tentu banyak yang diceritakannya dan ia tidak perlu bingung-bingung mencari tahu apa yang telah terjadi dengan Thian Sin sehingga pemuda itu tidak kembali ke hutan.

"Hei, siapa yang berani mencoba mencuri kuda?"

Kim Hong terkejut dan cepat membalikkan tubuhnya. Kiranya yang menegurnya itu adalah seorang laki-laki berusia enam puluhan tahun, berpakaian seperti seorang tosu, tubuhnya kurus dan kedua pipinya cekung sehingga tanpa kedok tengkorak sekalipun muka itu sudah hampir mendekati bentuk tengkorak.

Tapi kakek itu jelas seorang tosu, bukan penjahat yang memakai jubah putih bergambar tengkorak, tidak pula memakai kedok. Akan tetapi Kim Hong bermaksud mengejutkan hati pendeta itu dengan pertanyaan yang tiba-tiba datangnya.

"Totiang, kemana perginya pemilik kuda ini?"

Tosu itu berjalan menghampiri dan sejenak memandang Kim Hong penuh perhatian.
"Pemilik kuda ini? Ahh, apakah nona yang menjadi sahabatnya dan yang malam tadi menunggunya di dalam hutan?"

Kim Hong mengangguk dan memandang tajam.
"Totiang, kemana perginya sahabatku itu? Mengapa dia tidak kembali ke hutan?"

"Ah, ah, pinto telah menanti-nantimu, nona. Pinto merasa khawatir sekali akan nasib kongcu itu..."

"Ada apakah, totiang? Harap suka cepat ceritakan!" Kim Hong tertarik sekali dan juga merasa khawatir.

"Kemarin siang kongcu yang menjadi sahabatmu itu datang ke sini dan menitipkan kudanya ini. Kemarin dia menanyakan jalan menuju ke Guha Tengkorak."

Dia berhenti sebentar dan memandang jauh ke depan dengan sinar mata kosong akan tetapi mengandung rasa takut.

"Lanjutkanlah, totiang." Kim Hong mendesak tak sabar.

"Pinto sudah memperingatkan bahwa tempat itu bukan merupakan tempat pesiar melainkan tempat berbahaya sekali yang tidak pernah dikunjungi orang. Akan tetapi dia membujuk pinto dan akhirnya pinto mengantarnya ke daerah itu. Ketika kami tiba di sana, pinto sudah mengajaknya untuk segera pulang saja, akan tetapi kongcu itu memaksa hendak memasuki sebuah guha besar di sana. Pinto memperingatkan dan mencegahnya, akan tetapi kongcu itu nekat memaksa, bahkan meninggalkan pesan kepada pinto bahwa dia mempunyai seorang teman wanita yang menanti di dalam hutan, dan kalau pinto bertemu dengan nona agar pinto memberitahukan semuanya. Nah, pinto tidak berhasil membujuknya dan diapun memasuki guha. Pinto menunggu di luar guha sampai malam dan dia belum juga keluar. Terpaksa pinto pulang sendirian..."

Kim Hong mengerutkan alisnya.
"Apakah totiang tidak menyusul dan memanggilnya?"

Tosu itu nampak terkejut.
"Ah, nona belum tahu rupanya. Tempat itu amat keramat dan juga berbahaya. Kalau pinto tahu bahwa kongcu itu hendak memasuki guha, tentu pinto tidak berani dan tidak mau mengantarnya. Guha-guha itu merupakan guha-guha keramat yang tak pernah di datangi manusia dan kabarnya siapa yang berani masuk guha takkan dapat keluar kembali. Pinto tidak berani memasukinya untuk menyusul kongcu."

"Hemm, apakah totiang pernah mendengar tentang Siluman Guha Tengkorak? Di situkah sarangnya?"

Tosu itu menggeleng kepala.
"Pinto hanya tahu bahwa tempat seperti itu sudah pasti menjadi sarang para siluman dan iblis. Ah, pinto khawatir kalau-kalau kongcu telah mengalami hal-hal yang tidak baik dan tertimpa malapetaka di dalam guha itu..."

"Totiang, kalau begitu tolong antar saya ke tempat itu!" Kim Hong yang merasa khawatir sekali itu mendesaknya.

"Apa...? Nona... nona hendak menyusul ke sana?"

"Benar, akan saya susul dia ke dalam guha! Habis, kalau tidak ada yang berani memasuki guha menyusulnya, bagaimana dapat menemukannya?"

"Tapi itu berbahaya sekali, nona! Pinto tidak berani!"

"Totiang tidak usah masuk, biar aku sendiri yang masuk!" kata Kim Hong agak jengkel melihat pendeta itu ketakutan, padahal dari gerak-gerik pendeta ini dapat menduga bahwa pendeta ini bukanlah orang sembarangan, bukan orang yang lemah.

"Tapi itupun berbahaya sekali, nona. Lihat, kongcu masuk ke dalam guha dan tidak keluar lagi. Kalau sekarang nona juga masuk ke sana dan terjadi apa-apa, bukankah pinto yang menerima dosanya? Sebaiknya kalau nona minta bantuan susiok..."

"Susiok? Siapa dia?".

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: