*

*

Ads

Kamis, 17 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 183

"Bagaimana kalau kita memutuskan bahwa Pendekar Sadis harus dilenyapkan, harus dijatuhi hukuman mati?" Lo Pa San yang juga kagum kepada pemuda ini bertanya, memancing.

"Saya sudah bertekad untuk mewakili adik saya menjalani hukuman apa saja kalau perlu saya tidak akan menolak untuk dihukum mati, kalau memang itu dapat menebus kesalahannya dan cu-wi locianpwe tidak mengganggu dia, Cin-ling-pai atau Lembah Naga!"

Bukan main hebatnya jawaban tegas ini, membuat semua tokoh itu sejenak terbisu dan memandang kepada Han Tiong dengan heran. Biasanya kalau seseorang mencinta adiknya, tentu adik itu dibelanya dan dilindunginya, kalau perlu membantu adiknya menentang semua orang yang hendak mengganggu adiknya, bukan mewakilinya menerima hukuman seperti yang akan dilakukan oleh putera Pendekar Lembah Naga ini.

"Tiong-ko, engkau tidak boleh mewakili hukumanku!"

Teriakan ini mengejutkan semua orang dan tahu-tahu mereka melihat seorang pemuda gagah berdiri di ambang pintu ruangan itu, di belakangnya berdiri pula seorang gadis cantik yang bersikap angker.

Han Tiong terkejut melihat munculnya Thian Sin dan Kim Hong, akan tetapi juga wajahnya segera berseri gembira karena dia mengira bahwa tentu Thian Sin dan Kim Hong sudah sadar dan datang untuk menyerahkan diri mempertangung jawabkan perbuatan mereka. Maka diapun berseru dengan girang sekali,

"Ah, Sin-te dan Adik Hong, bagus sekali kalian datang. Jangan khawatir, para locianpwe ini adalah orang-orang bijaksana!"

"Tidak, Tiong-ko! Aku tetap tidak merasa bersalah dan terserah mereka itu mau apa! Akan tetapi, hendaknya para pendekar yang mengaku perkasa dan yang hadir disini semua mendengar baik-baik bahwa semua perbuatan Pendekar Sadis dan Toan Kim Hong adalah tanggung jawab kami berdua sendiri. Kakakku Cia Han Tiong sama sekali tidak tahu apa-apa dan karenanya tidak boleh hukuman untuk kami dijatuhkan kepadanya atau kepada Cin-ling-pai atau Lembah Naga. Kami berdua sendirilah yang bertanggung jawab. Akan tetapi kami tidak merasa bersalah, dan siapa yang hendak menghukum kami, boleh saja maju dan coba-coba!" Pendekar Sadis berdiri dengan gagah perkasa dan sikapnya menantang sekali.

Juga Kim Hong berdiri sambil tersenyum mengejek kepada semua orang yang berada di ruangan tamu yang luas itu. Karena Kun-lun-pai sedang menyambut tamu-tamu agung, maka pintu gerbang dibuka dan tidak diadakan penjagaan seperti biasa sehingga mereka berdua, seperti juga Han Tiong tadi, dapat masuk ke tempat itu dengan mudah.

Melihat lagak Pendekar Sadis yang menantang dan merasa tidak bersalah itu, para tamu menjadi marah. Pendekar budiman dari Po-hai, yaitu Lo Pa San, mengerutkan alisnya. Pendekar Sadis itu dianggapnya tidak tahu aturan dan berani bersikap demikian memandang rendah kepada orang-orang kang-ouw yang tingkatnya tinggi dan sudah tua pula.

"Pendekar Sadis, ternyata engkau selain kejam juga sombong sekali!" teriaknya sambil mencabut keluar sebatang golok tipis dari ikat pinggangnya dan diapun sudah melompat ke depan. "Sudah lama aku mendengar nama Pendekar Sadis yang menodai nama baik para pendekar dengan perbuatannya yang sangat kejam. Engkau tidak mau mengaku salah dan menantang siapa yang hendak menangkapmu? Nah, aku, Hui-to-sian Lo Pa San yang hendak menangkapmu!"






Thian Sin tersenyum mengejek.
"Menangkap dengan senjata terhunus? Locianpwe, engkau ini memaki orang kejam, akan tetapi engkau sendiri, begitu berhadapan denganku mencabut golok, sikap seperti ini lalu apa namanya? Apakah ini yang disebut manis budi dan lunak tidak kejam?"

Wajah Lo Pa San menjadi merah dan tahulah dia bahwa dia menghadapi seorang pemuda yang pandai bicara pula. Tentu saja dia merasa malu. Kalau tadi mencabut golok adalah karena dia sendiri sudah mendengar akan kelihaian Pendekar Sadis dan dia adalah seorang ahli bermain golok sehingga mendapat julukan Dewa Golok Terbang. Akan tetapi ejekan halus Thian Sin itu tentu saja membuat dia menjadi serba salah dan diapun segera menyimpan kembali goloknya.

"Orang muda, kau kira aku tidak berani menghadapimu dengan tangan kosong? Kalau tadi aku mengeluarkan golok, adalah karena aku mengira engkaupun akan memegang senjata."

Thian Sin tersenyum lebar,
"Ingat, locianpwe, kalau sampai terjadi bentrok antara kita, penyerangnya adalah engkau, bukan aku. Bagaimana aku tiba-tiba saja mencabut senjata? Tidak, engkaulah pencari gara-gara kalau sampai kita berkelahi, bukan aku."

"Sombong! Lihat serangan!"

Lo Pa San adalah seorang pendekar yang telah memiliki tingkat kepandaian tinggi dan bukan sembarang pendekar. Jarang dia keluar dari rumah mencampuri perkara yang remeh-remeh. Akan tetapi ketika pantai Po-hai pernah dibikin tidak aman oleh merajalelanya bajak-bajak yang datang dari Korea dan Jepang, pendekar inilah yang dengan gagah beraninya menentang dan mengadakan pembersihan, memimpin para pendekar muda dan dia baru berhenti berjuang setelah para bajak laut ganas itu terbasmi semua dan sisanya melarikan diri ke lautan.

Namanya menjadi terkenal sekali, terutama ilmu goloknya yang membuat dia memperoleh julukan yang menyeramkan itu, yaitu Dewa Golok Terbang. Tentu saja selain ilmu goloknya yang amat terkenal, pendekar ini juga memiliki ilmu silat tangan kosong yang tangguh dan memiliki tenaga sin-kang yang cukup kuat.

Begitu menyerang, kedua tangannya yang jari-jarinya terbuka itu mengirim serangan cengkeraman bertubi-tubi seperti cakar garuda. Memang kakek berusia lima puluh tahun lebih itu mainkan ilmu silat tangan kosong yang hebat, yaitu yang disebut Sin-tiauw-kun (Silat Rajawali Sakti) yang telah mengalami banyak perubahan, dikombinasikan dengan ilmu gulat Mongol sehingga selain mencengkeram dengan kuat, juga jari-jari tangan itu dapat menangkap dan sekali lawan tertangkap dengan Ilmu Sin-tiauw-kun yang mengandung ilmu gulat Mongol itu, sukarlah lawan untuk melepaskan diri lagi.

Agaknya Dewa Golok Terbang ini benar-benar hendak menangkap Thian Sin seperti yang dikatakannya tadi. Akan tetapi Thian Sin menyambut serangan-serangannya dengan sikap tenang saja. Pemuda ini memang memiliki sebatang pedang, yaitu Gin-hwa-kiam pemberian neneknya, juga ikat pinggangnya merupakan senjata sabuk seperti yang pernah dipelajarinya dari neneknya.

Akan tetapi, dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang amat hebat dan banyak macamnya, maka tanpa bantuan senjata sekalipun dia sudah merupakan seorang lawan yang amat tangguh. Menghadapi serangan dengan ilmu Sin-tiauw-kun itu, Thian Sin lalu mainkan Thai-kek Sin-kun yang amat kokoh kuat daya tahannya, dan selama beberapa belas jurus lawannya sama sekali tidak mampu mendesaknya dan semua cengkeraman lawan dapat ditangkis atau dielakkannya dengan mudah sekali.

Melihat ini, Hui-to-sian terkejut dan juga marah. Dia mengeluarkan gerengan keras dan kini serangannya ditambah lagi dengan tendangan-tendangan kakinya yang dilakukan secara beruntun dan berantai. Cepat sekali gerakan pendekar ini, kedua tangan mencengkeram bertubi-tubi dan kedua kaki menendang bergantian, dan setiap serangan mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat!

Diam-diam Thian Sin juga terkejut dan memuji. Pendekar ini benar-benar tangguh dan tidak boleh dipandang ringan. Kalau dia melanjutkan perlawanannya dengan Thai-kek Sin-kun, tentu dia akan terus terdesak dan tanpa mampu membalas. Gerakan lawannya aneh dan cepat sehingga dia harus mencurahkan seluruh perhatian dan gerakan ilmu silatnya untuk bertahan dan untuk melindungi dirinya saja.

Maka ketika lawannya menghujani tendangan, dia lalu menggunakan tangannya untuk menangkap kaki lawan. Melihat ini, Huito-sian menarik kembali kakinya dan melihat betapa lawan muda itu membiarkan bagian atas tubuhnya terbuka, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram dan tahu-tahu pundak Thian Sin kena dicengkeramnya.

"Plak!"

Thian Sin menangkis sambil mengerahkan Thi-khi-i-beng, akan tetapi ternyata tusukan dengan kedua jari tangan kanan itu dilakukan dengan tenaga kasar biasa saja dan kakek itupun sudah meloncat ke belakang setelah tangan kirinya terlepas dari sedotan pundak. Wajahnya agak pucat dan dia memandang dengan mata bersinar-sinar.

"Celaka, ilmu pusaka Cin-ling-pai dipergunakan orang untuk menentang para pendekar!" katanya dan diapun sudah menyerang lagi dengan hebatnya.

Mendengar ucapan lawan, Thian Sin tidak mau lagi mempergunakan Thi-khi-i-beng, bahkan dia merasa malu untuk mempergunakan ilmu dari Cin-ling-pai. Sekali ini, dia langsung mengeluarkan ilmu yang dipelajarinya dari peninggalan ayah kandungnya, yaitu Hok-liong Sin-ciang yang hanya delapan belas jurus, namun merupakan ilmu silat yang mujijat itu.

"Haiiiiitt...!" Dia mulai membalas dengan menggunakan jurus dari ilmu silat ayahnya.

Hui-to-sian terkejut bukan main ketika tiba-tiba saja angin menyambar dahsyat dan dia melihat lawannya itu menyerangnya dari bawah. Untuk mengelak dari serangan sehebat itu tidaklah mungkin lagi, maka diapun menanti serangan, mengerahkan tenaganya dan menangkis dengan kedua tangannya ketika dua tangan pemuda yang mendorong itu tiba-tiba dekat.

"Desss...!"

Dua tangan itu bertemu dan akibatnya, tubuh Hui-to-sian terlempar dan terdorong ke belakang sampai tujuh langkah dan hampir saja dia terjengkang kalau saja dia tidak cepat membuka kedua kakinya dan mengerahkan tenaga sin-kang pada kedua kakinya yang dipentang lalu memasang kuda-kuda.

Akan tetapi tubuhnya terguncang hebat dan keringat dingin membasahi lehernya. Untung bahwa dia tidak terluka, akan tetapi maklumlah pendekar ini bahwa dia telah kalah! Semua pendekar yang berada disitu juga maklum akan hal ini, maka kini Liang Sim Cinjin segera bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke depan.

"Siancai...! Kiranya nama besar Pendekar Sadis bukanlah nama kosong belaka. Biarlah aku yang tua mencoba kelihaiannya!"

Sambil berkata demikian, kakek ini sudah menanggalkan capingnya, yaitu topi yang bentuknya bundar, terbuat daripada bambu akan tetapi sebetulnya di balik anyaman bambu itu tersembunyi baja-baja runcing yang membuat topi itu selain dapat dipergunakan sebagai pelindung kepala dari panas dan hujan, juga dapat dipakai sebagai senjata yang amat berbahaya.

Akan tetapi sebelum Thian Sin melayani lawan baru ini, tiba-tiba Kim Hong melangkah maju dan gadis ini berkata,

"Bukankah yang maju ini adalah Locianpwe Liang Sim Cinjin yang terkenal sebagai bun-bu-coan-jai dan memiliki kepandaian yang amat tinggi, baik dalam ilmu silat maupun ilmu surat itu? Nah, bagus sekali kalau begitu, tentu seorang sastrawan mengerti tentang kepantasan dan keadilan. Apakah kalian ini orang-orang tua yang katanya gagah perkasa hendak melakukan pengeroyokan?"

Liong Sim Cinjin adalah seorang tokoh besar yang sudah bertahun-tahun selalu bertapa di atas gunung di daerah Kang-lam. Dia hanya mendengar saja nama Pendekar Sadis, dan kalau dia sekarang maju hanya karena dia merasa tidak enak terhadap Kun-lun-pai sebagai tuan rumah.

Sebagai seorang tamu yang melihat tuan rumah kedatangan musuh, apalagi Pendekar Sadis yang dianggap menyeleweng dan menodai nama para pendekar. Melihat betapa Lo Pa San yang menjadi sahabatnya telah kalah oleh Pendekar Sadis, dia segera maju, bukan hanya terdorong karena merasa tidak enak kalau diam saja, akan tetapi juga timbul gairahnya sebagai seorang ahli silat tinggi untuk mencoba kepandaian orang muda itu.

Maka, melihat gadis teman Pendekar Sadis itu yang maju dan menyerangnya dengan kata-kata, kakek yang usianya sudah enam puluh lima tahun ini menjadi terperanjat dan bingung juga. Maklumlah, biarpun dia seorang Pendekar, akan tetapi dia juga seorang sasterawan, maka menghadapi wanita tentu saja dia merasa kikuk.

"Eh, nona... siapa yang mengeroyok! Biarpun aku orang tua yang bodoh, selama hidupku aku belum pernah melakukan pengeroyokan. Bukankah aku maju seorang diri untuk melawannya?" katanya membantah.

"Majunya memang seorang diri, akan tetapi kalau Thian Sin dilawan secara bergiliran, bukankah itu sama saja dengan pengeroyokan? Mana dia kuat menghadapi lawan begini banyak yang maju satu demi satu? Tenaga manusia ada batasnya. Apa artinya locianpwe menang kalau menangnya itu karena dia sudah kelelahan melawan orang-orang yang pertama maju lebih dulu?"

Liang Sim Cinjin tidak mempunyai kebencian atau permusuhan pribadi dengan Pendekar Sadis, dan kekejaman-kekejaman Pendekar Sadis hanya diketahuinya dari berita saja. Melihat sikap dan wajah pemuda itu, dia sama sekali tidak mempunyai hati membenci, karena sikap Thian Sin cukup sopan dan jujur, bukan sombong, dan wajahnya juga patut menjadi seorang pendekar muda yang gagah perkasa. Maka, mendapat teguran seperti itu, wajahnya menjadi merah, dan dia merasa serba salah.

"Kalau begitu, biarlah dia mengaso dulu... aku tidak mau memperoleh kemenangan karena kelelahan lawan..."

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: