*

*

Ads

Selasa, 02 Januari 2018

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 34 (TAMAT)

Kota raja geger ketika pada suatu pagi, tubuh Jaksa Phang tergantung tinggi-tinggi di depan kantornya dengan kaki tangan terikat dan ikatan tangannya itu digantungkan di atas wuwungan bagian depan sehingga nampak dari jalan.

Hal ini menarik banyak perhatian, apalagi karena sehelai kain putih yang lebar tergantung dan tubuh jaksa Phang itu penuh dengan tulisan yang rapi dan indah. Ketika orang-orang menolongnya dan membaca tulisan itu, keadaan menjadi semakin geger dan berita itu segera menjalar luas di kota raja. Isi tulisan itu membuka rahasia jaksa itu tentang perbuatan-perbuatannya yang korup dan jahat, tentang persekutuannya dengan penjahat-penjahat dan betapa kantor kejaksaan dijadikan tempat persembunyian penjahat besar Pat-pi Mo-ko!

Berita ini sampai ke dalam istana dan kaisar sendiri menjadi marah dan malu, lalu memerintahkan untuk menangkap jaksa Phang itu, dipecat dan dijatuhi hukuman berat. Mudah kita duga bahwa yang melakukan perbuatan itu tentulah Bu Kok Siang orangnya!

Setelah Thian Sin muncul dan membebaskan dia, Kim Hong dan In Bwee, kemudian mereka dapat membasmi para datuk sesat bersama anak buahnya, Thian Sin lalu mengajak mereka bertiga, sambil membawa Phang-taijin sebagai tawanan, menuju ke guha dimana terdapat pintu tadi.

Kok Siang menotok roboh jaksa itu dan melemparnya ke sudut, kemudian Thian Sin mengeluarkan kunci emas yang aseli dari sakunya dan ternyata kunci itu tepat sekali memasuki lubang kunci dari emas di tengah-tengah daun pintu baja. Thian Sin memasukkan kuncinya dan memutar-mutar, tiba-tiba terdengar suara keras dan semua orang sudah terkejut dan berhati-hati, takut kalau-kalau terjadi longsor batu-batu karang lagi seperti tadi.

Akan tetapi ternyata ketika suara keras itu berhenti, lantai di sebelah kanan daun pintu itu amblong dan berlubang. Kiranya kunci itu hanya menggerakkan alat rahasia yang sudah dipasang disitu dimana terdapat batu besar yang digerakkan oleh alat baja bergeser dan menurun.

Di balik batu besar itu terdapat lubang dan inilah tempat rahasia penyimpanan harta karun. Bukan di belakang daun pintu, karena belakang pintu itu tidak ada apa-apanya, hanya ada dinding tebing batu karang. Setelah rasa kagetnya hilang, Thian Sin lalu memeriksa lubang dan disini mereka menemukan empat buah peti kuno berukir.

"Ah, inilah harta karun itu!"

Thian Sin berseru dan empat orang itu merasa gembira bukan main, seperti sekumpulan anak-anak yang menemukan sesuatu yang menarik. Mereka lalu mengeluarkan empat buah peti kuno itu dan ketika empat buah peti itu dibuka, ternyata berisi emas dan permata intan berlian ratna mutu manikam, logam mulia dan batu mulia berkilau-kilauan menyilaukan mata!

Bagaikan anak-anak kecil yang melihat mainan bagus, mereka merakup benda-benda itu, dipermainkannya diantara jari-jari tangan dengan sepasang mata bersinar-sinar dan wajah berseri-seri.

"Bukan main! Kalau benda sebanyak ini sampai terjatuh ke tangan mereka, sungguh sayang!" akhirnya Kok Siang berkata.

"Harta karun Jenghis Khan ini rahasianya ditemukan oleh keluarga Ciang, maka kita harus menyerahkan kepada yang berhak, yaitu Ciang Kim Su." kata Kim Hong dengan suara tegas. Mendengar ini, tiba-tiba Kok Siang menjura kepada wanita itu.

"Nona Toan, sungguh bijaksana sekali ucapan itu dan aku merasa takluk. Seorang seperti nona ini dan juga Ceng-taihiap, barulah pantas disebut pendekar!"

"Sayang, orang yang berhak sudah tidak ada lagi!" kata Thian Sin.

"Apa maksudmu, Thian Sin?" Kim Hong bertanya dan Kok Siang bersama In Bwee juga memandang heran.

"Aku sudah melihat pemuda petani itu. Dia disiksa untuk dipaksa mengaku tentang peta asli. Tentu saja dia sendiri tidak tahu dan penyiksaan itu membuat dia terluka parah dan ketika aku mangunjunginya didalam sel tahanannya di kompleks kejaksaan itu, dia meninggal dunia tanpa dapat ditolong lagi."

"Ahhh...!"

In Bwee berseru dan merasa kasihan sekali. Karena menemukan harta karun Jenghis Khan, keluarga petani yang terdiri dari ayah ibu dan anak itu semua telah tewas! Agaknya jalan pikiran In Bwee ini terasa juga oleh tiga orang pendekar itu. Kok Siang menggeleng-geleng kepalanya.






"Jenghis Khan terkenal dengan kekerasan dan kekejamannya, dan harta karunnya inipun ternyata membawa kutuk bagi para penemunya. Untung sekali sekarang terjatuh ke tangan kalian, sepasang pendekar budiman. Mudah-mudahan saja harta karun itu akan dapat bermanfaat dan mendatangkan kebaikan bagi banyak orang melalui tangan kalian berdua."

"Harta karun ini milik kita bersama sekarang, Bu-twako." kata Kim Hong. "Kita bersama yang telah mendapatkannya, oleh karena itu kita semua pula yang berhak memilikinya. Kita akan bagi rata..."

"Tidak, aku tidak mau! Sejak kecil aku menjadi anak orang kaya, dan aku bahkan sering kali melihat betapa kekayaan tidak selalu mendatangkan kebahagiaan. Tidak, aku ingin hidup seadanya dan miskin... di samping Siang-koko..." Dan gadis itu lalu memegang lengan pemuda pujaannya itu sambil memandang mesra.

Kok Sing tersenyum.
"Baik Bwee-moi, ataupun aku tidak berhak sama sekali, juga tidak membutuhkan. Aku sendiri bukan orang miskin. Aku menerimanya dari paman Louw, dan paman Louw sama sekali tidak berhak. Pula, mendiang pamanku itu memalsu peta, bukan karena ingin menguasai yang asli, melainkan karena curiga kepada Su Tong Hak dan ingin menolong dan menyerahkannya kelak kepada yang berhak, yaitu Ciang Kim Su. Maka, setelah sekarang jatuh ke tangan kalian yang memang berjasa dan hanya karena adanya kalian maka harta ini dapat ditemukan, maka kalian berdualah yang berhak memilikinya, Ceng-taihiap dan Nona Toan."

Thian Sin menghela napas dan memandang kagum kepada Kok Siang dan In Bwee.
"Ahh, sungguh jarang dapat ditemukan di dalam dunia ini orang-orang seperti kalian berdua. Biasanya, dimana terdapat harta, tentu terjadi perebutan. Untuk memiliki harta, manusia tidak segan melakukan segala macam kejahatan dan kekejaman. Akan tetapi kalian malah menolaknya. Kami sendiri juga tidak membutuhkan harta. Akan tetapi karena harta karun ini telah terjatuh ke tangan kita, sudah seharusnya kalau kita pergunakan untuk kebaikan. Memerangi kejahatan bukan merupakan suatu hal yang mudah dan ringan, juga kadang-kadang membutuhkan banyak biaya. Oleh karena itu, harta karun Jenghis Khan yang saya yakin tentu sudah bergelimang darah ini, yang sekarang saja telah membunuh puluhan orang di luar guha, akan dapat kita pakai untuk menebus dosa-dosanya, untuk manfaat banyak orang dan untuk biaya memerangi kejahatan. Engkaupun berhak memperoleh bagianmu, Bu-siucai."

Akan tetapi Kok Siang menggeleng kepalanya sambil tersenyum lalu merangkul leher In Bwee yang memegang lengannya.

"Tidak, taihiap. Dalam peristiwa perebutan harta karun Jenghis Khan ini, aku telah memperoleh bagianku sendiri, telah memperoleh harta karun yang tiada keduanya di dunia ini, yang jauh lebih berharga dari pada semua harta dalam empat peti itu, yalah Bwee-moi!"

Thian Sin dan Kim Hong tersenyum saling pandang, sedangkan In Bwee menjadi merah mukanya dan tersenyum bangga dan bahagia. Pendekar Sadis dan kekasihnya tidak mau memaksa lagi dan merekapun lalu meninggalkan tempat itu, membawa empat peti harta karun dan juga membawa Phang-taijin sebagai tawanan.

Mereka mempergunakan kereta yang tertinggal di atas tebing dan pada malam itu juga, Kok Siang membereskan Phang-taijin, menulis surat pembeberan rahasia busuk pembesar itu dan menggantungkan pembesar korup dan suratnya ke wuwungan depan rumah gedung pembesar itu.

Ketika Kok Siang melakukan hal ini, dia ditemani oleh In Bwee, Thian Sin dan Kim Hong. Akan tetapi Pendekar Sadis dan kekasihnya tidak mau mengganggu dan membiarkan sasterawan perkasa itu untuk memuaskan hatinya dengan melakukan hukuman itu sendiri.

Setelah selesai melakukan tugas terakhir dalam urusan harta karun Jenghis Khan itu, mereka berkumpul di tempat sunyi di luar kota raja, dimana telah menanti sebuah kereta yang akan membawa Pendekar Sadis dan kekasihnya meninggalkan kota raja pada malam hari itu juga. Empat buah peti harta karun itu telah disusun rapi di dalam kereta, ditutupi dan tidak nampak dari luar.

Dua pasang orang muda itu kini saling berhadapan di bawah sinar bulan purnama. Cuaca dan pemandangan indah sekali, mendatangkan rasa kegembiraan luar biasa walaupun ada sedikit rasa haru karena mereka hendak saling berpisahan.

"Kami harap saja kalian akan dapat menjadi pasangan yang baik dan berbahagia." kata Kim Hong sambil memeluk In Bwee dan gadis hartawan ini mengusap air matanya karena selama beberapa hari menjadi kenalan Kim Hong ia merasa amat kagum dan sayang kepada pendekar wanita itu.

"Mudah-mudahan saja kami akan dapat menjadi pasangan berbahagia seperti ji-wi." Kata In Bwee.

"Bagaimana rencanamu selanjutnya dengan nona Bouw, Bu-siucai?" Thian Sin bertanya.

"Kami akan minta persetujuan orang tua Bwee-moi dengan terang-terangan. Dan kami sudah bersepakat bahwa andaikata orang tuanya tidak menyetujui, kami berdua akan pergi begitu saja!"

Kim Hong dan Thian Sin tertawa.
"Aih, mudah-mudahan tidak. Kami kira, orang tua adik Bwee akan cukup bijaksana untuk dapat melihat bahwa mereka telah mempunyai seorang calon mantu yang hebat!" kata Kim Hong.

"Dan bagaimana dengan ji-wi (kalian berdua)?" tanya Bu Kok Siang.

"Kami akan pulang dan beristirahat." Jawab Thian Sin.

"Dimana... ah, ji-wi sudah menjelaskan bahwa ji-wi takkan memberitahukan tempat tinggal ji-wi kepada siapapun juga. Biarlah, kami hanya berdoa semoga kelak kita masih akan dapat saling bertemu pula." kata Kok Siang.

Setelah bersalaman dan saling memberi hormat, akhirnya Thian Sin dan Kim Hong memasuki kereta dan Thian Sin melarikan kuda-kuda penarik kereta, diikuti oleh pandang mata Kok Siang dan In Bwee, sampai kereta itu lenyap ditelan kegelapan di sudut sana.

Mereka merasa terharu dan kehilangan, akan tetapi ketika mereka teringat bahwa mereka bersama, lenyaplah rasa kehilangan itu dan sambil bergandeng tangan merekapun kembali ke kamar mereka di rumah penginapan dimana mereka menyewa dua buah kamar untuk mereka. Dan dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka ketika melihat bahwa di kamar Kok Siang terdapat sebuah diantara empat peti harta karun itu, dengan isi yang masih penuh dan utuh! Dan diatas peti itu terdapat tulisan:

SEMOGA KALIAN BERBAHAGIA.

Kedua orang itu saling pandang dan akhirnya In Bwee menubruk calon suaminya sambil menangis, terharu akan kebaikan hati Pendekar Sadis dan kekasihnya.

Sementara itu, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, dua sosok tubuh berada di dalam sebuah perahu layar, dan perahu itu dengan perlahan meninggalkan pantai menuju ke laut bebas. Sebuah perahu layar yang berukuran sedang saja, tidak ada anak perahunya kecuali mereka berdua.

Diatas dek perahu terdapat tiga buah peti kuno berukir indah. Mereka itu adalah Thian Sin dan Kim Hong yang sedang berlayar menuju pulang, ke tempat tinggal mereka yaitu diPulau Teratai Merah, membawa hasil petualangan mereka, yaitu tiga peti terisi harta karun Jenghis Khan!

Mereka akan pulang dan beristirahat, tanpa mereka sadari bahwa mereka akan menghadapi pengalaman-pengalaman yang lebih menyeramkan lagi dalam kisah petualangan mereka "SILUMAN GUHA TENGKORAK"! Kita akan berjumpa kembali dengan sepasang pendekar ini dalam kisah yang menyeramkan itu, dimana selain ilmu silat, juga ilmu sihir dipergunakan! Sampai jumpa!

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: