*

*

Ads

Selasa, 02 Januari 2018

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 31

Setelah tiba di atas tebing, Pat-pi Mo-ko lalu berunding dengan jaksa Phang dan para pembantunya, kemudian mengambil keputusan untuk mengerahkan anak buah mereka untuk membuat jalan darurat ke bawah tebing.

Mereka memang sudah siap membawa alat-alat dan mulailah seratus orang perajurit itu bekerja, membuat jalan dari atas tebing ke bawah.

Lewat tengah hari, mereka semua telah berhasil menuruni tebing itu dan berkumpul di pantai yang luas di bawah tebing, dimana terdapat guha-guha batu karang yang sebagian besar tertutup oleh batu-batu karang sebesar perut kerbau yang berguguran dari atas.

Mulailah mereka bekerja keras membongkari batu-batu karang di depan dan atas sebuah guha menurut petunjuk Mo-ko yang telah mengukur sesuai dengan petunjuk peta.

Menurut peta itu, dari bawah ini orang dapat melihat ke atas dan ada tonjolan tebing yang bentuknya seperti kepala naga. Guha itu terletak persis di bawah kepala naga itu.

Tenaga seratus orang yang dikerahkan tentu saja dapat menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat. Setelah matahari mulai condong ke barat sehingga tempat itu tidak panas lagi karena sinar matahari tertutup puncak tebing, para perajurit yang bekerja tiba-tiba bersorak ketika mereka melihat guha besar yang tertutup batu-batu tadi.

Pat-pi Mo-ko lalu menyuruh mereka semua mundur. Dia sendiri lalu mengajak jaksa Phang, Su Tong Hak, Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Lui Cai Ko, dua orang pembantunya yang menarik rantai yang membelenggu tiga orang muda itu memasuki guha.

Para perajurit disuruh menanti di luar. Dengan wajah berseri dan jantung berdebar mereka semua memasuki mulut guha yang cukup lebar itu. Juga Kim Hong, Kok Siang dan In Bwee merasakan ketegangan dalam hati mereka. Kim Hong dan Kok Siang merasa tegang karena merekapun ingin melihat harta karun itu, sedangkan In Bwee merasa tegang karena ia merasa khawatir kalau-kalau kekasihnya akan dibunuh setelah harta karun itu terdapat oleh pamannya.

Guha yang lebar itu ternyata di bagian dalamnya menyempit dan akhirnya mereka berhenti pada sebuah pintu batu. Dari bentuknya, dapat diduga bahwa daun pintu ini tentu buatan manusia, merupakan batu tebal berbentuk segi empat dan di tengah-tengah daun pintu batu itu terdapat sebuah lubang kecil. Itulah lubang kuncinya!

"Ah, disinilah tempatnya! Tak salah lagi!" kata Pat-pi Mo-ko dan suaranya gemetar, juga tangannya ketika dia mengeluarkan sebuah kunci emas dari dalam saku bajunya.

Kunci emas yang diterimanya dari In Bwee yang telah berhasil mengambilnya dari tangan Pendekar Sadis!

Semua mata para pemhantu Pat-pi Mo-ko memandang dengan penuh ketegangan dan kegembiraan, akan tetapi pandang mata Kim Hong, Kok Siang dan In Bwee yang sudah tahu bahwa kunci emas itu palsu, adalah kegembiraan yang bercampur dengan kegelian hati, akan tetapi juga tegang karena mereka tidak dapat membayangkan bagaimana akan jadinya nanti setelah datuk sesat itu tidak berhasil membuka dengan kunci palsu.

Seperti juga kuncinya, lubang kunci itu terbuat dari pada emas, akan tetapi ketika Pat-pi Mo-ko memasukkan kunci itu ke lubangnya, ternyata ukurannya tidak cocok dan kunci itu sama sekali tidak dapat masuk!

"Ehh...?"

Pat-pi Mo-ko mengerutkan alisnya dan menusuk-nusukkan kunci itu, memutar-mutar, akan tetapi tetap saja kunci emas itu tidak dapat memasuki lubang kecil itu karena memang bukan ukurannya. Lubang itu kecil memanjang dan berlika-liku, harus mempergunakan kunci yang pas ukuran dan cetakannya. Akhirnya Pat-pi Mo-ko menjadi marah karena dia mulai sadar bahwa kunci emas itu adalah palsu!

"KEPARAT!" bentaknya sambil mencabut kembali kunci itu, memandang kepada kunci itu kemudian menoleh kepada keponakannya yang memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

"In Bwee! Keparat kau! Kunci apa yang kau berikan kepadaku ini?"

"Katanya itu kunci emaas..."

"Bohong! Ini kunci palsu!"






"Paman, aku hanya menerima dari dia yang mengatakan bahwa itulah kuncinya. Mana aku bisa tahu apakah kunci itu palsu ataukah tulen?" bantah Im Bwee.

"Hi-hik, orangnya berhati jahat dan palsu, mendapatkan peta palsu dan setelah akhirnya menemukan peta asli dengan cara yang keji, masih tidak berhasil karena kuncinyapun palsu!" Kim Hong mentertawakan.

"Jahanam!" Pat-pi Mo-ko membentak marah. "Kalau engkau tidak memberikan kuncinya yang tulen, akan kusiksa kau sampai mampus!"

"Hi-hik, lucunya! Jangan-jangan setelah kau dapatkan harta karun itu, ternyata harta itupun palsu, Mo-ko! Betapa lucunya! Ingin aku melihat mukamu!"

Kim Hong tidak mempedulikan ancaman orang. Mendengar ini, Mo-ko menoleh ke arah pintu yang tak dapat dibukanya itu. Ucapan itu sungguh terasa menusuk perasaannya. Bagaimana kalau benar demikian? Bagaimana kalau sesudah semua jerih payah, semua harapan muluk ini, ternyata harta karun itu palsu dan hanya merupakan permainan orong gila di jaman dahulu belaka? Dia bukan hanya akan kecewa setengah mati, akan tetapi juga amat malu karena namanya tentu akan menjadi buah tertawan orang sedunia kang-ouw dan dia akan dianggap seperti seorang badut! Bayangan ini membuatnya menjadi marah dan penasaran sekali.

Sementara itu, ketika melihat betapa Pat-pi Mo-ko tidak mampu membuka pintu itu dengan kunci emasnya, tahulah Su Tong Hak bahwa kunci emas yang katanya diterima oleh In Bwee dari Pendekar Sadis itu adalah palsu. Tentu kunci aslinya masih berada di tangan pendekar itu, pikirnya.

Maka bekerjalah otak yang bercabang itu. Kini tidak menguntungkan untuk menempel kepada Pat-pi Mo-ko. Lebib baik sekarang juga berusaha mendekati Pendekar Sadis dan dia merasa yakin bahwa pendekar itu berada diantara para perajurit yang berjaga di luar. Berpikir demikian, diam-diam mempergunakan kesempatan selagi semua orang dicekam ketegangan melihat betapa kunci itu tidak dapat membuka pintu, Su Tong Hak lalu meninggalkan guha itu dan keluar, menghampiri para perajurit yang sedang beristirahat diluar guha sambil mencari-cari.

Para perajurit itupun berkumpul di depan guha, di luar sambil mencoba untuk melihat ke dalam karena merekapun ingin sekali melihat apakah harta karun itu dapat ditemukan.

Pat-pi Mo-ko sudah menjadi marah sekali, marah karena kecewa dan merasa dipermainkan. Dia menggulung lengan bajunya sehingga nampak kedua lengannya yang berotot, kekar dan nampak kuat sekali. Dengan menggerak-gerakkan kedua lengannya yang besar, dia mengerahkan tenaga sin-kangnya dan terdengarlah suara berkerotokan dari kedua lengan itu, bahkan nampak uap mengepul dari kedua telapak tangannya.

Melihat ini, diam-diam Kim Hong terkejut dan kagum. Ternyata bahwa datuk ini memang telah mempunyai tingkat kepandaian yang tinggi dan memiliki sin-kang yang amat kuat. Teringatlah ia ketika pertama kali terjebak dalam kompleks tahanan kantor kejaksaan, ia pernah melompat untuk mendobrak pintu dan disambut oleh pukulan kakek itu sehingga ia terlempar kembali ke bawah.

"Hyaaattt...!"

Tiba-tiba Pat-pi Mo-ko menerjang ke depan, ke arah pintu, kedua tangannya menghantam ke arah pintu batu itu dengan maksud untuk menghantam pecah pintu rahasia itu, membukanya tanpa bantuan kunci lagi.

Hebat bukan main pukulan kedua telapak tangannya ini. Tiba-tiba saja seluruh ruangan guha itu tergetar keras, disusul oleh gemuruh dari atas guha. Suara bergemuruh itu makin hebat, pintu batu itu retak akan tetapi tidak pecah dan tidak runtuh, dan kini terdengar suara yang amat berisik di luar guha, disusul oleh teriakan-teriakan mengerikan dari para perajurit yang tadi berkumpul di luar guha.

Mendengar suara itu, Pat-pi Mo-ko dan semua orang yang berada di dalam guha cepat memutar tubuh dan memandang. Ketika mereka melihat apa yang tejadi di luar guha, mata mereka terbelalak dan pucat. Ternyata dari atas tebing berjatuhan ratusan batu-batu besar, menggelinding ke bawah dan menghantam para perajurit yang berada di luar guha itu bagaikan hujan lebatnya!

Ketika akhirnya suara gemuruh berhenti dan tidak ada lagi batu yang melayang turun, semua orang keluar dan penglihatan di luar guha sungguh amat mengerikan. Hampir seluruh perajurit yang seratus orang jumlahnya itu tewas tertimbun dan terhimpit batu-batu besar. Darah mengalir ke mana-mana dan erangan-erangan orang yang terhimpit batu amat mengerikan.

Paling banyak tinggal belasan orang saja yang selamat secara ajaib dan hanya mengalami luka-luka kecil. Dan diantara mereka yang tewas terdapat pula Su Tong Hak yang terhimpit batu dengan kepala remuk dan lenyap menjadi berkeping-keping!

Melihat ini, pucatlah wajah Jaksa Phang.
"Celaka...!" serunya dengan tubuh menggigil melihat betapa pasukannya terbinasa.

"Keparat! Harus kubunuh bedebah-bedebah itu!"

Dan diapun lari kembali memasuki guha teringat kepada tiga orang tawanannya. Akan tetapa matanya terbelalak melihat betapa Toan Kim Hong dan dua orang yang lain itu telah bebas dari belenggu dan disitu berdiri pula seorang pemuda tampan yang berpakaian sebagai seorang perajurit.

Mula-mula dia mengira bahwa tentu dia seorang diantara perajurit yang lolos dari hujan batu. Akan tetapi melihat sikap perajurit itu yang merangkul Kim Hong, jantungnya berdebar tegang dan matanya memandang terbelalak kepada perajurit muda yang tampan dan gagah itu.

Perajurit itu bukan lain adalah Thian Sin, Si Pendekar Sadis! Seperti telah kita ketahui, pendekar ini menanti saat baik dan membiarkan pihak musuh mencarikan tempat harta karun itu untuknya. Dia melihat bahwa keselamatan kekasihnya, Kim Hong, Kok Siang dan In Bwee masih terancam. Maka, dia mengikuti semua persiapan Pat-pi Mo-ko yang hendak memimpin rombongan untuk mencari harta karun Jenghis Khan menurut petunjuk peta asli, kemudian diam-diam diapun membayangi rombongan itu, kadang-kadang menyamar sebagai perajurit, kadang-kadang pula membayangi dari jauh.

Ketika rombongan itu tiba di tempat tujuan dan membongkari batu-batu besar, diapun menyamar sebagai perajurit dan ikut pula membantu! Pada waktu Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya memasuki guha untuk membuka pintu rahasia, diapun melihat dari luar, di barisan terdepan sehingga dengan ketajaman matanya dia dapat menyaksikan apa yang terjadi di dalam guha.

Thian Sin sendiri terkejut bukan main ketika Pat-pi Mo-ko menggunakan tenaga sin-kang yang amat kuat untuk menghantam pintu rahasia di dalam guha kemudian mengakibatkan hujan batu dari atas. Dia tahu bahwa pukulan itu menggetarkan tebing dan batu-batu karang yang berada di atas guha menjadi terguncang dan longsor.

Untung bahwa dia bertindak cepat dan dengan cekatan sekali dia melompat ke depan dan berlindung di dalam guha kecil di samping guha besar itu. Ketika hujan batu mereda dan semua orang yang berada di dalam guha besar itu keluar, dia menggunakan kepandaiannya untuk menyelinap masuk.

Mula-mula dia menggabungkan diri dengan tenaga Kim Hong untuk mematahkan belenggu dari lengan dan kaki kekasihnya itu. Setelah menciumnya sekali tanpa mengeluarkan kata-kata, Thian Sin dibantu oleh Kim Hong lalu melepaskan belenggu yang merantai tangan dan kaki Kok Siang dan In Bwee. Itulah sebabnya ketika Pat-pi Mo-ko kembali ke dalam guha, mereka telah bebas semua dari belenggu mereka!

Thian Sin tersenyun memandang kepada musuh yang baru pertama kali ini dihadapinya dan dia berkata,

"Selamat bertemu, Pat-pi Mo-ko! Bagaimana dengan kiriman kunci emas dariku itu? Cukup menyenangkan?"

"Pendekar Sadis! Engkau menipuku dengan kunci palsu!"

Bentak Pat-pi Mo-ko yang dengan mudah dapat menduga siapa adanya pemuda tampan gagah yang menyamar sebagai seorang perajurit ini.

"Kuncinya yang asli juga ada, Mo-ko, ada padaku. Akan tetapi tidak akan mudah engkau bisa mendapatkannya dariku!"

Sambil berkata demikian, Thian Sin mengeluarkan sebuah kunci emas dari saku bajunya dan mengacungkannya ke atas, memamerkannya kepada datuk jahat itu. Hal ini membuat muka Pat-pi Mo-ko menjadi semakin hitam.

Pada saat itu, Hai-pa-cu Can Hoa, Tiat-ciang Lui Cai Ko dan Phang-taijin telah masuk pula ke dalam guha. Merekapun terheran dan terkejut melihat betapa tiga orang tawanan itu telah bebas dan kini memandang kepada pemuda yang berpakaian perajurit, yang tahu-tahu telah muncul di dalam guha itu.

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: