*

*

Ads

Rabu, 24 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 041

Bagaimana dengan nasib Sui Cin? Apakah yang menimpa diri gadis pendekar itu? Ia tidak pingsan ketika roboh tertotok oleh tongkat Bhe Hok tokoh baru Hwa-i Kai-pang, hanya lemas dan ia sama sekali tidak dapat meronta ketika dirinya dipanggul dan dilarikan Sim Thian Bu.

Baru sekarang terbukti bahwa pemuda ini sama sekali bukan seorang pendekar gagah perkasa seperti yang disangkanya dalam pertemuan pertama mereka di Bukit Perahu. Sim Thian Bu ini seorang penjahat, seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang cabul dan keji. Sui Cin sejak kecil digembleng ayah bundanya menjadi seorang gadis yang selain berilmu tinggi, gagah perkasa juga tidak pernah mengenal rasa takut.

Akan tetapi sekali ini ia merasa ngeri juga terjatuh ke dalam tangan seorang jai-hwa-cat dalam keadaan tak berdaya sama sekali. Ia pernah mendengar dari ibunya tentang jai-hwa-cat yang suka memperkosa wanita. Akan tetapi iapun teringat akan pesan dan nasihat ibunya bagaimana harus menghadapi bahaya seperti itu.

Pertama ia harus tenang dan tidak panik. Dalam keadaan tidak berdaya melakukan perlawanan dengan kekerasan ia harus pura-pura menyerah. Menurut ibunya, jai-hwa-cat akan menjadi lunak hatinya apabila korbannya menyerah dan dalam cengkeraman nafsu, penjahat itu akan menjadi lengah. Saat itulah paling tepat untuk tiba-tiba menyerangya. Ia pernah bertanya kepada ibunya bagaimana kalau ia diperkosa dalam keadaan tertotok atau terbelenggu.

Ibunya menjawab bahwa kalau tiada jalan lain menghindarkan malapetaka itu, satu-satunya jalan hanya mematikan rasa dan menutup pikiran. Kelak masih banyak kesempatan untuk membalas perbuatan terkutuk itu berikut bunganya yang berlipat ganda. Bagaimanapun juga, membayangkan betapa ia harus membiarkan dirinya diperkosa orang tanpa dapat melawan, hampir membuat Sui Cin menangis.

Ia diam-diam menghimpun hawa murni. Kalau saja totokan itu dapat ia punahkan, tentu sekali pukul kepala pemuda yang memondongnya ini akan pecah dan ia akan dapat membunuhnya dengan mudah. Sekali ini, ia akan melanggar pesan ayahnya. Ia takkan segan-segan membunuh jai-hwa-cat ini!

Akan tetapi tiba-tiba pemuda itu berhenti berlari, menurunkannya ke atas tanah, kemudian menotok jalan darah di punggungnya, membuat ia terkulai kembali dengan lemas dan pemuda itu sambil tersenyum-senyum bahkan membelenggu kaki tangannya dengan tali sutera halus yang amat ulet dan tidak akan mungkin terputuskan. Agaknya jai-hwa-cat ini sudah berpengelaman dan sudah mempersiapkan segalanya.

"Ha-ha-ha! Menghadapi seorang gadis lihai sepertimu harus berhati-hati!" kata pemuda itu sambil mencolek dagu Sui Cin yang hanya dapat memandang dengan mata mendelik.

Tapi mata itu tak basah dengan air mata. Pemuda itu kini memondongnya dan membawa dirinya lari dengan amat cepatnya.

Sambil melarikan gadis itu, di dalam otak pemuda itupun terjadi kesibukan. Sim Thian Bu bukan seorang pemuda ceroboh dan bodoh yang hanya menurutkan dorongan nafsunya saja. Tidak, dia tidak bodoh karena dia adalah murid utama dari Siang-koan Lo-jin alias Si Iblis Buta!

Karena kecerdikannya itulah dia merupakan satu-satunya murid datuk itu yang dapat mewarisi hampir semua ilmu kepandaian Si Iblis Buta. Dan karena kecerdikannya dia diberi tugas untuk menyusup sebagai seorang pendekar ke Bukit Perahu. Dia begitu cerdik sehingga selama ini, biarpun dia mempunyai kesukaan memperkosa wanita dan membunuhnya, dia tidak dicurigai dan tidak dikenal kejahatannya.

Bahkan dalam pertemuannya yang pertama dengan Sui Cin dan Cia Sun, Sim Thian Bu begitu cerdiknya mengelabuhi mata mereka. Yang membunuh tiga orang muda dan seorang gadis yang lebih dulu diperkosanya adalah dia sendiri. Akan tetapi dengan cerdik dia mampu memaksa seorang laki-laki kasar, seorang penjahat rendahan biasa, untuk mengakui perbuatan itu lalu membunuh diri. Dengan demikian, di dalam pandangan Sui Cin dan Cia Sun dalam pertemuan iiu, dia bukan saja bebas dari tuduhan, bahkan dia menjadi seorang pendekar!

Ketika bertemu Sui Cin yang cantik jelita, jenaka dan segar, tentu saja jai-hwa-cat ini merasa tertarik sekali dan bangkitlah nafsunya. Andaikata Sui Cin adalah seorang gadis biasa, tentu pada saat itu juga dia kerjakan! Akan tetapi Sui Cin adalah seorang gadis yang amat lihai, apalagi puteri Pendekar Sadis! Maka Sim Thian Bu mempergunakan siasat lain.

Mula-mula dia hendak menjatuhkan hati dara itu dengan rayuannya untuk memikat hatinya, mengandalkan ketampanan wajahnya dan kematangan pengalamannya menghadapi wanita. Akan tetapi Sui Cin adalah seorang dara pendekar yang tidak mudah terpikat rayuan. Usahanya gagal sama sekali ketika dara itu meninggalkannya begitu saja pada suatu malam. Hatinya kecewa, penasaran dan juga marah.

Kedatangannya di Telaga Emas sehubungan dengan tugas rahasia yang diterima dari suhunya untuk melakukan pengintaian di telaga itu, bersama seorang tokoh Hwa-i Kai-pang. Maka, bukan main girang hatinya ketika dia melihat Sui Cin disitu. Pertemuan yang sama sekali tidak disengaja, bahkan tidak disangka-sangkanya. Dan diapun tidak mau membuang kesempatan baik itu untuk menjumpainya, sampai terjadi perkelahian den akhirnya dengan bantuan Bhe Hok tokoh gendut Hwa-i Kai-pang, dia berhasil merobohkan dan melarikan Sui Cin.






Tentu saja dia sudah lupa sama sekali akan tugasnya membantu suhunya setelah dia berhasil melarikan dara yang membuatnya tergila-gila itu. Dan kini dia memutar otak mencari akal. Dia tahu kemana harus membawa gadis itu. Kedalam sebuah guha rahasia yang menjadi satu diantara tempat-tempat persembunyian suhunya. Tempat itu kosong dan disitu dia takkan terganggu oleh siapapun. Tempat sepi terpencil yang aman baginya.

Dia tidak mungkin memperlakukan gadis ini seperti para korban lainnya, yaitu memperkosa dan mempermainkannya sampai puas lalu membunuhnya untuk merahasiakan perbuatannya. Tidak! Gadis ini terlalu penting untuk sekedar dinikmati lalu dibunuh. Dia harus dapat memanfaatkan gadis ini, memperoleh keuntungan sebanyaknya. Gadis ini adalah puteri Pendekar Sadis! Baru mengingat nama ini saja dia sudah merasa ngeri.

Kalau dia memperkosa lalu membunuh Sui Cin seperti yang dilakukannya terhadap wanita-wanita lain, kemudian hal itu terdengar oleh Pendekar Sadis, dia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Terlalu mengerikan! Akan tetapi, kalau dia bisa menjadi suami Sui Cin, mantu Pendekar Sadis? Amboi...! Betapa hebatnya! Dia akan menjadi terkenal, ditakuti, dan lebih lagi, dia mendengar bahwa keluarga Pendekar Sadis amat kaya raya, hidup di Pulau Teratai Merah.

Ketika Sim Thian Bu tiba di lembah sunyi itu, dimana guha tempat persembunyian gurunya berada, hari sudah menjelang senja. Dia berhenti di tepi jurang, merebahkan tubuh Sui Cin di atas tanah berumput, lalu membebaskan totokannya. Sui Cin dapat bergerak kembali akan tetapi karena kedua kaki tangannya terbelenggu kuat, tetap saja ia tidak berdaya. Ia hanya memandang marah, lalu memaki,

"Jahanam busuk!"

Thian Bu tersenyum.
"Nona Ceng, kenapa engkau tidak mau melihat kenyataan? Aku cinta padamu, nona. Sungguh, sejak pertemuan kita yang pertama, aku sudah jatuh hati dan tergila-gila kepadamu. Aku sungguh-sungguh, bukan main-main dan hidupku baru akan berbahagia kalau engkau dapat menjadi isteriku yang sah."

"Lebih baik aku mati!" Sui Cin membentak marah.

"Nona, pikirlah baik-baik. Sekali aku melemparmu ke jurang ini, engkau akan tewas dengan tubuh hancur dan tidak seorangpun akan dapat menemukanmu. Atau engkau lebih suka diperkosa dan dihina lalu dibunuh? Ingatlah, engkau masih muda. Tidakkah lebih baik engkau menjadi isteriku yang terhormat? Kurang apakah diriku? Masih muda dan cukup tampan, memiliki ilmu silat yang cukup, dan amat mencintamu."

Pura-pura menyerah mencari kelengahannya, pikir Sui Cin. Biarpun dadanya seperti mau meledak saking marahnya, ia menekan kemarahannya dan berkata halus,

"Tentu saja aku tidak ingin begitu, akan tetapi beginikah sikapmu yang katanya mencinta? Lepaskan dulu belenggu-belenggu ini, baru kita bicara dan kupertimbangkan usulmu."

Akan tetapi Thian Bu tersenyum dan menggeleng kepala.
"Hemm, lihat, bukankah di samping semua kelebihanku, masih ditambah kenyataan bahwa aku cerdik sekali dan tidak tertipu muslihatmu? Kecerdikanku membikin aku semakin berharga untuk menjadi suamimu. Nona, engkau bersumpahlah dulu bahwa engkau takkan melawan dan menentangku, bahwa engkau akan suka menjadi isteriku, kemudian kita akan bersatu badan sebagai suami isteri, barulah aku akan melepaskan belenggu. Maaf, semua itu hanya untuk menjamin dan meyakinkan hatiku."

Sui Cin membuang muka, menahan mulutnya yang ingin memaki-maki. Melihat sikap gadis itu, Thian Bu melakukan siasatnya yang pertama, yaitu membujuknya dengan jalan menakut-nakutinya.

"Nona, benarkah engkau begitu tega, memilih mati dan menghancurkan hatiku daripada hidup berbahagia bersamaku?"

"Jahanam keparat, tidak perlu banyak cerewet lagi. Mati jauh lebih mulia daripada hidup bersama seorang manusia berwatak iblis macammu ini. Bunuhlah, siapa takut mati?"

"Hemm, perempuan sombong. Hendak kulihat sampai dimana keberanianmu!"

Dia lalu memondong tubuh Sui Cin dan dibawanya ke tepi jurang.
"Lihat, lihat dasar jurang tak terukur dalamnya yang akan menerima tubuhmu ini!"

Dan tiba-tiba dia melepaskan tubuh Sui Cin dengan kepala lebih dulu ke dalam jurang! Tubuh itu melayang ke bawah dan Sui Cin memejamkan mata, menutup mulutnya rapat-rapat agar jangan menjerit. Tiba-tiba tubuhnya berhenti meluncur dan ternyata pemuda itu telah menangkap kedua kakinya sehingga tubuhnya tergantung dengan kepala di bawah.

Keadaan ini mengingatkan ia akan latihan samadhi sambil berjungkir balik ketika ia mempelajari ilmu menghimpun tenaga istimewa dari ayahnya. Maka, begitu tubuhnya tergantung membalik seperti itu, dari pusarnya terhimpun hawa panas dan sebentar saja aliran darahnya sudah menjadi lancar dan normal kembali, bekas totokan pemuda jahat itu lenyap sama sekali.

Ia percaya bahwa kalau saat itu ia mengerahkan tenaga dan melakukan ilmu Hok-te Sin-kun, tenaganya akan mampu mematahkan belenggu sutera dan sekalian menendang lawan. Akan tetapi, biarpun berhasil, tidak urung tubuhnya akan terjatuh ke dalam jurang dan ini berarti bunuh diri! Tidak, ia tidak sebodoh dan senekat itu.

"Bagaimana, nona? Apakah engkau memilih aku melepaskan kakimu dan tubuhmu meluncur ke bawah, kepalamu menimpa batu di dasar jurang itu sampai remuk-remuk?" Suara Sim Thian Bu penuh ejekan dan ancaman.

Sui Cin juga searang yang cerdik. Ia tahu bahwa semua ini dilakukan jai-hwa-cat itu hanya untuk menggertaknya. Satu-satunya cara untuk menghentikan siksaan ini hanya memperlihatkan bahwa ia tidak takut.

"Pengecut busuk! Kau kira aku takut? Lepaskan dan aku akan terbebas dari binatang busuk macam kamu ini!"

Thian Bu merasa mendongkol sekali. Kalau dia tidak merasa sayang akan kecantikan gadis ini dan mempunyai rencana yang amat menguntungkan dirinya terhadap Sui Cin, tentu sudah dilemparkannya tubuh itu ke dalam jurang. Belum pernah selama hidupnya ada wanita berani menolaknya, bahkan sebagian besar wanita atau gadis yang diculiknya, dapat ditundukkan dengan rayuan dan ketampanannya.

Akan tetapi, gadis puteri Pendekar Sadis ini tidak mempan dengan dirayu, dan tidak takut diancam, membuat dia kehilangan akal. Tanpa banyak cakap lagi dia lalu meloncat dan membawa Sui Cin ke dalam sebuah guha besar yang tertutup semak-semak belukar.

Diam-diam Sui Cin memperhatikan tempat ini. Sebuah guha tersembunyi. Tidak mungkin akan ditemukan orang luar karena mulut guha yang tidak berapa besar itu tersembunyi di balik semak-semak belukar yang penuh duri dan pantasnya hanya menjadi sarang ular-ular dan binatang-binatang buas.

Setelah menguak semak-semak belukar dan nampak mulut guha, pemuda itu membawa Sui Cin memasuki guha dan menutupkan kembali semak-semak di depan guha. Setelah masuk ke dalam guha, ternyata guha itu berlorong lebar yang membawanya ke dalam ruangan yang cukup luas.

Akan tetapi keadaan disitu kotor dan tidak terawat, tanda bahwa tempat itu sudah lama tidak didatangi orang. Ruangan dalam guha itu seperti ruangan rumah saja, dimana terdapat meja-meja tua, bangku-bangku dan juga sebuah dipan kayu yang masih kokoh kuat. Sim Thian Bu menurunkan tubuh Sui Cin dan mengikat kaki dan tangan dara itu, menelentangkannya di atas dipan.

"Ha-ha-ha, nona manis. Dengar baik-baik, aku mengajakmu hidup bersama sebagai suami isteri, akan tetapi engkau selalu menolak. Dan engkau bahkan memilih mati daripada hidup sebagai isteriku yang terhormat dan tercinta. Kebandelanmu ini membuat aku bingung dan sebaiknya kalau engkau kupaksa menjadi isteriku, baru kita bicara lagi, ha-ha-ha!"

Sim Thian Bu tersenyum-senyum dan memandang penuh nafsu kepada tubuh gadis yang sudah ditelentangkan di atas dipan dalam keadaan kaki tangan terikat itu. Dia menanggalkan bajunya dan nampaklah dadanya yang bidang. Pemuda ini memang selain memiliki wajah tampan pesolek, juga memiliki bentuk tubuh yang baik. Sayangnya bahwa tubuh yang demikian baik dihuni oleh batin yang bobrok dan kejam.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: