*

*

Ads

Kamis, 17 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 185

Pada keesokan harinya, makin banyak pendekar datang memenuhi undangan Kun-lun-pai sehingga ruangan tamu itu dihadiri oleh kurang lebih lima puluh orang tokoh-tokoh utama dari dunia persilatan golongan bersih atau para pendekar.

Kedatangan Cia Sin Liong bersama isterinya disambut dengan hormat oleh para pendekar, dan tentu saja Han Tiong girang sekali melihat datangnya ayah ibunya. Segera dia menghadap dan menceritakan semua yang telah dialaminya dalam pertemuannya dengan adiknya itu.

Mendengar penuturan puteranya itu, Cia Sin Liong menarik napas panjang berkali-kali. Dia teringat kepada kakak angkatnya, Pangeran Ceng Han Houw dan dia beberapa kali bertukar pandang dengan isterinya ketika mendengar cerita putera mereka. Kemudian dia berkata,

"Ahh, dia mewarisi jiwa pemberontak dan pendendam seperti ayah kandungnya. Agaknya sifat itu terpendam dalam-dalam di sanubarinya sehingga gemblengan pamannya Hong San Hwesio dan pendidikan dariku kepadanya hanya menutupi sementara saja."

Isteri Pendekar Lembah Naga, yaitu Bhe Bi Cu tertarik sekali mendengar tentang wanita yang menjadi kekasih dan calon isteri Thian Sin.

"Lam-sin? Aih, bagaimana Thian Sin memperoleh jodoh datuk kaum sesat?"

"Akan tetapi menurut penuturan Tiong-ji, Lam-sin telah berubah menjadi seorang gadis, Toan Kim Hong keturunan seorang pangeran yang amat lihai ilmunya. Asalkan ia benar-benar sudah sadar dan mengubah jalan hidupnya, tidak ada halangannya," kata Cia Sin Liong.

"Bukan main!" kata pula Bhe Bi Cu. "Siapa kira bahwa nenek yang telah menyelamatkan Lian Hong kemudian menjadi gurunya itu, yang terkenal sebagai datuk kaum sesat yang menyeramkan, ternyata adalah penyamaran seorang gadis muda!"

"Dan gadis itu telah memiliki kepandaian tinggi, sungguh merupakan pasangan yang cocok bagi Thian Sin." Kata suaminya.

Han Tiong mengerutkan alisnya,
"Ayah dan ibu, memang kulihat bahwa mereka itu saling mencinta, sama keras hatinya dan Nona Toan itupun cantik jelita. Agaknya segalanya memang tidak mengecewakan jika ia menjadi jodoh Sin-te, hanya saja... ah, kalau mereka menjadi suami isteri lalu keduanya kembali lagi ke jalan sesat, agaknya akan sukarlah untuk mengatasi mereka kalau mereka bergabung. Ilmu kepandaian Sin-te sudah maju pesat sekali, ayah, dia sudah mewarisi ilmu peninggalan ayah kandungnya, dan agaknya tingkat kepandaian calon isterinya itupun tidak kalah olehnya. Pasangan itu akan merupakan pasangan yang mungkin sukar dicari bandingnya, seperti pasangan ketua Cin-ling-pai saja."

Selagi pemuda itu bercakap-cakap dengan ayah bundanya, datanglah seorang kakek dan seorang nenek yang disambut dengan penuh penghormatan. Kakek itu usianya sudah hampir delapan puluh tahun dan nenek itupun sebaya dengannya, akan tetapi mereka berdua masih nampak sehat dan masih nampak bekas-bekas ketampanan dan kecantikan wajah mereka.

Kakek itu bukan lain adalah Yap Kun Liong dan nenek itu adalah Cia Giok Keng, suami isteri yang melalui masa tuanya di tempat sunyi dan damai, yaitu di puncak Gunung Bwe-hoa-san. Setelah mereka disambut girang dengan hormat oleh pihak Kun-lun-pai dan para tamu, dan disambut girang oleh Cia Sin Liong sekeluarga, baru diketahui bahwa kakek dan nenek itu mempunyai kesempatan untuk mengadakan pertemuan sendiri bersama Cia Sin Liong sekeluarga.

"Paman dan bibi, kenapa ayah tidak dapat datang?" Sin Liong bertanya kepada kedua orang kakek dan nenek itu.






Tadinya Sin Liong mengira bahwa tentu ketua Cin-ling-pai, yaitu ayahnya, Cia Bun Houw, akan datang sendiri. Akan tetapi ternyata kini diwakilkan kepada nenek itu yang menjadi kakak dari ayahnya, dan kakek yang menjadi suami ke dua dari nenek itu setelah ia kematian suaminya yang pertama.

"Pertama, ada terjadi sesuatu yang tidak enak sehingga ayahmu tidak datang sendiri untuk bicara tentang Ceng Thian Sin. Dan kedua kalinya, Thian Sin adalah anak Ciauw Si, jadi dia itu adalah cucuku sendiri, maka menurut ayahmu, lebih tepat kalau aku yang datang," demikian jawab Nenek Cia Giok Keng. "Dan memang kami anggap pendapat ayahmu itu benar. Aku yakin akan dapat bicara kepada Thian Sin kalau dapat bertemu dengan dia. Ah, anak itu nakal sekali!"

"Telah terjadi hal apakah yang membuat tidak enak?"

Han Tiong bertanya sambil memandang kepada kakek dan nenek itu penuh kekhawatiran karena tentu telah terjadi sesuatu yang menyangkut Thian Sin sehingga kakeknya, ketua Cin-ling-pai tidak mau datang sendiri untuk bicara tentang adik angkatnya itu.

Yap Kun Liong menarik napas panjang.
"Mungkin kalian dari Lembah Naga belum pernah mendengar bahwa Cia Kong Liang telah melangsungkan pertunangan atau ikatan jodoh dengan puteri tunggal dari Tung-hai-sian..."

"Ahh, sungguh memalukan...!" Cia Giok Keng menyambung dan menghela napas.

Tentu saja ia merasa menyesal bahwa keponakannya itu, putera tunggal dari adiknya, Cia Bun Houw ketua Cin-ling-pai, berjodoh dengan puteri seorang datuk sesat pula! Akan tetapi Han Tiong kelihatan tenang-tenang saja, bahkan dia lalu tersenyum. Dia tidak merasa heran karena dia telah melihat tanda-tanda bahwa pamannya itu menaruh hati terhadap Nona Bin Biauw, puteri dari Tung-hai-sian Bin Mo To yang memang cantik dan memiliki kepandaian lumayan itu.

Dan hatinya terasa nyaman ketika dia teringat bahwa adik angkatnya, Thian Sin, juga bertunangan dengan seorang datuk sesat! Benar pula kata ayahnya, biarpun tadinya menjadi orang sesat, asalkan telah insyaf dan sadar, kembali ke jalan benar, apa salahnya? Dan diapun melihat bahwa Kim Hong tidak bersikap jahat. Sebaliknya malah. Bukankah bekas datuk Lam-sin itu membantu adik angkatnya untuk menghadapi datuk-datuk lain seperti See-thian-ong, Pak-san-kui dan lain-lain?

"Aku telah melihat nona puteri Tung-hai-sian itu, dan dia memang cantik, berwatak gagah dan tinggi pula ilmu silatnya. Memang ia cocok sekali kalau menjadi jodoh Paman Cia Kong Liang," katanya dan ayahnya memandang kepadanya, lalu tersenyum.

Pendekar Lembah Naga ini mengenal betul watak puteranya dan diam-diam dia merasa bangga karena puteranya itu memiliki watak yang jauh lebih bijaksana daripada wataknya ketika dia seusia puteranya. Dia tahu pula betapa mendalam kasih sayang puteranya terhadap Thian Sin, maka dia mengerti apa yang menyebabkan puteranya nampak lega mendengar bahwa Cia Kong Liang bertunangan dengan puteri seorang datuk kaum sesat!

"Akan tetapi, sikap Tung-hai-sian Bin Mo To memang patut dipuji. Dalam kesempatan merayakan ikatan jodoh itu, dia mengumumkan bahwa dia telah mencuci tangan dan keluar dari kalangan hitam, bahkan dia telah membuang julukannya, yaitu Tung-hai-sian, dan hanya menjadi seorang saudagar biasa bernama Bin Mo To."

Kemudian Yap Kun Liong menceritakan, seperti yang didengarnya dari adik iparnya itu, betapa dalam pesta itu muncul Thian Sin dan Kim Hong yang menantang Bin Mo To.

"Ah, agaknya Sin-te memang hendak memusuhi semua datuk kaum sesat." kata Han Tiong.

"Agaknya demikian, akan tetapi sikap Bin Mo To memang baik sekali. Dia mematahkan pedang samurainya dan menolak tantangan Thian Sin."

"Bagus!" Cia Sin Liong berseru. "Sikap itu tentu merupakan tamparan bagi Thian Sin."

"Mereka mengejek Bin Mo To dan mula-mula Cia Kong Liang maju, ditandingi oleh Toan Kim Hong dan Kong Liang dikalahkah gadis itu..."

"Tentu saja!" kata Cia Sin Liong lagi memotong kata-kata pamannya. "Lam-sin itu memiliki kepandaian hebat, tidak aneh kalau Kong Liang kalah olehnya."

"Kemudian, ayah ibumu maju dan ibumu memaki-maki Thian Sin yang minta ampun dan mengajak pergi Kim Hong. Nah, itulah peristiwanya yang terjadi di dalam pesta pertunangan itu, dan itu pula sebabnya mengapa ayahmu tidak mau datang menghadiri rapat untuk membicarakan urusan Thian Sin." Yap Kun Liong mengakhiri ceritanya yang didengarkan oleh keluarga Cia bertiga itu.

Mereka bercakap-cakap dan saling menuturkan keadaan mereka selama mereka tidak berjumpa sampai akhirnya terdengar pengumuman dari pihak tuan rumah bahwa rapat para pendekar dimulai di ruangan tamu yang luas.

Semua tamu sudah dipersiapkan. Agaknya karena urusan yang hendak dibicarakan menyangkut diri Pendekar Sadis yang masih merupakan keluarga Cin-ling-pai dan Lembah Naga, maka pendekar tua Yap Kun Liong bersama isterinya dan keluarga Lembah Naga memperoleh tempat duduk kehormatan, di dekat tempat pihak tuan rumah, yaitu kedua ketua Kun-lun-pai, Kui Im Tosu dan Kui Yang Tosu.

Setelah mengucapkan selamat datang dan berterima kasih, Kui Yang Tosu yang mewakili pihak tuan rumah lalu langsung membicarakan pokok persoalan. Diceritakannya tentang berita-berita tentang sepak terjang Pendekar Sadis, tentang cara-cara pembunuhan yang amat kejam ketika pendekar itu membasmi penjahat-penjahat, tentang pembunuhan yang dilakukannya terhadap Toan Ong, dan kemudian sekali tentang perbuatan Pendekar Sadis dan Lam-sin atau Toan Kim Hong yang mendatangi Kun-lun-pai dan yang menyebabkan kematian Jit Goat Tosu.

Dari cara menceritakannya saja sudah dapat dirasakan oleh semua orang betapa tosu ini merasa marah dan sakit hati terhadap Pendekar Sadis, dan ceritanya mengandung harapan agar rapat itu mengutuk dan menghukum Pendekar Sadis.

Sebagai penutup penuturannya yang makan waktu satu jam lebih itu, Kui Yang Tosu berkata,

"Oleh karena itulah kami dari Kun-lun-pai, hari ini mengundang cu-wi untuk berkumpul dan membicarakan urusan Pendekar Sadis, mengambil keputusan apa yang sepatutnya kita lakukan terhadap perbuatan sewenang-wenang darinya itu. Dan mengingat bahwa Pendekar Sadis adalah Ceng Thian Sin, putera dari mendiang Pangeran Ceng Han Houw yang telah menjadi putera angkat Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong Taihiap, dan juga masih ada hubungan keluarga dengan Cin-ling-pai, maka kami sengaja mengundang saudara-saudara dari Cin-ling-pai dan juga dari Lembah Naga untuk kami mintakan pertanggungan jawabannya dan pertimbangannya."

Tosu itu lalu memberi hormat kepada semua tamu dan duduk kembali di samping suhengnya, Kui Im Tosu.

Suasana menjadi berisik ketika tosu itu menghentikan pidatonya dan semua tamu saling bicara sendiri. Biarpun mereka bicara perlahan-lahan setelah berbisik, akan tetapi karena yang bicara itu banyak orang, maka suasana menjadi berisik sekali, seperti dalam pasar saja.

Hanya keluarga Cin-ling-pai dan Lembah Naga yang nampak duduk dengan tenang dan diam-diam saja, agaknya menanti keadaan dan tidak merasa perlu untuk banyak bicara.

Tiba-tiba seorang yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam bangkit dari tempat duduknya dan dengan suara lantang dia berkata,

"Pendekar Sadis harus dibasmi! Dosanya telah bertumpuk-tumpuk!"

Tentu saja semua orang memandang kepada si tinggi besar muka hitam ini dan diapun mengangkat dada, wajahnya nampak bangga. Memang, dalam suatu pertemuan, dimana terdapat banyak orang, kita selalu mempunyai kecondongan hati untuk menonjolkan diri dengan cara apapun juga.

Si tinggi besar bermuka hitam ini adalah seorang pendekar ahli gwa-kang (tenaga luar), mempunyai otot-otot yang kuat dan tenaganya seperti seekor gajah, julukannya juga Ban-kin Hek-jio (Gajah Hitam Selaksa Kati) bernama Ciong Sam, namanya terkenal di daerah Hok-kian dan mahir ilmu silat campuran antara ilmu silat Siauw-lim-pai dan ilmu silat dari Kang-lam.

Hadir diantara para tokoh pendekar besar itu, Si Gajah Hitam ini tentu saja merasa dirinya menjadi besar dan diapun yang pertama kali berteriak mengutuk Pendekar Sadis itu. Bukan sekali-kali karena dia memang membenci Pendekar Sadis melainkan sepenuhnya terdorong untuk menonjolkan diri itu saja! Dan banggalah hatinya ketika semua orang memperhatikan dirinya.

Betapapun juga, ucapannya itu memancing persetujuan banyak pendekar yang hadir di situ. Banyak diantara mereka yang berseru mengutuk Pendekar Sadis, setidaknya menyatakan ketidak senangan hati mereka. Keadaan menjadi berisik sekali.

"Pendekar yang bersahabat dengan datuk seperti Lam-sin bukan pendekar lagi, melainkan penjahat! Harus diberantas!"

"Mari kita datangi mereka berdua dan menumpas mereka!"

"Bunuh Pendekar Sadis dan Lam-sin!"

"Pendekar Sadis memalukan kita sebagai pendekar-pendekar!"

Dan teriakan-teriakan semacam itu terdengar di sana-sini. Kui Im Tosu yang melihat ini lalu memandang ke arah tamu kehormatan di sebelahnya, yaitu lima orang dari Cin-ling-pai dan Lembah Naga dan ketua pertama dari Kun-lun-pai ini merasa tidak enak dan bangkit berdiri, mengangkat kedua tangannya ke atas dan suara berisik para tamu perlahan-lahan menjadi berhenti dan keadaan menjadi tenang kembali.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: