*

*

Ads

Kamis, 17 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 187

"Sudahlah Thian Sin, kenapa engkau membiarkan diri terbenam dalam kedukaan? Kalau engkau merasa penasaran, mengapa kita tidak sekarang saja mendatangi tempat pertemuan itu, tidak peduli apa jadinya nanti?" kata Kim Hong melihat kekasihnya itu duduk di atas batu sambil bertopang dagu, wajahnya nampak berduka dan pucat, sinar matanya layu dan muram.

Mereka tidak lari jauh dari Kun-lun-pai, melainkan duduk di kaki pegunungan itu setelah semalam mereka bermalam di dalam hutan, melihat para tamu yang berdatangan ke puncak Kun-lun-pai, termasuk juga Kakek Yap Kun Liong bersama Nenek Cia Giok Keng, kemudian Cia Sin Liong bersama isterinya. Melihat neneknya, hampir saja Thian Sin keluar dari persembunyiannya, akan tetapi dia menahan diri dan ketika dia melihat ayah angkatnya lewat, tak tertahankan lagi dua tetes air mata membasahi pipinya.

Pagi ini, dia termenung dan bertopang dagu, bahkan sejak semalam tadi, semalam suntuk dia tidak tidur, membuat Kim Hong menjadi khawatir sekali akan keadaan kekasihnya itu.

Thian Sin menarik napas panjang.
"Bagaimana aku tidak akan berduka, Kim Hong? Sejak aku kecil, aku selalu dirundung kemalangan, ditimbun kedukaan. Ayah bunda dibunuh orang, dan menjelang dewasa, banyak sekali peristiwa yang menyakiti hatiku, yang disebabkan oleh orang-orang jahat. Aku menimbun dendam dalam hati, dan setelah aku berhasil melampiaskan dendam, kembali aku menjadi serba salah, bahkan kini aku menyeret Cin-ling-pai dan Lembah Naga! Mereka akan dicela orang karena perbuatanku! Ah, kenapa aku selalu bernasib malang, bahkan membawa kemalangan bagi orang lain?"

Pemuda itu menutupi mukanya dengan kedua tangan dan menarik napas panjang berulang-ulang. Kim Hong merasa terharu, mendekati dan merangkul pemuda itu.

"Jangan berduka, Thian Sin. Ada aku disini yang mencintamu dan akan membelamu sepenuh hatiku!"

Thian Sin balas merangkul. Cinta kasihnya terhadap gadis ini makin mendalam. Di dunia ini, hanya Kim Hong seoranglah yang membela dan tidak menyalahkannya. Bahkan kakaknya yang dicintanya, Cia Han Tiong, kini menyalahkan dia! Hanya Kim Hong yang tidak menyalahkan, yang masih membela dan mencintanya. Hanya Kim Hong yang menghibur kemurungan hatinya. Diciumnya gadis itu dengan hati terharu.

"Kalau tidak ada engkau, Kim Hong, entah apa jadinya denganku, entah apa yang akan kulakukan menghadapi semua ini. Rasanya aku ingin mengamuk di Kun-lun-pai dan menentang semua orang yang membenciku!"

Kemurungan pasti sekali waktu hinggap di dalam perasaan hati kita. Agaknya di dunia ini, semenjak jaman dahulu sampai sekarang tidak ada manusia yang dapat bebas daripada kemurungan atau kedukaan atau kekecewaan hati.

Selalu saja ada persoalan yang mendatangkan kedukaan, kekecewaan dan kesengsaraan, dan kalau sudah datang perasaan duka ini, kita merasa sengsara, kita merasa prihatin, kita menderita batin, seolah-olah hati kita berdarah. Dan tidak jarang kita lalu melarikan diri dari semua derita ini, menghibur diri dengan bermacam kesenangan, atau melarikan diri sama sekali dengan membunuh diri.

Atau membunuh diri secara batiniah, yaitu dengan jalan bertapa dan meninggalkan semua keramaian dunia yang sama saja artinya dengan hidup akan tetapi sudah mati. Semua ini hanyalah bentuk-bentuk pelarian belaka.






Kekecewaan, kemurungan atau kedukaan timbul karena batin menginginkan yang lain daripada kenyataan, batin selalu ingin senang sehingga kalau kesenangan yang diinginkan itu tidak terjadi, hati menjadi kecewa dan berduka.

Kita tidak tahu bahwa justeru KEINGINAN UNTUK SENANG inilah pencipta kekecewaan dan kedukaan. Kita menginginkan agar hidup ini manis selalu baginya. Kita membutakan mata terhadap kenyataan bahwa sekali ada manis, sudah pasti ada pahit, getir, masam, asin dan sebagainya lagi. Itulah romantika hidup. Manis, pahit, getir, masam dan lain-lain, itu merupakan suatu kumpulan yang tak terpisahkan dan yang membentuk apa yang kita namakan kehidupan ini.

Karena kita selalu menginginkan yang manis, maka yang pahit dan getir terasa tidak enak, mengecewakan dan menyiksa. Padahal, belum tentu yang manis itu selalu bermanfaat, dan belum tentu kalau yang pahit itu tidak berguna! Di dalam setiap kenyataan, baik itu diterima sebagai manis atau pahit, tersembunyi sesuatu, suatu rahasia yang maha ajaib, dan yang hanya akan nampak oleh dia yang tidak terpengaruh oleh rasanya, baik manis maupun pahit, yang melihat kenyataan sebagai apa adanya, tanpa menilainya sebagai baik atau buruk, manis atau pahit.

Bukankah yang manis-manis itu sering kali malah mengganggu kesehatan dan yang pahit-pahit itu biasanya malah baik bagi kesehatan? Namun, bagaimana juga, kita selalu mengejar-ngejar yang manis-manis!

Seseorang yang kita cinta merupakan hiburan yang amat kuat di kala kita dirundung duka nestapa. Hal ini terasa benar oleh Thian Sin. Sekiranya tidak ada Kim Hong di dekatnya, entah apa yang akan dilakukannya. Mungkin saja dia akan menjadi nekad dan melakukan hal-hal yang lebih mengerikan lagi.

"Sekarang apa kehendakmu, Thian Sin? Apakah demi Cin-ling-pai dan Lembah Naga, engkau hendak menyerahkan diri kepada para tosu Kun-lun-pai?" Kim Hong bertanya untuk mengetahui isi hati kekasihnya.

Thian Sin mengepal tinju.
"Tidak! Sampai matipun aku tidak sudi menyerahkan diri kepada para tosu Kun-lun-pai. Boleh saja mereka menyebut diri mereka sebagai partai besar, gudang pendekar-pendekar budiman, akan tetapi jelaslah bahwa sikap mereka terhadap kita didasarkan atas dendam karena kita telah dianggap menyebabkan kematian Jit Goat Tosu."

"Benar, memang tidak semestinya kita menyerahkan diri kepada Kun-lun-pai karena kita tidak bersalah apa-apa terhadap mereka. Dan jangan kau kira mereka itu hanya mendendam karena kematian supekku saja, melainkan ada hal yang lebih dari itu bagi mereka."

Thian Sin mengangkat muka memandang wajah kekasihnya dengan heran.
"Ada hal apalagi kecuali kematian supekmu itu?"

"Kehormatan mereka! Kita mencari dan menyerang supek di dalam wilayah Kun-lun-pai, dan mereka merasa malu, seolah-olah mereka tidak dapat melindungi orang yang telah menjadi saudara mereka dan telah berada diantara mereka. Selain itu, juga kurasa mereka merasa sayang sekali telah kehilangan sumber ilmu-ilmu silat yang tinggi."

"Maksudmu?"

"Lupakah engkau betapa lihainya supek? Bahkan kita berdua bergabungpun tidak mampu mengalahkan dia! Padahal dia sudah nampak begitu tua dan lemah, telah bertahun-tahun bertapa dan kurang makan. Bayangkan saja betapa hebatnya ilmu kepandaian supek sehingga tidaklah mengherankan kalau mendiang ayahku takut kepadanya. Dan agaknya para tosu itu mengincar ilmu-ilmu dari supek yang mereka warisi. Kurasa itulah sebabnya mengapa para tosu itu mengejar-ngejarmu, mengejar-ngejar kita!"

Thian Sin mengangguk-angguk.
"Mungkin benar sekali pendapatmu itu. Maka, bagaimanapun juga, aku tidak akan mau menyerahkan diri kepada mereka dan kalau mereka bersama orang-orang yang menyebut diri mereka pendekar-pendekar itu mengejarku, aku akan menghadapi mereka sebagai orang-orang jahat yang hendak mengganggu diriku. Akan tetapi..."

Dia tidak melanjutkan kata-katanya dan wajahnya nampak muram. Kim Hong maklum kata-kata apa yang tak terucapkan itu, maka iapun mendesak dengan terus terang,

"Bagaimana kalau Cin-ling-pai dan Lembah Naga yang datang menghadapimu, Thian Sin?"

Pemuda itu menarik napas panjang, wajahnya agak pucat.
"Itulah... aku tidak mungkin berani melawan mereka. Mereka bukanlah orang-orang sombong seperti tosu-tosu Kun-lun-pai dan orang-orang yang menamakan diri pendekar-pendekar itu. Mereka adalah pendekar-pendekar sejati. Engkau sudah mendengar sendiri kata-kata Tiong-ko. Mereka adalah orang-orang benar yang patut kuhormati dan kutaati. Tidak, aku tidak berani menentang mereka. Aku akan menyerahkan diri kepada mereka, asalkan bukan untuk dibawa kepada orang-orang Kun-lun-pai untuk dipersalahkan."

"Kalau begitu, sebaiknya kalau engkau menemui mereka sekarang juga. Nanti setelah selesai pertemuan di puncak itu, tentu mereka akan turun gunung. Nah, itulah saatnya bagimu untuk menemui mereka."

"Ahhh...!"

Wajah pemuda itu nampak gemetar. Ngeri dia membayangkan untuk berhadapan dengan ayah dan ibu angkatnya, dengan neneknya yang galak dan kakeknya yang berwatak lembut itu. Juga kakaknya!

"Thian Sin, dimana kegagahanmu? Tidak baik kalau rasa keragu-raguan itu dipendam dan dibawa pergi ke mana-mana. Seorang gagah harus berani menghadapi kenyataan, betapapun pahitnya kenyataan itu. Kalau bisa dibereskan sekarang juga, mengapa mengulur-ulur waktu dan sementara itu membawa-bawa kekhawatiran di dalam hati? Temui mereka sekarang juga kalau mereka turun gunung dan kita lihat bagaimana pendapat mereka tentang dirimu. Jangan khawatir, aku selalu berada di sampingmu kalau perlu... andaikata engkau harus mati oleh mereka, akupun harus mati di tangan mereka!"

"Kim Hong...!" Thian Sin menjadi terharu sekali dan diapun merangkul.

Mereka berangkulan, berciuman dan mata mereka menjadi basah, bukan hanya oleh keharuan dan kedukaan membayangkan kemungkinan itu, akan tetapi juga rasa babagia di dalamnya, bahwa mereka itu saling mencinta sedemikian dalamnya sehingga tidak ragu-ragu untuk kalau perlu mengorbankan nyawa demi kekasihnya.

Tak lama kemudian mereka melihat lima orang pertama yang turun dari puncak dimana terdapat markas Kun-lun-pai dan dapat dibayangkan betapa kaget dan tegang rasa hati Thian Sin dan Kim Hong ketika melihat bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mereka tunggu-tunggu, yaitu Kakek Yap Kun Liong, Nenek Cia Giok Keng, Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong dan isterinya, juga puteranya!

Melihat wajah kekasihnya menjadi pucat, Kim Hong memegang tangannya dan berkata halus,

"Marilah, Thian Sin. Mari kita menyambut dan menghadap mereka!"

Dan iapun menarik pemuda itu keluar dari dalam hutan dimana mereka bersembunyi dan langsung mereka berdua menyongsong kedatangan lima orang itu.

Seperti kita ketahui, dengan perasaan marah, Pendekar Lembah Naga sekeluarga dan kakek nenek yang mewakili Cin-ling-pai meninggalkan pertemuan rapat para pendekar di ruangan tamu Kun-lun-pai.

"Kita harus dapat bertemu dengan Thian Sin. Ingin aku bicara dengan dia dan dia harus mendengarkan kata-kataku sekali ini!" kata Pendekar Lembah Naga dengan muka agak merah.

Dia telah membela nama Thian Sin sebagai Pendekar Sadis, bukan hanya karena Thian Sin itu anak angkatnya, akan tetapi juga karena menjaga nama baik Cin-ling-pai dan Lembah Naga, dan juga karena pada hakekatnya, dia tidak menganggap Thian Sin jahat, hanya terlalu kejam terhadap musuh-musuhnya.

"Kurasa dia tidak akan jauh dari tempat ini, ayah," kata Han Tiong. "Aku mengenal betul watak Sin-te, dia tidak akan melarikan diri kalau didesak."

Ucapan Han Tiong ini terbukti ketika mereka tiba di lereng dekat puncak dan mencapai hutan pertama, tiba-tiba dia melihat munculnya Thian Sin dan Kim Hong dari dalam hutan itu dan melihat keduanya sengaja menyongsong mereka.

Begitu berhadapan, Cia Sin Liong sudah memandang kepada anak angkatnya itu dan berkata dengan suara lantang mengandung teguran,

"Thian Sin, bagus sekali perbuatanmu, ya? Begitukah engkau membalas budi kepada Cin-ling-pai dan Lembah Naga, menyeret nama mereka ke pecomberan dan menjadi bahan celaan dunia kang-ouw?"

Mendengar suara ayah angkatnya yang biasanya halus penuh kasih sayang kepadanya itu kini terdengar penuh kemarahan dan juga kekecewaan dan kesedihan, hati Thian Sin seperti ditusuk rasanya dan diapun segera menjatuhkan diri berlutut di depan ayah angkatnya itu dan tak dapat ditahannya lagi diapun menangis!

Untuk kedua kalinya selama ia mengenal Thian Sin, Kim Hong melihat kekasihnya menangis sedemikian sedihnya. Kim Hong merasa terharu dan kasihan sekali, dan iapun lalu ikut berlutut.

"Locianpwe, urusan di Kun-lun-pai adalah urusan saya, dan sayalah yang bertanggung jawab. Thian Sin tidak bersalah, melainkan hanya ikut menemani saya, oleh karena itu, kalau locianpwe hendak marah, sayalah orangnya yang harus dimarahi, bukan dia," kata Kim Hong sambil menundukkan mukanya, sedangkan Thian Sin di sebelahnya masih menitikkan air mata.

"Lam-sin!" terdengar pula Cia Sin Liong berkata, suaranya berwibawa sekali. "Engkau adalah datuk kaum sesat di selatan, apakah engkau hendak menyeret anak angkatku untuk mengikutimu masuk ke dalam dunia hitam dam melakukan perbuatan sesat?"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: