*

*

Ads

Rabu, 20 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 05

Thian Sin memperlihatkan sikap ragu-tagu dan khawatir, sikap orang yang merasa enggan berpisah dari sebuah benda yang amat berharga, lalu mengeluarkan kunci emas dari saku bajunya sebelah dalam. Setelah mengirim pandang mata curiga, dia lalu mengacungkan kunci emas itu ke atas dan berkata,

"Nih, lihatlah. Kunci emas yang tulen!"

Sinar matahari pagi menimpa kunci emas itu dan nampaklah sinar mencorong membuat Ban Lok menelan ludahnya dan matanya bersinar-sinar. Memang sebuah kunci emas tulen! Dia mengulur tangan hendak meraih, akan tetapi Thian Sin menariknya kembali.

"Lihat sajapun cukuplah...!" katanya.

Si gendut itu mendelik.
"Kau tidak percaya padaku? Bagaimana hatiku dapat yakin kalau hanya melihat? Aku harus memegangnya dan memeriksanya dengan teliti." Dia menghardik disertai sikap mengancam.

"Berikanlah, dari pada ribut-ribut!" terdengar Kim Hong berkata, sikapnya agak takut-takut membuat kepala penjahat itu tersenyum mengejek.

Thian Sin menyerahkan kunci emas itu dan Ban Lok yang gendut cepat menyambarnya dan memeriksanya dengan jantung berdebar penuh rasa tegang dan gembira. Sebuah kunci yang benar-benar terbuat dari pada emas dan bentuknya aneh dan kuno. Emas itu saja sudah menjanjikan harta karun yang tentu luar biasa besarnya. Tiba-tiba, sambil menyimpan kunci emas itu di dalam saku bajunya sebelah dalam, Ban Luk meloncat ke belakang dan berteriak kepada anak buahnya yang masih bersembunyi di belakangnya.

"Serbu dan bunuh mereka!"

Thian Sin dan Kim Hong sama sekali tidak merasa kaget melihat betapa dari balik semak-semak dan pohon-pohon besar muncul berlompatan banyak sekali orang-orang kasar. Jumlah mereka kurang lebih ada tiga puluh orang dan mereka semua membawa senjata tajam dan kini mereka telah bergerak mengurung. Akan tetapi, Thian Sin bersikap kaget dan penasaran.

"Eh, apa artinya ini? Kembalikan kunci emas itu kepadaku!"

Kepala penjahat yang gendut itupun membuang sikap palsunya dan dia tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha-ha! Kalian sudah mendengar rahasia peta yang kuceritakan tadi, berarti kalian tidak boleh hidup lebib lama lagi. Sudah berbulan-bulan aku mencari kunci ini, setelah kudapatkan, mana mungkin kulepas lagi?"

"Curang! Engkau sudah berjanji saling menukar keterangan!" Kim Hong berteriak.

Kembali kepala penjahat itu tertawa bergelak.
"Engkau seorang wanita yang cantik sekali, untung bertemu denganku sehingga engkau akan mati tanpa ternoda. Kalau engkau bertemu dengan Pat-pi Mo-ko, jangan harap dapat mati seenak itu, tentu engkau akan dipermainkannya sampai rusak binasa. Ha-ha-ha! Hayo serbu...!"

Dia memberi aba-aba lagi. Puluhan orang itu memperketat kurungan dan mereka mulai mendekat dengan senjata ditodongkan.

Tentu saja ancaman maut yang bagi orang lain tentu akan menimbulkan kengerian itu, bahkan nampak menggelikan bagi pasangan pendekar yang memiliki kepandaian amat tinggi itu. Thian Sin membuang sikapnya yang pura-pura takut tadi dan diapun tersenyum.

"Baiklah, kalian mencari penyakit sendiri!"

Dia dan Kim Hong masih berdiri dengan sikap seenaknya saja, sama sekali tidak memasang kuda-kuda seperti biasanya ahli silat kalau menghadapi ancaman lawan menghadapi ancaman begitu banyak orang. Mereka hanya saling pandang dan keduanya mengerti apa yang mereka harus lakukan, yaitu menghajar para pengepung itu habis-habisan tanpa melakukan pembunuhan.

Beberapa tahun yang lalu, Ceng Thian Sin terkenal dengan julukan Pendekar Sadis. Dari julukannya ini saja mudah diduga bahwa dia mempunya hati yang amat kejam terhadap para penjahat. Dia amat membenci para penjahat sehingga setiap kali bentrok dengan tokoh-tokoh penjahat, dia bukan hanya menurunkan tangan sakti membunuhnya, akan tetapi menyiksanya terlebih dahulu dengan cara-cara yang amat sadis. Dia memperoleh kenikmatan dengan menyiksa orang-orang yang dianggapnya jahat itu sebagai peluapan rasa dendamnya yang amat besar terhadap para penjahat.

Semenjak kecil, dia telah mengalami banyak kesengsaraan hidup sebagai akibat dari perbuatan para penjahat sehingga dia menaruh dendam yang amat hebat. Adapan Toan Kim Hong, wanita muda yang cantik jelita itu, tadinya pernah menyamar sebagai seorang nenek yang berjuluk Lam-sin (Malaikat Selatan) yang merupakan seorang di antara empat datuk kaum sesat. Iapun amat ganas dan kejam, membunuh lawan dengan tangan dingin (baca tentang Pendekar Sadis dan Lam-sin dalam cerita Pendekar Sadis).






Akan tetapi, semenjak keduanya saling bertemu, saling jatuh cinta, kemudian bersama-sama menghadapi para pendekar sakti, sampai akhirnya mereka berhadapan dengan para pendekar Cin-ling-pai dan Lembah Naga yang mereka cinta, puja dan takuti, keduanya telah berubah.

Mereka berdua kini tinggal di Pulau Teratai Merah dan tidak lagi menuruti hati yang ingin membasmi para penjahat. Bahkan keduanya berjanji bahwa mereka akan menghadapi penjahat-penjahat dengan keadilan, bukan lagi dengan kekejaman. Karena inilah maka sekarang, biarpun mereka diancam oleh para penjahat dan bahkan dicurangi, mereka yang saling pandang itu maklum akan isi hati masing-masing, yaitu bahwa mereka masih ingat untuk tidak membunuh orang walaupun mereka harus menghajar kumpulan penjahat yang kejam itu.

Karena jumlah mereka yang terlalu banyak dan tidak mungkin tiga puluh orang itu maju serentak melakukan serangan, maka kini begitu gerombolan itu bergerak, hanya ada delapan orang yang dapat maju menggerakkan senjata mereka menyerang Thian Sin dan Kim Hong yang kelihatan masih bersikap enak-enakan dan bagi para penjahat itu dianggap sebagai makanan lunak.

Akan tetapi, begitu mereka delapan orang itu maju, tiba-tiba saja nampak dua bayangan berkelebatan dan delapan orang itu merasa seperti disambar halilintar!

Delapan orang itu sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi dan selamanya mereka itu takkan sanggup menceritakan apa yang telah menimpa mereka. Tadinya mereka dengan ganas menyerbu dan menyerang pemuda dan gadis itu, akan tetapi tiba-tiba kedua orang muda itu lenyap dan sebagai gantinya, mereka hanya melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu dunia tiba-tiba menjadi gelap bagi mereka!

Ketika mereka siuman kembali, mereka telah mendapatkan tubuh mereka malang melintang, senjata mereka entah terbang kemana dan tubuh mereka luka-luka, ada yang benjol-benjol kepalanya, ada yang patah tulang lengannya, ada pula yang memar-memar badannya, ada yang pingsan ada pula yang hanya nanar saja. Pendeknya, secara aneh dan dalam waktu segebrakan saja, delapan orang itu telah terlempar ke sana sini dan terbanting tanpa dapat bangun kembali! Bahkan di antara mereka ada yang tidak sempat lagi berteriak karena sudah keburu tidak sadar.

Melihat ini, kawanan penjahat itu terkejut dan marah sekali. Mereka berebut maju dan mengeroyok dengan buas. Akan tetapi, mereka itu seperti sekumpulan nyamuk menyerbu api lilin saja, karena siapa yang maju lebih dulu tentu terkapar atau terlempar, terbanting keras, berteriak kesakitan dan berobohanlah para pengeroyok itu malang melintang, senjata mereka terlempar ke empat penjuru, bahkan ada yang patah-patah bertemu dengan lengan dua orang pendekar muda itu.

Menyaksikan kehebatan dua orang muda itu, tentu saja si gendut Ban Lok merasa terkejut den gentar. Boleh jadi dia mendapatkan nama besar dari kepandaiannya atau juga dari kekejamannya, dan julukannya adalah Liong-kut-pian karena senjata ruyungnya itu memang hebat.

Akan tetapi bagaimanapun juga, dia hanyalah seorang yang kejam dan orang kejam itu biasanya berwatak pengecut dan penakut. Hanya penakut sajalah yang dapat bersikap kejam, karena seorang penakut itu selalu khawatir akan keselamatan dirinya maka dia condong untuk meniadakan ancaman bagi dirinya.

Biarpun tidak akan diakuinya sendiri, namun jelas bahwa di sudut hatinya, seorang yang kejam selalu dibayangi oleh rasa takut yang hebat. Demikian pula halnya dengan Liong-kut-pian Ban Lok ini. Begitu melihat bahwa keadaannya tidak aman baginya, hatinya merasa gentar dan lupalah dia akan kedudukannya sebagai seorang kepala atau pemimpin.

Kiranya keganasan dan kekejamannya itu hanya menjadi selimut dari kepengecutannya, dan semua keberaniannya hanya timbul karena dia merasa ada banyak anak buah di belakangnya. Biasanya memang demikianlah. Segerombolan orang akan menjadi nekat dan berani, akan tetapi kalau seseorang terpisah dari kelompoknya, maka keberaniannyapun akan lenyap.

Ban Lok yang sudah merasa berhasil mengantongi kunci emas, ketika melihat betapa mudahnya sepasang pendekar muda itu merobohkan anak buahnya, lalu mengambil langkah seribu, melarikan diri dari situ untuk menyelamatkan diri dan kunci emas.

Melihat ini, Kim Hong berkata kepada kekasihnya.
"Thian Sin, kau hajar semua anjing ini dan aku akan mencegah anjing besar melarikan diri!"

Tanpa menanti jawaban karena ia sudah tahu bahwa kekasihnya akan menyetujuinya, sekali menggerakkan tubuh, Kim Hong telah meloncat dan melayang dengan kecepatan seekor burung walet terbang, mengejar Ban Lok.

"Ehh...?"

Kepala penjahat yang gendut ini terbelalak ketika melihat berkelebatnya bayangan orang dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang gadis cantik jelita, berdiri dengan santainya, bertolak pinggang dan tersenyum seperti seorang guru menghadapi seorang murid taman kanak-kanak yang bandel!

Lebih terkejut lagi hati kepala garong ini ketika mengenal bahwa gadis ini bukan lain adalah gadis yang dikeroyok tadi. Dia menoleh dan melihat betapa sisa anak buahnya masih mengeroyok si pemuda. Maklumlah dia bahwa dia harus berkelahi mati-matian untuk mempertahankan kunci emas itu. Maka tangan kanannya meraba ke belakang dan ruyung itu telah berada di tangannya.

Ruyung yang mengangkat namanya tinggi-tinggi itu dilintangkan di depan dada. Ruyung itu terbuat dari pada baja dan kelihatan amat berat. Agaknya bentuk ruyung yang diukir seperti ekor ular itulah yang membuat ruyung itu dinamakan Liong-kut-pian (Ruyung Tulang Naga), jadi bukanlah tulang naga atau ular sungguh-sungguh.

"Minggir kalau tidak ingin hancur kepalamu!" bentaknya sambil mengamang-amangkan ruyung yang berat itu.

Kim Hong tersenyum mengejek, senyum yang manis sekali akan tetapi kalau orang sudah lama mengenal wanita jelita ini, tentu akan bergidik karena senyum mengejek itu adalah senyuman khas yang menyembunyikan ancaman hebat!

"Hati-hatilah main-main dengan ruyung berat itu. Jangan-jangan kepalamu sendiri yang akan terpukul dan pecah. Lebih baik kembalikan kunci emas tadi dan engkau boleh pergi sebagai anak yang baik."

Ucapannya sungguh seperti ucapan seorang guru menasihati seorang anak kecil yang nakal. Tentu saja Liong-kut-pian Ban Lok menjadi marah sekali. Dia adalah seorang kepala penjahat yang sudah biasa merampok dan menodong selama puluhan tahun. Kini usianya sudah lima puluh tahun lebih dan dia diperlakukan sebagai anak kecil oleh seorang gadis yang masih begitu muda.

"Bocah lancang bosan hidup!"

Bentaknya dan ruyungnya sudah menyambar dengan dahsyat. Melihat gerakan ini, Kim Hong maklum bahwa si gundul ini memang memiliki tenaga besar. Akan tetapi hanya tenaga besar itu sajalah modalnya, di samping kenekatan karena gerakannya tidak menunjukkan ilmu silat yang tinggi. Maka dengan mudahnya ia mengelak hanya dengan menarik kepala ke belakang saja. Ruyung itu lewat di atas kepalanya, membawa suara berdesir dan menimbulkan angin yang kuat sehingga rambut di kepala Kim Hong berkibar dibuatnya.

Ban Lok menjadi semakin penasaran. Dia mengeluarkan suara geraman nyaring dan menggunakan jurus Hun-in-toan-san (Awan Melintang Memutuskan Gunung). Jurus ini dilakukan dengan gerakan ruyung dari atas menyambar dengan gerakan menyerong ke arah leher lawan.

Ketika lawan mengelak, ruyung itu membalik dan menyambar pula ke arah dada, dilanjutkan sambaran ke arah perut. Serangan beruntun ini merupakan perkembangan jurus Hun-in-toan-san. Namun, dengan mudah dan indah, seperti gerakan seorang anak manis bermain loncat tali dengan lincah dan cekatan, Kim Hong berhasil menghindarkan diri dari sambaran ruyung yang bertubi-tubi itu. Ban Lok melanjutlan jurus Hun-in-toan-san yang gagal itu dengan jurus Sin-liong-tiauw-wi (Naga Sakti Menyabetkan Ekor), tubuhnya memutar dan membalik, ruyungnya mendahului gerakannya sehingga ruyung itu seperti ekor naga yang membalik dan menyambar amat ganasnya.

Melihat jurus yang selain cepat kuat juga mematikan ini, Kim Hong mengerutkan alisnya. Kepala penjahat ini terlalu kejam, pikirnya dan ia membayangkan, entah sudah berapa ratus nyawa orang yang tidak berdosa melayang oleh ruyung ini. Melihat sambaran ruyung yang diayun dari belakang dengan gerakan tubuh memutar itu ke arah pinggangnya, Kim Hong mengangkat kaki kirinya dan menotol dengan ujung kakinya ke arah ujung ruyung! Sungguh merupakan perbuatan yang amat berani karena meleset sedikit saja, tentu tulang kakinya akan dihajar ruyung sampai remuk-remuk!

Akan tetapi, ternyata ujung sepatunya dapat mendorong dengan tepat sehingga ruyung itu menyeleweng gerakan meluncurnya dan membuat pemegangnya kehilangan keseimbangan dirinya. Ban Lok terkejut dan marah. Tubuhnya terbawa oleh luncuran ruyung sehingga dia terhuyung. Akan tetapi, kepala penjahat ini sengaja membuang diri ke bawah dan menggelundung, tubuhnya yang gendut itu menggelinding seperti bola dan ternyata kepala penjahat ini telah melanjutkan dengai jurus yang dinamakan Thi-gu-keng-te (Kerbau Besi Membajak Tanah).

Tubuhnya yang menggelinding ini menyerbu ke arah lawan dan tiba-tiba saja dia meloncat dan menyeruduk dengan ruyungnya ke arat perut Kim Hong. Gerakan ini dahsyat dan berbahaya bukan main. Akan tetapi kini Kim Hong telah mengambil keputusan untuk merobohkan Ban Lok.

Ia berdiri tegak dan seolah-olah tidak dapat mengelak lagi, akan tetapi diam-diam ia menanamkan tenaga sin-kang kepada kedua kakinya. Lalu tangan kirinya membuat gerakan dari samping, menangkis ruyung dan melanjutkan dengan dorongan tangan kanan ke arah ruyung. Sebetulnya, gadis sakti itu bukan menangkis, melainkan memapaki ruyung dengan telapak tangannya, seperti menempel atau menangkap, lalu melanjutkannya dengan mengalihkan tenaga luncuran ruyung itu membuat gerakan menyerong dan membalik. Tenaga luncuran oleh tangan Ban Lok itu masih kuat, kini ditambah tenaga dorongan tangan kanan Kim Hong, melayang ke arah kepala Ban Lok sendiri.

"Prakk...!"

Ban Lok mengeluarkan suara mengorok dari lehernya dan tubuhnya terpelanting ke kanan, roboh dengan kepala berlumuran darah, kepala yang sudah retak-retak oleh hantaman ruyungnya sendiri! Kim Hong berdiri dan bertolak pinggang, memandang ke arah korbannya, lalu menarik napas panjang.

"Hemm, kau membunuhnya juga?" terdengar suara orang bertanya.

Kim Hong menoleh dan melihat bahwa kekasihnya juga sudah selesai merobohkan semua orang yang mengeroyoknya tanpa membunuh seorangpun diantara mereka. Tiga puluh lebih anak buah penjahat yang menggeletak malang melintang itu, hanya dapat memandang kepada sepasang pendekar itu dengan mata terbelalak penuh ketakjuban. Tak mereka sangka sama sekali bahwa mereka semua roboh seperti itu, bahkan kepala mereka telah tewas! Kini baru terbuka mata mereka bahwa mereka telah kecelik, menabrak batu karang.

"Aku tidak membunuhnya, melainkan dia yang hendak membunuhku dan salah pukul sehingga ruyungnya memukul kepalanya sendiri!" jawab Kim Hong setengah berkelakar. Thian Sin mengerti akan isi hati kekasihnya. Dia menarik napas panjang.

"Dia manusia licik dan jahat. Entah sudah berapa banyak orang dibunuhnya dan membiarkan orang seperti dia tinggal hidup, berarti memperbanyak jumlah calon korban saja. Engkau benar Kim Hong, sudah sepatutnya dia dibunuh dan anak buahnya diberi hajaran seperti ini."

Thian Sin lalu menghampiri tubuh si gendut yang sudah menjadi mayat itu, membalikkan tubuh menelungkup itu dengan kakinya, lalu mencari dan mengambil kembali kunci emas dari saku baju kepala penjahat itu.

Dia sengaja mengangkat kunci emas itu tinggi-tinggi agar nampak oleh para anak buah penjahat yang rebah malang melintang karena dia ingin mempergunakan kunci itu untuk memancing semua pihak yang tersangkut dalam perkara harta karun yang peta dan kuncinya ditemukan oleh keluarga petani Ciang yang sial itu.

**** 05 ****
Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: