*

*

Ads

Kamis, 10 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 180

"Ah, tidak mungkin, Tiong-ko. Aku tidak mungkin menghadap mereka!"

Thian Sin menolak dengan suara terkejut sekali. Menghadap pimpinan Kun-lun-pai sama saja dengan mencari mati!

"Engkau harus, Sin-te! Dan aku akan menanggungmu, aku akan membelamu, kalau perlu aku akan membelamu dengan nyawaku. Akan tetapi, mati atau hidup kita harus tetap bersikap sebagai seorang pendekar yang berani bertanggung jawab atas semua perbuatannya!"

"Tidak, Tiong-ko, aku tidak mau..."

Han Tiong maju selangkah.
"Sin-te, mungkin ilmu kepandaianmu sudah jauh melampaui tingkatku, akan tetapi adalah menjadi kewajibanku sebagai pendekar, terutama sekali sebagai kakakmu yang mencintamu, untuk menyadarkanmu dan kalau perlu aku akan memaksamu untuk pergi bersamaku menghadap ke Kun-lun-pai."

Thian Sin memandang kakaknya dengan muka berubah dan mata terbelalak.
"Maksud... maksudmu...?"

"Kalau engkau tidak mau ikut dengan suka rela, aku akan menggunakan kekerasan, menawanmu dan membawamu menghadap dalam pertemuan para pendekar itu, atau... biarlah aku tewas dalam tanganmu demi membawamu ke jalan yang benar, adikku!"

"Tidak, Tiong-ko... engkau tidak mungkin..."

Akan tetapi Han Tiong sudah menerjang maju untuk menotok jalan darah di kedua pundak adiknya dan karena dia tahu benar akan kelihaian adiknya itu, begitu menyerang dia sudah mempergunakan ilmu andalannya, yaitu It-sin-ci, ilmu menotok yang mempergunakan satu jari.

Ilmu ini hebat bukan main dan jarang ada lawan yang mampu menghindarkan diri dari serangan It-sin-ci. Akan tetapi pada waktu itu, tingkat kepandaian Thian Sin sudah amat tinggi, tidak kalah lihainya dibandingkan dengan kakak angkatnya, maka dengan tidak begitu sukar dia berhasil menangkis totokan-totokan itu sambil meloncat ke belakang.

"Tidak, Tiong-ko, jangan...!"

Akan tetapi Han Tiong terus mendesak dan Thian Sin yang tidak mau melawan kakaknya hanya mengelak, menangkis sambil mundur terus. Melihat ini tiba-tiba Kim Hong meloncat ke depan dan ia menangkis totokan berikutnya sambil membentak,

"Tahan dulu!"

"Dukk!"

Kembali Han Tiong mengadu tenaga dengan Kim Hong dan sekali ini, Kim Hong yang menangkis dan kembali keduanya merasa tergetar oleh kekuatan lawan.






"Nona, urusan kami adalah urusan kakak dan adik, tidak perlu dicampuri oleh orang luar!"

"Cia Han Tiong taihiap, aku bukanlah orang luar! Bahkan dalam urusan Kun-lun-pai, akulah yang menyerbu kesana, dan akulah yang memusuhi pertapa itu. Thian Sin hanya kumintai bantuan saja, jadi akulah pula yang bertanggung jawab, bukan dia!"

Mendengar ucapan ini, tentu saja Han Tiong menjadi terkejut dan memandang kepada adik angkatnya dengan penuh perhatian dan alis berkerut ketika dia bertanya,

"Sin-te, apa artinya ini? Siapakah nona ini?"

"Ia... ia adalah tunanganku, Tiong-ko..."

"Ahh...!"

Seketika wajah Han Tiong berseri gembira dan dia cepat menoleh dan memandang kepada Kim Hong penuh perhatian. Makin giranglah hatinya ketika dia mendapat kenyataan betapa nona itu memang sungguh amat cantik setelah kini dia memandang dengan jelas, cantik jelita tidak kalah dibandingkan dengan Lian Hong!

"Begitukah? Kionghi, Sin-te, kiong-hi...! Ah, aku girang sekali... dan suara nona... seperti... pernah aku mendengarnya!"

Kim Hong tersenyum dan nampak semakin manis.
"Memang sebelumnya pernah kita saling bertemu, taihiap."

Thian Sin hendak memberi isyarat agar kekasihnya jangan memperkenalkan dirinya, akan tetapi Kim Hong yang masih mendongkol karena pertengkarannya dengan Thian Sin tadi, melanjutkan,

"Mungkin taihiap teringat kalau kukatakan bahwa tunangan taihiap, Nona Ciu Lian Hong, pernah menjadi muridku..."

Han Tiong terkejut dan terbelalak heran memandang wajah nona itu. Kini dia teringat! Memang, suara nona ini sama benar dengan suara nenek datuk kaum sesat di selatan itu, yaitu Nenek Lam-sin yang lihai! Tentu saja dia tidak percaya dan berkata,

"Tapi... tapi... Hong-moi ditolong dan menjadi murid Nenek Lam-sin..."

"Semenjak bertemu dengan adikmu, taihiap, nenek Lam-sin sudah tidak ada lagi dipermukaan bumi ini, yang ada hanyalah aku, Toan Kim Hong."

Han Tiong masih belum yakin benar dan dia menoleh kepada adiknya, diguncang-guncangnya.

"Apa artinya ini, Sin-te? Apa artinya ini?"

Thian Sin memegang tangan kakaknya,
"Tiong-ko, jangan kau serang aku lagi, sampai matipun aku tidak mungkin mau melawan. Marilah kita bicara baik-baik dan dengarkan ceritaku. Yang menjadi Nenek Lam-sin itu adalah nona ini, Toan Kim Hong dan dia telah menjadi kekasihku, tunanganku, isteriku..."

Pemuda itu menarik tangan kakaknya diajak duduk di atas padang rumput tak jauh dari tempat itu, diikuti oleh Kim Hong yang tersenyum melihat betapa Han Tiong kini menurut saja ditarik adiknya, tidak lagi marah-marah seperti tadi.

Dengan panjang lebar Thian Sin lalu menceritakan segala pengalamannya, tidak ada yang dirahasiakan kepada kakak angkatnya itu. Betapa dia pernah gagal membalas kepada See-thian-ong dan betapa dia telah mempelajari ilmu-ilmu peninggalkan ayah kandungnya di Himalaya. Diceritakannya ketika dia membalas dendam kepada semua musuh-musuh orang tuanya, dan juga musuh-musuh yang telah membuat keluarga Ciu terbinasa. Betapa dia bertemu dengan Lam-sin yang kemudian menjadi Kim Hong dan menjadi isterinya dan dibantu oleh wanita itu dia berhasil membunuh See-thian-ong dan Pak-san-kui berikut semua muridnya.

"Memang dalam dendam dan sakit hatiku, aku berlaku kejam terhadap mereka, Tiong-ko. Juga para penjahat yang bertemu denganku, kubasmi secara kejam. Aku sakit hati sekali kepada mereka, sakit hati sejak orang tuaku terbunuh, sampai ketika keluarga Ciu terbasmi. Diam-diam aku sudah bersumpah untuk membasmi semua penjahat di dunia ini!"

Han Tiong mendengarkan dengan penuh perhatian dan kadang-kadang menahan napas ketika adiknya menceritakan cara adiknya itu menyiksa dan membunuh para penjahat dan musuh besar itu. Lalu dia berkata,

"Akan tetapi, engkau telah membunuh Pangeran Toan Ong yang terkenal budiman..."

"Itu merupakan kesalahanku mudah terbujuk fitnah seorang wanita jahat," katanya dan diapun terang-terangan menceritakan tentang pertemuannya dengan Kim Lan dan betapa dia dibohongi Kim Lan sehingga membunuh Toan Ong.

Kemudian betapa setelah tahu akan rahasia Kim Lan dia lalu merusak muka wanita itu. Kakak angkatnya bergidik mendengar semua penuturan yang diceritakan dengan terang-terangan itu.

"Nona Toan, engkau tadi mengatakan bahwa urusan di Kun-lun-pai adalah urusanmu. Sesungguhnya, bagaimanakah hal itu terjadi dan mengapa sampai bentrok dengan Kun-lun-pai?"

"Begini, taihiap..."

"Nanti dulu, nona. Kalau engkau bakal menjadi isteri adikku, mengapa engkau menyebutku taihiap segala? Membuat hatiku menjadi tidak enak saja."

"Baiklah... Tiong-ko," kata Kim Hong sambil tersenyum, meniru panggilan Thian Sin terhadap Han Tiong.

Han Tiong tersenyum gembira.
"Nah, begitu lebih baik bukan, Sin-te? Kelak kalau kalian sudah punya anak, boleh sebut toa-pek (uwak) padaku!"

Mereka bertiga tertawa lagi dengan gembira akan tetapi tak lama kemudian Kim Hong lalu menceritakan tentang riwayatnya, tentang kematian ayahnya, seorang pangeran yang dianggap buronan oleh kaisar dan dikejar-kejar sampai akhirnya hidup sengsara dan mati sebagai buronan.

Diceritakannya mengapa ia mendendam kepada supeknya, yaitu Gouw Gwat Leng yang kemudian menjadi Jit Goat Tosu dan bertapa di Kun-lun-pai, betapa ia dibantu oleh Thian Sin lalu mendatangi Kun-lun-pai dengan baik-baik minta menghadap ketua Kun-lun-pai dan minta bertemu dengan Jit Goat Tosu tanpa melibatkan Kun-lun-pai sama sekali.

Kemudian tentang pertemuannya dengan supeknya yang amat lihai sehingga terpaksa mereka berduapun akan kalah kalau saja supeknya itu tidak mengalah, bahkan akhirnya supek mereka itu membunuh diri untuk menebus penyesalannya tentang kesengsaraan hidup sutenya, yaitu Pangeran Toan Su Ong.

"Urusan antara keluargaku dan supek Gouw Gwat Leng adalah urusan pribadi dan kami sama sekali tidak menyangkutkan Kun-lun-pai. Akan tetapi sungguh para tosu Kun-lun-pai itu tidak tahu diri. Supek mati karena membunuh diri, karena dia merasa menyesal dan baru setelah dia membunuh diri aku melihat kenyataan bahwa sebenarnya supek amat mencinta mendiang ayahku. Kematian supek sungguh sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Kun-lun-pai, akan tetapi para tosu itu dengan membabi buta mengeroyok kami, bahkan kini melaporkan kami kepada tokoh-tokoh kang-ouw!"

Kim Hong mengepal tinjunya. Gadis ini dengan terus terang menceritakan semua riwayatnya.

Mendengar cerita nona itu, Han Tiong menarik napas panjang. Dia merasa kagum sekali kepada kakek yang bernama Couw Gwat Leng atau Jit Coat Tosu itu.

"Beliau seorang bijaksana, sayang kalian tidak tahu akan hal itu sebelumnya sehingga terpaksa nyawa seorang yang demikian bijaksana dikorbankan dengan sia-sia. Tahukah kalian mengapa beliau membunuh diri? Bukan hanya karena penyesalan, melainkan untuk mencegah engkau berdua, karena kalau sampai beliau mati di tanganmu, hal itu akan membuat engkau seorang murid durhaka dan selamanya engkau akan menyesali perbuatanmu itu”.

“Di atas dunia ini, segala perkara tidak akan dapat diatasi dengan kekerasan. Ilmu silat hanya patut dipergunakan mencegah terjadinya kejahatan melindungi diri sendiri dan juga orang-orang lain yang terancam bahaya. Akan tetapi, kalau ilmu silat dipergunakan untuk melampiaskan dendam, maka itu menjadi ilmu terkutuk, menjadi ilmu hitam."

Dua orang itu mendengarkan sambil bertunduk. Berhadapan dengan kakaknya, Thian Sin merasa kehilangan semua semangat perlawanannya, membuat dia seperti mati kutu. Hal ini adalah karena perasaan cinta kasih dan hormat yang amat besar, membuat dia tidak mungkin dapat menentang atau membantah. Bukan karena takut, melainkan karena cinta dan juga apapun yang keluar dari mulut kakaknya itu terasa olehnya amat tepat dan tidak mungkin dapat dibantah kebenarannya lagi.

Keadaan menjadi serius lagi setelah Han Tiong bicara dengan sungguh-sungguh. Menghadapi keadaan ini, dimana dia merasa dirinya tenggelam tak berdaya dan bahkan Kim Hong yang agaknya berwatak pemberontak itupun terdiam, Thian Sin merasa tidak enak sekali dan diapun mencoba untuk memecahkan suasana itu dengan berkelakar.

"Aduh, Tiong-ko, lama tidak bertemu denganmu, sekali berjumpa, engkau agaknya seperti telah menjadi seorang pendeta! Kuliahmu penuh dengan hal-hal batiniah belaka!"

Han Tiong tersenyum, akan tetapi jawabannya tetap saja serius,
"Sin-te, mana mungkin kita mengabaikan soal-soal batiniah? Hidup ini bukan hanya lahiriah belaka, bukan? Lahir dan batin, haruslah serasi, maju bersama, karena kalau tidak demikian, kita tentu akan terjeblos ke dalam lembah sengsara. Batin yang waspada membuat orang menjadi bijaksana, Sin-te."

"Semua ucapanmu memang benar, Tiong-ko. Akan tetapi aku ingin mendengar tentang segi lain dari hidupmu semenjak kita berpisah. Bagaimana keadaan ayah dan ibu? Dan bagaimana dengan keadaan Lian Hong?"

Kini ringan saja lidah Thian Sin menyebut nama ini, tidak ada rasa berat sedikitpun di hatinya, tanda bahwa dia memang sama sekali sudah tidak mengharapkan gadis itu, dan hal inipun terasa oleh Han Tiong yang menjadi lega.

Dia tahu bahwa adiknya telah memperoleh seorang pengganti, seorang gadis yang harus diakuinya dalam segala hal tidak kalah dibandingkan dengan Lian Hong. Bahkan lebih cantik dan dalam hal ilmu silat jauh lebih lihai.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: