*

*

Ads

Rabu, 24 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 045

"Dan selanjutnya, apa yang akan kau lakukan, Song-ko?"

"Masih banyak yang hendak kulaksanakan, akan tetapi aku ingin melakukannya bersamamu, Sui Cin, karena itulah maka aku mengejar dan mencarimu."

"Aku baru saja terlepas dari bencana dan aku ingin pulang, sudah terlalu lama meninggalkan ayah ibu."

"Ah, betapa inginku ikut bersamamu pergi menghadap dan berkenalan dengan orang tuamu, secara langsung bertemu muka dengan Pendekar Sadis yang namanya sudah kukenal sejak kecil! Akan tetapi, tugas masih mengikatku, Sui Cin. Engkau tentu tahu bahwa keselamatan Menteri Liang masih terancam..."

"Engkau bukan pegawai negeri dan perlindungan terhadap seorang menteri dapat dilakukan oleh pasukan keamanan!"

"Engkau benar. Akan tetapi kita tahu bahwa juga Jenderal Ciang terancam. Kalau kita tidak membantu, padahal sumber keterangan itu dari kita, tentu pihak pemerintah akan merasa curiga akan kebenaran berita itu. Apalagi kalau di belakang para penjahat itu terdapat pembesar yang amat berpengaruh dan berkuasa. Kita harus membongkar semua kejahatan itu dan menentang kelaliman, barulah tidak percuma kita belajar silat sejak kecil dan menjadi keturunan para pendekar."

"Uwaahhh! Agaknya engkau hendak membanggakan kedudukanmu sebagai putera pendekar, putera ketua Cin-ling-pai, ya?" Sui Cin mengejek sambil tersenyum.

"Tidak demikian, adikku yang baik. Akan tetapi, kalau orang tua kita sudah berjuang sebagai pendekar dan memperoleh nama harum, bukankah sudah menjadi kewajiban kita anak-anak mereka untuk menjunjung tinggi nama itu dengan perbuatan gagah dan baik pula? Selain itu, bukankah di lubuk hati kita sudah terdapat perasaan menentang kejahatan?"

Sui Cin mengibaskan tangan kirinya.
"Sudahlah, cukup dengan kuliahmu itu. Sekarang apa kehendakmu setelah engkau bertemu denganku disini?"

"Cin-moi, aku merasa berbahagia sekali bertemu denganmu disini, baik sebagai pemuda jembel maupun sebagai seorang gadis. Bagaimanapun juga, diantara kita masih terdapat ikatan yang amat dekat, setidaknya ikatan saudara seperguruan. Ingat bahwa ayahmu juga merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang amat membanggakan, dan engkaupun menguasai banyak ilmu-ilmu tingkat tinggi dari Cin-ling-pai."

"Sudahlah jangan memuji-muji, maksudmu bagaimana?"

"Kita masih saudara seperguruan, dan kita bardua sudah mengalami bersama kejahatan yang dilakukan oleh komplotan busuk antek-antek pembesar lalim itu. Maka, jika engkau tidak keberatan, Cin-moi, marilah kita lanjutkan kerjasama ini untuk menentang mereka. Setidaknya, sampai urusan ini selesai dan aku akan menemanimu kembali ke tempat tinggal orang tuamu, memberi kesempatan kepadaku untuk belajar kenal dengan mereka."

Sui Cin termenung. Bagaimanapun juga, ia merasa suka kepada pemuda ini dan sudah menikmati perjalanan bersama yang penuh petualangan itu. Rasanya tidak enak juga kalau kini membiarkan Hui Song bekerja sendiri menempuh bahaya besar menghadapi komplotan yang lihai itu.

Akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah, aku akan membantumu sampai usaha pembunuhan terhadap Jenderal Ciang itu digagalkan."

Wajah yang cerah itu makin berseri dan sepasang mata pemuda itu bersinar-sinar ketika dia meloncat bangun dengan girang.

"Wah, terima kasih, Cin-moi! Aku memang tahu bahwa engkau adalah seorang pendekar wanita sejati!"






"Simpan pujian-pujianmu untuk lain kali, jangan dihabiskan sekarang. Yang penting, sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Untuk sementara ini, Menteri Liang sudah dapat diselamatkan dan tentu akan selalu dikawal ketat."

"Dan kalau engkau memberi tahu kepada Jenderal Ciang lalu pembesar itu selalu dikawal pasukan-pasukan yang kuat, penjahat-penjahat itu mampu berbuat apakah? Perlu apa kita harus bersusah payah lagi, Song-ko?"

"Engkau tahu, urusan ini bukan sekedar kejahatan biasa, melainkan komplotan yang menjadi antek dari Liu-thaikam, pembesar dalam istana yang korup dan jahat itu. Aku sudah menemui Jenderal Ciang dan beliau tidak merasa heran mendengar beritaku bahwa ada tokoh-tokoh sesat yang hendak membunuhnya, karena dia tahu betapa Liu-thaikam membencinya. Liu-thaikam harus ditumbangkan kekuasaannya, demikian kata Jenderal Ciang. Kalau tidak, pembesar keji itu akan semakin berani dan mungkin saja keselamatan kaisar sendiri kelak akan terancam oleh kejahatan Liu-thaikam dan antek-anteknya."

"Apa susahnya? Laporkan saja kejahatan Liu-thaikam kepada sri baginda kaisar agar dia ditangkap dan dihukum, habir perkara."

"Enak saja kau bicara, Cin-moi! Ketahuilah, menurut penuturan Jenderal Ciang, kedudukan thaikam itu amat tinggi dan celakanya, kaisar amat percaya kepadanya. Bahkan dia merupakan orang pertama yang dipercaya sri baginda kaisar. Melaporkannya begitu saja kepada kaisar bahkan akan mencelakakan si pelapor karena kaisar tidak akan percaya.

Karena itulah, maka Ciang-goanswe minta bantuan dan kerja samaku untuk menghadapi para penjahat itu, memancing mereka agar turun tangan dan kita akan menghadapi mereka sehingga tidak sampai gagal seperti ketika para penjahat menyerbu Menteri Liang. Kita harus dapat menangkap hidup-hidup agar para penjahat itu dapat membuat pengakuan di depan kaisar sebagai saksi. Hanya dengan demikian maka kaisar akan percaya betapa jahat dan palsunya kepala thaikam itu dan dapat menjatuhkan hukuman. Nah, maukah engkau membantu agar usaha penting ini berhasil?"

"Bagaimana rencana jenderal itu?"

"Ciang-goanswe diam-diam memerintahkan agar seorang sahabatnya yang menjadi guru silat di kota Pao-fan, merayakan hari ulang tahunnya dan mengundangnya, juga mengundang para tokoh persilatan, baik dari golongan sesat maupun dari golongan bersih. Sebagai seorang bekas piauwsu dan juga sebagai guru silat, tidak terlalu menyolok kalau dia memberi kesempatan kepada para tokoh silat untuk menghadiri pestanya. Akan disiarkan berita bahwa pesta itu dihadiri oleh Jenderal Ciang sehingga komplotan itu tentu akan mendengarnya dan dapat dipastikan bahwa mereka akan turun tangan menyerang Jenderal itu di tempat pesta. Nah, disinilah kita turun tangan pula menentang dan menangkap mereka, bersama dengan para pengawal yang diam-diam diselundupkan ke tempat itu."

"Bagus sekali, mari kita berangkat!" kata Sui Cin penuh semangat.

Gadis ini memang sejak kecil suka berkelahi, apalagi berkelahi menghadapi para penjahat dan dalam urusan menentang kejahatan, ia tidak pernah mengenal takut.

Sui Cin menunggang kudanya lagi, memakai payung karena panas matahari masih menyengat. Hui Song berjalan di samping kuda, wajahnya berseri dan semangatnya berkobar. Setelah kini didampingi Sui Cin, semangat pemuda ini semakin besar dan diapun tahu bahwa dia telah jatuh cinta kepada gadis ini, bahkan mungkin cintanya itu sudah bersemi ketika dia menganggap gadis ini seorang pemuda jembel.

**** 045 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: