*

*

Ads

Kamis, 25 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 050

Hui Song dan Sui Cin membawa tawanan itu ke markas Jenderal Ciang begitu mereka tiba di kota raja dengan selamat. Para perwira di markas itu sudah mengenal Hui Song, maka mereka menyambut pemuda itu dan dengan gembira mendengarkan penuturan Hui Song tentang peristiwa pertempuran di rumah Ang-kauwsu.

Si gendut Bhe Hok dimasukkan dalam kamar tahanan dan dijaga dengan ketat. Sesuai dengan permintaan Hui Song, si gendut yang menjadi tawanan penting ini diperlakukan dengan baik. Hui Song sendiri mengancam bahwa kalau si gendut tidak mau membuat pengakuan di depan kaisar nanti apabila dibutuhkan, dia akan disiksa.

"Terutama, engkau akan dibiarkan kelaparan sampai satu bulan lamanya, akan tetapi kalau engkau mengaku, aku akan mintakan ampun untukmu, dan engkau akan mendapatkan makan enak, mungkin dibebaskan."

Tidak ada siksaan yang lebih menakutkan bagi si gendut Bhe Hok daripada kelaparan! Baginya, makan enak sekenyangnya merupakan kenikmatan nomor satu di dunia dan tanpa itu, hidup tidak ada artinya lagi. Maka, mendengar ancaman Hui Song itu, dia sudah mengangguk-angguk seperti burung kakak tua diberi hidangan.

Kemudian, tepat seperti yang sudah dikhawatirkan oleh Hui Song, datang berita mengejutkan bahwa pasukan Jenderal Ciang yang membawa rombongan tawanan menuju ke kota raja, di tengah perjalanan pada senja hari itu telah dihadang dan diserang oleh gerombolan penjahat, namun sebagian besar para tawanan dapat dibebaskan oleh para penyerang, sedangkan yang tidak dapat dibebaskan, telah kedapatan mati di dalam gerobak masing-masing!

Tidak ada sisa seorangpun! Ternyata para penjahat yang lihai itu telah membunuh teman-teman sendiri yang tertawan, tentu dengan maksud agar tawanan-tawanan itu tidak sampai membocorkan rahasia. Rahasia besar bahwa Liu-thaikam yang berada di balik semua kejahatan ini!

Begitu memasuki benteng dengan wajah muram, Jenderal Ciang lalu menemui Hui Song dan hatinya menjadi lega mendengar bahwa Bhe Hok, satu-satunya tawanan yang tinggal, kini sudah aman berada di dalam kamar tahanan.

"Harus dijaga keras agar dia jangan sampai mendengar bahwa tidak ada tawanan lain kecuali dia, bahwa dialah satu-satunya saksi di depan sri baginda kaisar." kata jenderal itu kepada Hui Song. "Kalau dia mendengar akan nasib para tawanan yang tidak sempat dibebaskan, tentu dia akan ketakutan dan tidak mau mengaku."

Hui Song lalu mendatangi Bhe Hok. Dengan sikap tenang dan wajar dia menanyakan bagaimana perlakuan para penjaga tahanan terhadap dirinya.

"Engkau adalah tawananku, maka akulah yang bertanggung jawab atas dirimu. Tawanan-tawanan lain yang ditawan oleh pasukan dipisahkan dan keadaan mereka tidaklah begitu menyenangkan dibandingkan dengan keadaanmu."

"Apakah... apakah Hwa-i Lo-eng juga... tertangkap?" Bhe Hok bertanya dengan penuh keinginan tahu.

Hui Song sudah mendengar berita mengejutkan lain bahwa ketua Hwa-i Kai-pang itu ternyata telah kedapatan tewas di dalam gedung perkumpulan itu, tidak lama setelah rombongan Jenderal Ciang tiba. Dan dia tahu apa artinya itu. Agaknya para tokoh jahat, tentu saja atas perintah Liu-thaikam, telah melakukan persiapan agar rahasianya tidak terbuka, dengan jalan membunuhi semua tawanan, juga ketua Hwa-i Kai-pang dibunuh agar pemerintah tidak akan menangkap dan memaksanya mengaku!

"Dia? Tentu saja dia ditangkap karena anak buahnya banyak yang terlibat. Akan tetapi, pemeriksaan akan dilakukan secara terpisah dan satu-satu. Maka engkau tidak perlu khawatir, mengakulah saja seperti apa adanya. Kalau engkau menyesali pengkhianatanmu dan mengaku terus terang tentang persekongkolan di bawah pimpinan Liu-thaikam, tentu engkau akan mendapat keringanan."

"Apa? Apa... Liu-thaikam...? Aku tidak... tidak mengerti..."

Hui Song tersenyum.
"Ah, tidak perlu engkau berpura-pura lagi. Kami sudah mendengar semua tentang persekutuan itu, tentang bagaimana Hwa-i Kai-pang dipergunakan oleh Liu-thaikam, juga tentang Cap-sha-kui menjadi antek-antek pembesar itu di bawah pimpinan seorang datuk yang bernama Siangkoan Lo-jin berjuluk Iblis Buta. Kami sudah tahu semua, dan engkau hanya tinggal membuat pengakuan saja sejujurnya. Ingat, kalau engkau membohong dan tidak mau mengaku, kamipun sudah mengetahui persoalannya dan akibatnya engkau akan disiksa."

Bhe Hok mengangguk-angguk meyakinkan sehingga legalah hati Hui Song. Pengakuan si gendut ini di depan sri baginda kaisar berarti berhasilnya tugasnya membongkar persekutuan jahat di dalam istana yang dikepalai oleh Liu-thaikam.

Sementara itu, Jenderal Ciang mengadakan hubungan dengan dua orang menteri yang pandai dan yang termasuk sebagai menteri-menteri setia yang juga dianggap sebagai saingan dan ditentang oleh Liu-thaikam.






Mereka adalah Menteri Ting Hoo dan Cang Ku Ceng. Di dalam sejarah tercatat bahwa dua orang menteri ini kelak akan menjadi pembantu-pembantu yang amat setia dan pandai dari Kaisar Cia Ceng pengganti Kaisar Ceng Tek. Jenderal Ciang mengadakan perundingan dengan dua orang menteri ini dan pada keesokan harinya, dengan usaha kedua orang menteri ini, sri baginda kaisar berkenan menerima Jenderal Ciang yang diikuti pula oleh Menteri Liang dan kedua orang menteri Ting dan Cang itu.

Tentu saja sri baginda kaisar menjadi terkejut sekali ketika mendengar pelaporan Jenderal Ciang tentang persekutuan yang hendak membunuh Menteri Liang dan Jenderal Ciang apalagi ketika dengan terus terang jenderal itu mengatakan bahwa persekutuan itu dipimpin oleh Liu-thaikam sendiri!

"Mustahil!" Sri baginda kaisar berseru sambil menepuk lengan kursi. "Dia adalah seorang pembantuku yang paling setia. Dan apa sebabnya dia hendak membunuh kalian berdua? Tentu ada permusuhan pribadi!"

Ketika mendengar betapa kaisar agaknya malah berpihak kepada thaikam itu, Jenderal Ciang menjadi pucat wajahnya. Menteri Liang yang berlutut itu lalu berkata,

"Mohon beribu ampun, sri baginda. Sesungguhnya, tidak terdapat permusuhan apapun antara hamba dan Liu-thaikam, akan tetapi sebenarnya dia menganggap hamba dan Jenderal Ciang dan banyak yang lain sebagai saingannya karena hamba sekalian tidak mau tunduk kepadanya. Itulah sebabnya mengapa dia hendak membunuh hamba."

"Dan sudah banyak pembesar dibunuhnya, sri baginda. Dia tidak segan-segan mempergunakan para penjahat sebagai antek-anteknya. Ketika hendak membunuh Menteri Liang dan hamba, dia malah memperalat datuk-datuk sesat seperti Cap-sha-kui, dan juga mempergunakan orang-orang Hwa-i Kai-pang yang juga ikut bersekongkol dan menjadi anteknya."

Alis Sri Baginda Kaisar Ceng Tek berkerut, hatinya tidak senang.
"Jenderal Ciang, kami tahu bahwa engkau adalah seorang jenderal yang gagah dan setia, dan juga Menteri Liang adalah seorang menteri lama yang setia. Tahukah kalian betapa hebat dan berbahayanya semua cerita kalian ini? Kalau tidak benar, ini merupakan fitnah yang akan dapat membuat kalian terpaksa harus dihukum seberat-beratnya!"

"Hamba bersedia dihukum kalau pelaporan hamba tidak benar, sri baginda!" kata sang jenderal.

"Hamba juga bersedia menyerahkan nyawa kalau hamba menjatuhkan fitnah kepada siapapun juga," sambung Menteri Liang dengan suara tegas.

Mulailah Kaisar Ceng Tek merasa bimbang. Sebetulnya, sudah lama banyak pembesar yang mencoba untuk menyadarkannya akan kepalsuan Liu-thaikam, akan tetapi karena thaikam itu selalu bersikap baik dan menyenangkan hatinya, juga karena tidak pernah ada bukti penyelewengannya, kaisar merasa terlalu sayang kepada pembantu itu untuk melakukan penyelidikan secara mendalam.

Pula, kaisar yang masih amat muda itu, baru sembilan belas tahun usianya, merasa banyak dibantu oleh Liu-thaikam. Sewaktu dia melakukan perjalanan keluar dari istana secara diam-diam, thaikam itulah yang membantunya, dan urusan dalam istana dapat diselesaikan semua oleh thaikam itu dengan baik,

"Bagaimana kalian dapat memastikan bahwa laporan kalian ini bukan fitnah belaka?" kaisar mendesak.

"Penyerangan terhadap Menteri Liang di telaga disaksikan banyak orang, dan penyerangan terhadap hamba di dalam pesta Ang-kauwsu lebih banyak saksinya," jawab Jenderal Ciang.

"Kalian adalah pejabat-pejabat pemerintah. Tidak aneh kalau dimusuhi oleh kaum penjahat. Akan tetapi apa buktinya bahwa Liu-thaikam yang berdiri di belakang semua itu?"

Inilah pertanyaan yang dinanti-nanti oleh Jenderal Ciang. Dengan suara lantang namun tetap hormat dia menjawab.

"Sri baginda, hamba telah menangkapi sebagian dari para penjahat, akan tetapi ketika hamba menggiring para penjahat itu ke kota raja, di tengah perjalanan para datuk sesat menghadang, merampas tawanan dan membunuh mereka yang tidak dapat mereka rampas. Akan tetapi, masih ada seorang tokoh Hwa-i Kai-pang yang berhasil hamba bawa sebagai saksi. Kalau paduka berkenan, hamba dapat menyuruhnya membuat pengakuan di depan paduka."

Jenderal itu berhenti sebentar, kemudian menyambung,
"Selain itu, juga hamba dibantu oleh seorang pendekar muda yang pernah menyelamatkan paduka ketika paduka diserang oleh orang-orang Kang-jiu-pang, yaitu putera ketua Cin-ling-pai bersama seorang temannya, pendekar wanita Ceng Sui Cin."

"Hemm, bawa mereka semua menghadap!"

Kaisar memerintah, Jenderal Ciang lalu memberi isyarat kepada para penjaga di luar dan tak lama kemudian muncul Hui Song dan Sui Cin menggiringkan Bhe Hok sebagai tawanan. Mereka menjatuhkan diri berlutut dan tubuh Bhe Hok gemetar ketakutan.

Jenderal Ciang memperkenalkan dua orang muda pendekar itu dan kaisar masih ingat kepada Hui Song yang gagah.

"Hai, engkau orang muda yang gagah perkasa itu! Urusan apalagi yang membawamu terlibat dan kini dihadapkan disini?" Kaisar menegur, suaranya ramah.

"Ampun, sri baginda. Hamba melihat persekutuan busuk mengancam para pembesar setia, dan kerena persekutuan itu membahayakan pula keselamatan paduka, maka hamba berdua nona Ceng ini membantu Jenderal Ciang untuk membuka rahasia ini dan menghaturkannya kepada paduka."

Kaisar teringat lagi akan tuduhan terhadap thaikam yang disayangnya, maka alisnya berkerut lagi, hatinya kesal dan diapun berkata kepada Jenderal Ciang.

"Nah, suruhlah saksi bercerita. Awas, kalau dia berbohong, kalian semua takkan bebas dari hukuman!"

Ucapan kaisar itu untuk mengancam mereka yang memusuhi Liu-thaikam, akan tetapi malah membuat si gendut Bhe Hok semakin ketakutan dan tidak berani berbohong. Dia berlutut dan tidak berani berkutik sampai dihardik oleh Jenderal Ciang.

"Penjahat Bhe, lekas membuat pengakuan apa adanya dan jangan berbohong."

"Hamba... hamba bernama Bhe Hok dan hamba menjadi seorang diantara para pembantu Hwa-i Lo-eng ketua Hwa-i Kai-pang. Bersama rekan-rekan dari Cap-sha-kui, hamba menjadi anggauta kelompok yang dipimpin oleh Siangkoan Lo-jin dan hamba semua bekerja untuk Liu-taijin. Hamba menerima tugas untuk membantu tokoh-tokoh Cap-sha-kui, pertama-tama untuk membunuh Menteri Liang, kemudian membunuh Jenderal Ciang. Hamba membuat pengakuan sebenarnya, berani disumpah dan berani mempertanggung jawabkan kebenaran pengakuan hamba."

Wajah kaisar sudah menjadi merah sekali. Haruskah dia mempercaya pengakuan seorang penjahat macam ini?

"Tangkap dan seret ketua Hwa-i Kai-pang kesini!" bentaknya.

"Ampun sri baginda. Hwa-i Lo-eng telah dibunuh oleh tokoh-tokoh sesat, mungkin karena mereka takut kalau-kalau ketua Hwa-i Kai-pang itu akan membuat pengakuan dan membuka rahasia kejahatan Liu-thaikam."

"Hemm, kalau begitu tangkap dan bawa Liu-thaikam kesini!" perintah kaisar.

"Hamba akan melaksanakan perintah paduka. Akan tetapi tanpa adanya lengki (bendera tanda utusan kaisar), tentu dia tidak akan percaya dan akan melawan.”

"Nih, bawa tanda dari kami!"

Berkata demikian kaisar muda itu melepaskan pedangnya dan menyerahkan pedang itu kepada Jenderal Ciang. Benda itu adalah pusaka tanda kekuasaan kaisar, maka tentu saja sudah merupakan bukti kekuasaan yang cukup.

Dengan girang sekali Jenderal Ciang menerima pedang, kemudian membawa pasukan pengawal pergi menuju ke gedung tempat tinggal Liu-thaikam dan menangkapnya. Melihat pedang di tangan jenderal itu, Liu-thaikam tidak berkutik lagi dan dengan muka pucat tak lama kemudian dia sudah menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki kaisar.

"Mohon paduka sudi mengampuni semua kesalahan hamba, akan tetapi sungguh hamba merasa terkejut sekali menerima panggilan paduka seperti ini. Apakah yang telah terjadi? Apakah yang dapat hamba lakukan untuk paduka?"

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: