*

*

Ads

Selasa, 26 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 07

Sasterawan tua itu mengangguk-angguk dan memandang kepada Ciang Kim Su, lalu berkata lirih seperti kepada diri sendiri,

"Orang muda dari dusun membawa benda seperti ini, betapa bahayanya..."

Diam-diam sasterawan itu agaknya maklum bahwa peta itu adalah milik si pemuda, nampak dari sikap paman dan keponakan tadi. Maka ditinggalkanlah peta itu oleh mereka kepada si sasterawan yang akan mempelajarinya selama sehari semalam.

Pada keesokan harinya, paman dan keponakan itu datang lagi ke rumah Louw siucai dan dengan girang mereka menerima kembali peta bersama terjemahannya. Dan ternyatalah bahwa peta itu merupakan peta yang menunjukkan tempat disimpannya harta karun Jenghis Khan atau harta karun kuno yang sudah seribu tahun lebih umurnya dan yang oleh Jenghis Khan ditemukan petanya. Kemudian kaisar itu mengutus seorang pembantunya bernama Yelu Kim untuk menyelidiki tempat rahasia itu.

"Agaknya, Yelu Kim itu gagal dalam usahanya dan mungkin peta itu terampas orang lain, kemudian lenyap dan tahu-tahu ditemukan oleh ji-wi." kata si sasterawan. "Akan tetapi peta ini tidak lengkap kalau tidak ada kuncinya."

"Kuncinya? Apa maksudmu?" Su Tong Hak bertanya.

"Kunci emas. Ada disebutkan disitu, sudah kuterjemahkan, bahwa untuk menemukan tempat rahasia itu harus dengan bantuan peta ini, akan tetapi untuk dapat masuk, harus menggunakan kunci emas. Tidak tahu apakah kunci emas itu juga ji-wi temukan?"

Su Tong Hak menoleh dan memandang kepada keponakannya. Tentu saja Ciang Kim Su tahu apa yang dimaksudkan dengan kunci emas itu, ialah benda yang ditemukannya bersama peta ini dan yang kini disimpan oleh ayahnya. Akan tetapi pemuda ini menggeleng kepala, tanda bahwa diapun tidak tahu.

Su Tong Hak meninggalkan uang yang cukup sebagai pembayaran jerih payah sasterawan Louw, kemudian mengajak keponakannya pulang. Sampai di rumah, mereka berdua lalu memeriksa terjemahan peta itu dan keduanya merasa girang sekali. Dengan jelas ditunjukkan pada peta itu bahwa tempat harta karun itu berada di suatu tempat, satu diantara puncak-puncak Pegunungan Beng-san. Memang amat sukar didatangi dan kiranya takkan mungkin ditemukan tanpa bantuan peta itu!

“Kim Su, apakah engkau dan ayahmu tidak menemukan kunci emasnya?" paman itu bertanya sambil memandang tajam kepada wajah keponakannya.

"Setahuku tidak, paman. Akan tetapi aku akan bertanya kepada ayah tentang itu."

"Baiklah, sekarang sebaiknya engkau pulang ke dusun dan membuat laporan kepada ayahmu tentang peta ini, dan sekalian kalian mencari kunci emas itu. Kalau belum kalian temukan, mungkin masih terpendam di tempat dimana kalian menemukan peta."

"Akan tetapi peta itu..."

"Sebaiknya kita bagi dua saja, Kim Su. Ingat, benda ini amat berharga dan kalau kau bawa semua, sungguh amat berbahaya bagimu. Biarlah kita potong menjadi dua bagian, kita masing-masing membawa sepotong. Kau bawa yang sepotong pulang ke dusun, kemudian bersama ayahmu mencari kunci emas itu. Kalau sudah ketemu, engkau ayah dan ibumu datanglah kesini dan kita bersama akan pergi mencari harta karun itu. Semua biaya perjalanan mencarinya akan kutanggung."

Ciang Kim Su menyetujui pendapat ini dan demikianlah, peta itu dipotong menjadi dua dan mereka masing-masing menyimpan sepotong. Kemudian, pemuda dusun itu pulang ke dusun naik kuda pemberian pamannya dan membawa bekal secukupnya, jauh bedanya dengan keadaannya di waktu dia datang ke kota raja.

"Demikianlah apa yang telah terjadi,"

Su Tong Hak mengakhiri ceritanya yang didengarkan dengan penuh perhatian oleh Thian Sin dan Kim Hong.

"Lalu kemana perginya Ciang Kim Su?" tanya Kim Hong. "Kenapa dia tidak pernah pulang ke dusun sehingga ayahnya mencarinya?"

Pedagang itu menggeleng kepala.
"Aku tidak tahu aku sendiripun menanti-nantinya dan tidak pernah ada berita darinya."

"Hemm, sungguh aneh sekali." kata Thian Sin sambil mengerutkan alisnya dan diam-diam dia mengkhawatirkan nasib pemuda dusun itu.

Paman pemuda itu, yang kini duduk di depannya, mempunyai sikap yang palsu dan patut dicurigai, maka didalam hatinya, dia tidak mau percaya begitu saja akan apa yang diceritakan oleh pedagang itu."






"Dan paman masih memegang sepotong dari peta yang dibagi dua itu?" tanyanya.

Pedagang itu memandang tajam, alisnya berkerut. Lalu dia menggeleng kepala keras-keras.

"Tidak lagi! Peta harta karun itu membawa malapetaka! Baru sebulan setelah Kim Su pergi, rumahku kemalingan dan selain uang dan barang berharga, juga potongan peta itu dicurinya."

"Bohong...!" Kim Hong berseru dengan marah. "Mungkin kau bunuh keponakanmu itu dan kau rampas potongan peta yang ada padanya!"

Thian Sin hendak mencegah namun sudah tidak keburu dan anehnya pedagang itu tidak merasa takut, bahkan nampak marah dan bangkit dari duduknya sambil bertolak pinggang.

"Apa kau bilang? Kalian datang membawa kunci emas dan mengaku utusan dari kakak iparku, datang-datang berani kau menuduhku yang bukan-bukan? Ah, jangan-jangan kalian inilah penjahat-penjahat yang telah membunuh keponakanku dan selain merampas kunci emas dari ayahnya, juga merampas sebagian peta itu dan kini datang untuk mendapatkan potongan lainnya dariku!"

Thian Sin bangkit menyabarkan kekasihnya lalu berkata kepada pedagang itu,
"Paman Su, kami sungguh diutus oleh mendiang paman Ciang Gun..."

"Mendiang?"

"Ya, dia terbunuh oleh Liong-kut-pian Ban Lok dan kaki tangannya..."

"Ban Lok? Si keparat! Berani dia...!" Saudagar itu menahan kata-katanya seperti baru sadar bahwa sikapnya itu menunjukkan bahwa dia mengenal baik kepala penjahat itu. "Lalu... apa yang terjadi?" tanyanya, menahan rasa kagetnya.

"Sebelum meninggal, paman Ciang Gun menyerahkan kunci emas ini kepada kami dan memesan agar kami mencari puteranya disini."

"Tapi peta itu..."

"Kami akan cari sampai dapat."

"Kalau sudah dapat?"

"Akan kami cari harta karun itu untuk kami serahkan kepada yang berhak."

"Akulah yang berhak. Akulah keluarga terdekat dari keluarga Ciang."

"Bukan engkau, akan tetapi Ciang Kim Su." Kata Kim Hong yang masih marah.

"Akan tetapi dia... dia telah mati!"

Tiba-tiba Thian Sin memegang lengan tangan pedagang itu. Pedagang itu meronta dan agaknya dia juga kuat dan menguasai ilmu silat sehingga dia berhasil melepaskan pegangan itu karena Thian Sin juga memegang secara biasa saja.

"Bagaimana kau bisa tahu?" bentak Thian Sin yang belum mau memperlihatkan kepandaiannya.

"Ku... kurasa demikian, karena kalau dia masih hidup, dimana dia? Mengapa tidak memberi kabar kepadaku? Orang muda, marilah kita bekerja sama. Serahkan kunci emas itu kepadaku dan aku akan mengusahakan kembalinya peta dan..."

"Tidak! Kami akan mencari sendiri dan memenuhi pesan mendiang Ciang Gun yang telah menjadi korban, bersama isterinya pula dan putera tunggalnya juga masih belum ketahuan bagaimana nasibnya."

"Tapi... tanpa peta, apa gunanya kunci emas itu?"

"Kami akan mencarinya."

"Kemana? Peta itu telah hilang."

"Bagaimana nanti sajalah. Akan tetapi, mungkin saja kita masih akan saling bertemu!"

Setelah berkata denlikian, Thian Sin dan Kim Hong lalu meninggalkan pedagang itu yang masih memandang dengan bengong.

Setelah tiba di luar gedung itu, Thian Sin dan Kim Hong tentu saja tahu bahwa tak lama kemudian, ada tiga bayangan orang mengikuti mereka dari jauh. Mereka tidak merasa heran karena memang mereka sudah menduga bahwa Su Tong Hak bukanlah orang baik-baik dan tiga bayangan orang itu tentulah kaki tangan pedagang itu yang hendak memata-matai mereka.

Mereka berpura-pura tidak tahu dan langsung kembali ke rumah penginapan mereka. Memang sesungguhnya kunjungan mereka kepada Su Tong Hak itupun hanya merupakan gerakan pancingan saja untuk memancing keluar kakap-kakap yang ada hubungannya dengan rahasia peta harta karun.

Bagaimanapun juga, dua orang pendekar ini masih merasa ragu-ragu dimana adanya peta itu sekarang. Benarkah yang sepotong masih berada di tangan Kim Su yang lenyap tanpa meninggalkan jejak itu? Dan dimana adanya yang sepotong lagi?

Mereka tahu bahwa tanpa peta itu, memang kunci emas tidak ada gunanya, sebaliknya, si pemegang petapun tidak akan berhasil tanpa memiliki kunci emas. Inilah sebabnya mengapa mereka menanti. Mereka merasa yakin bahwa dengan memegang kunci emas, akhirnya mereka pasti akan dicari oleh pemilik peta!

Mereka tidak usah menanti terlalu lama. Malam itu juga para penjahat telah mulai beraksi. Pada malam hari itu, karena maklum bahwa mereka menghadapi urusan besar dan ancaman bahayat, Thian Sin dan Kim Hong tidak tidur seranjang seperti biasanya.

Didalam kamar itu terdapat dua buah tempat tidur berdampingan, hanya terhalang sebuah meja kecil dan keduanya duduk bersila di atas pembaringan masing-masing. Menjelang tengah malam, tanpa mengeluarkan suara, Kim Hong meniup padam lampu penerangan yang terletak di atas meja dan kamar itupun menjadi gelap.

Lima bayangan orang berkelebat di atas genteng rumah penginapan itu. Gerakan mereka amat gesit, tanda bahwa mereka berlima telah memiliki gin-kang yang cukup tinggi. Bagaikan lima ekor kucing saja, mereka bergerak di atas genteng dan kemudian satu demi satu mereka melayang turun dari atas genteng.

Ketika kaki mereka menginjak tanah, tidak terdengar suara sedikitpun. Mereka adalah lima orang laki-laki bertubuh kuat yang dipimpin oleh seorang yang tubuhnya jangkung. Di punggung mereka nampak terselip sepasang golok tipis yang kadang-kadang mengeluarkan cahaya berkilauan kalau tertimpa sinar lampu.

Mereka tidak pernah mengeluarkan suara, dan si jangkung hanya memberi aba-aba dengan isyarat tangan saja. Tak lama kemudian mereka telah berada di luar jendela dan pintu kamar yang dihuni oleh Thian Sin dan Kim Hong.

Tanpa mengeluarkan suara, mereka berlima mengeluarkan saputangan hitam dan memasang saputangan itu di depan hidung dan mulut sebagai kedok.

Kemudian, mereka menyalakan hio dan bau yang harum aneh berhamburan dari asap hio. Melalui celah-celah daun pintu di bawah, juga dari celah-celah jendela, mereka memasukkan hio-hio yang terbakar itu ke dalam kamar sehingga mulailah asap-asap harum memenuhi kamar.

Beberapa menit kemudian, terdengarlah gerakan di dalam kamar itu. Suara orang terbatuk-batuk kecil, kemudian disusul suara menguap. Suara itu jelas menunjukkan bahwa yang berada di dalam kamar adalah seorang pria dan seorang wanita.

Tentu saja lima orang berkedok saputangan hitam itu menjadi girang dan mereka saling pandang dengan sinar mata berkilat dan berseri. Batuk-batuk dan menguap? Itu membuktikan bahwa asap hio mereka yang mengandung obat bius kuat itu telah mengenai sasaran dan berhasil. Memang orang akan lebih dulu terbatuk-batuk, kemudian setelah menguap takkan dapat tertahan lagi, pasti jatuh pulas seperti pingsan saja!

Mereka menanti sampai kurang lebih sepuluh menit dan pada waktu itu, kamar telah penuh dengan asap hio. Mereka juga mendengarkan dengan penuh perhatian dan agak kecewa karena tidak mendengar suara orang mendengkur yang menjadi tanda mutlak bahwa orang-orang di dalam kamar itu telah tidur pulas.

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: