*

*

Ads

Kamis, 10 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 175

"Ahh...!" Tosu itu terkejut. "Apakah Toan-siocia sudah tahu siapa yang membunuh Pangeran Toan?"

Nona itu mengangguk dan mengerling ke arah Thian Sin.
"Aku sudah tahu, locianpwe, pembunuhan karena salah paham dan karena fitnah orang. Pembunuhnya adalah temanku inilah..."

"Tapi mengapa...?"

"Sudahlah, locianpwe. Kedatanganku bukan untuk urusan itu, melainkan untuk urusan yang lain sama sekali."

Kui Yang Tosu menarik napas panjang, lalu mengangguk.
"Benar, memang demikianlah. Nah, katakanlah, apa perlunya nona berkeras hendak bertemu dengan pimpinan Kun-lun-pai?"

"Kedatanganku ini ingin minta perkenan locianpwe agar aku diperbolehkan bertemu dengan Jit Goat Tosu yang sedang bertapa di asrama Kun-lun-pai."

Tosu itu mengangguk-angguk.
"Permintaan nona itu sudah pinto dengar tadi, akan tetapi pinto masih ragu-ragu karena permintaan itu sungguh amat aneh. Kehadiran Jit Coat Tosu disini adalah suatu rahasia dan sudah bertahun-tahun tidak ada yang tahu, bagaimana nona bisa mengetahuinya? Dan bolehkah pinto mengetahui apa urusan nona dengan Jit Goat Tosu?"

"Hemm, aku cukup menghormati Kun-lun-pai, locianpwe, sehingga untuk menemuinya, aku lebih dulu menghadapi pemimpin Kun-lun-pai dan minta ijin, bukannya langsung mencarinya sampai dapat kutemukan. Aku tidak ingin melibatkan Kun-lun-pai dengan urusan kami, maka pertanyaan itu tidak dapat kujawab karena tidak ada sangkut-pautnya dengan Kun-lun-pai."

"Siancai...! Jangan Nona Toan berpendapat demikian. Ketahuilah bahwa Jit Goat Tosu bukanlah orang lain bagi kami. Dia adalah saudara angkat kami, maka tentu saja kami ingin tahu apa yang menjadi sebabnya maka nona datang untuk mencarinya disini."

Kim Hong mengerutkan alisnya. Ah, urusan menjadi sulit kalau begini. Tak disangkanya bahwa supeknya itu kini selain menjadi tosu dan mondok di asrama Kun-lun-pai, malah telah mengangkat saudara dengan para pimpinan Kun-lun-pai! Kalau begini, agaknya tak dapat dihindarkan lagi keterlibatan Kun-lun-pai!

"Locianpwe, urusanku dengan dia adalah urusan pribadi, urusan antara seorang murid keponakan dengan supeknya. Apakah locianpwe masih hendak mencampurinya?"

Mendengar ini terkejutlah kakek itu.
"Siancai... siancai... kiranya nona adalah puteri mendiang Toan Su Ong...?"

"Benar sekali, locianpwe."

"Ah, kalau begitu... tentu saja pinto tidak berhak mencampuri urusan pribadi nona dengan supek nona." Lalu Kui Yang Tosu menoleh kepada tiga orang tosu itu. "Thian-sute, harap kau antarkan Nona Toan menghadap Jit Goat Tosu. Karena beliau sedang bertapa, maka antar saja sampai di depan gua dan tinggalkan di situ. Terserah kepada yang berkepentingan mau menemui atau tidak."






"Baik, suheng," jawab seorang diantara tiga tosu itu. "Marilah, nona."

Kim Hong dan juga Thian Sin mengikuti tosu itu dan Kui Yang Tosu tidak berani mencegah ketika Thian Sin juga ikut, walaupun hatinya merasa tidak enak dengan munculnya Pendekar Sadis di tempat itu. Maka setelah sutenya pergi mengantarkan dua orang muda itu ke arah belakang asrama, dia sendiri lalu bergegas masuk ke dalam untuk menemui suhengnya, yaitu Kui Im Tosu untuk membicarakan urusan itu.

Ternyata daerah markas Kun-lun-pai itu luas bukan main. Melalui sebuah pintu rahasia yang kecil, mereka keluar dari pagar tembok dan mendaki bukit atau puncak pegunungan di belakang dan setelah melalui daerah berbatu, akhirnya tibalah mereka pada dinding puncak yang penuh dengan gua-gua besar.

Tosu itu membawa mereka ke sebuah gua besar yang gelap, berhenti di depan gua sambil berkata,

"Nah, di sinilah tempat Jit Goat Tosu bertapa, nona."

Setelah berkata demikian, tosu itu lalu membalikkan badan dan meninggalkan dua orang muda itu termangu-mangu di depan gua.

Thian Sin dan Kim Hong memandang ke sekeliling. Tempat itu tentu saja sudah berada di luar pagar tembok Kun-lun-pai, akan tetapi masih termasuk daerah Kun-lun-pai. Tempatnya amat sunyi, di dekat sebuah puncak dan kalau saja mereka tidak diantar oleh seorang tosu Kun-lun, agaknya tidak mungkin mereka akan dapat menemukan tempat pertapaan Jit Goat Tosu.

Di situ terdapat banyak sekali gua-gua besar berjajar seperti pintu-pintu hitam atau seperti mulut-mulut raksasa, ada puluhan banyaknya. Mereka tentu akan mempergunakan banyak waktu untuk menyelidikinya satu demi satu! Tidak nampak seorang manusia lain, bahkan agaknya tidak ada binatang hutan di pegunungan batu ini. Hanya ada beberapa ekor burung yang beterbangan di puncak, agaknya mempunyai sarang disana, semacam burung pemakan bangkai.

Thian Sin memberi isyarat kepada Kim Hong untuk membuka suara. Dara itu mengangguk, lalu ia berseru dengan suara yang mengandung tenaga khi-kang sehingga getaran suaranya itu terdengar sampai jauh dan tentu akan sampai ke dasar gua di depannya,

"Jit Goat Tosu, keluarlah! Aku Toan Kim Hong datang untuk bicara denganmu!"

Dari dalam gua itu terdengar gema suara Kim Hong, terdengar mengaung menyeramkan seolah-olah ada suara iblis yang menjawabnya. Akan tetapi hanya gaung suara yang memantul itu saja yang terdengar, tidak ada suara lain.

Beberapa kali Toan Kim Hong mengulangi seruannya tadi, namun sia-sia. Tidak ada suara menjawabnya.

"Sialan tosu-tosu Kun-lun-pai itu. Aku ditipu, tempat ini kosong agaknya!" gerutu Kim Hong.

Thian Sin menggeleng kepalanya.
"Tidak mungkin dia membohong."

"Kalau begitu orangnya berada di dalam, sengaja tidak mau menjawab. Sebaiknya kumasuki saja dan kalau memang berada di dalam, kuseret dia keluar!"

Akan tetapi Thian Sin memegang lengannya dan menggeleng kepala. Kim Hong teringat dan bergidik. Bagaimana ia bisa lupa bahwa supeknya itu memiliki ilmu kepandaian yang bahkan lebih lihai daripada mendiang ayahnya? Karena ia tidak merasa mampu melawan maka ia minta bantuan Thian Sin, bagaimana kini secara lancang hendak memasuki gua gelap itu? Sungguh ceroboh karena hal itu akan berbahaya sekali.

"Tentu dia tidak mengenalmu, coba sebut nama ayahmu," bisik Thian Sin.

Kim Hong teringat. Betul juga, pikirnya. Supeknya itu belum pernah melihatnya, belum pernah pula mendengar tentang dirinya, tentu saja tidak ada artinya memperkenalkan nama. Maka ia lalu berteriak lagi, ditujukan ke dalam gua, dengan mengerahkan khi-kangnya.

"Supek Jit Goat Tosu! Supek Gouw Gwat Leng! Keluarlah, aku Toan Kim Hong puteri tunggal dari Toan Su Ong datang hendak bicara dengan supek!"

Baru saja gema suara itu menghilang, terdengarlah suara yang halus dari dalam gua itu, suara yang agak menggetar penuh perasaan,

"Siancai... siancai... siancai...!"

Dan tak lama kemudian keluarlah seorang kakek dari dalam gua itu. Seorang kakek yang amat kurus kecil dan mukanya pucat seperti mayat, mungkin karena terlalu lama tidak pernah terkena sinar matahari.

Melihat munculnya kakek yang kelihatan amat lemah dan sudah mendekati liang kubur ini, hati Kim Hong merasa kecewa sekali. Beginikah macamnya orang yang selama ini dicari-carinya dengan hati penuh dendam kebencian? Hanya seorang kakek tua renta yang sudah hampir mati, tertiup angin kencang saja agaknya tentu akan roboh!

Kakek itu berdiri agak bongkok di depan gua, sepasang matanya yang lemah itu berkedip-kedip, agaknya silau oleh sinar matahari yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Tangan kirinya dipergunakan melindungi matanya dari sinar matahari sedangkan tangan kanannya memegang sebuah bendera kecil yang sudah lapuk.

Bendera itu berwarna kuning dan sudah tidak nampak jelas lagi apa gambarnya, hanya bendera itu pinggirnya sudah robek-robek seperti biasanya pada bendera kuno yang sudah terlalu lama dan dimakan usia. Gagang bendera itu ternyata merupakan sebatang anak panah terbuat dari perak.

"Mana ia puteri Toan Su Ong?" tanya kakek itu dengan suara gemetar.

Kim Hong hampir tidak dapat menerima kenyataan itu. Tidak percaya bahwa mendiang ayahnya ketakutan terhadap orang lemah macam ini! Ia meragu dan dengan hati kecewa ia bertanya,

"Mungkinkah engkau ini yang bernama Gouw Gwat Leng atau Jit Goat Tosu?"

Kakek itu memandang kepada Kim Hong, lalu terkekeh lirih,
"Heh-heh, benar... matamu seperti mata ayahmu. Engkau tentu anak sute Toan Su Ong, tidak salah lagi... heh-heh, anak baik, boleh jadi engkau meragukan diriku sebagai supekmu Gouw Gwat Leng, tetapi ayahmu tentu pernah bercerita tentang bendera pusaka kita ini, peninggalan kakek gurumu..."

Melihat bendera tua itu, hati Kim Hong menjadi panas rasanya. Bendera itulah yang membuat ayahnya selalu tunduk terhadap suhengnya ini.

"Bendera sialan!" bentaknya dan tiba-tiba saja tubuhnya sudah berkelebat meloncat ke arah kakek itu dan tangannya menjangkau untuk merampas bendera itu.

Akan tetapi betapa kagetnya ketika tangannya hanya menangkap angin saja! Entah bagaimana caranya, kakek yang kelihatan lemah itu telah dapat mengelakkan bendera itu dari jangkauan tangan Kim Hong yang amat cepat tadi.

"Siancai... tidak seorangpun di dunia ini boleh merampas bendera pusaka ini dari tanganku..." Kakek itu terkekeh.

Tentu saja Kim Hong merasa penasaran sekali. Kembali ia menubruk, kini mempergunakan kedua tangannya untuk merampas. Akan tetapi, dua kali bendera kecil itu berkelebat dan tak dapat ditangkap oleh tangan Kim Hong.

Marahlah gadis itu dan kini pandangannya terhadap kakek itu berubah. Biarpun nampaknya lemah, kiranya kakek ini memiliki kepandaian tinggi.

"Aku akan merampas bendera itu!" bentaknya dan kini ia menerjang, tangan kirinya menyerang dengan tusukan jari tangan ke arah lambung, kepalanya bergerak dan kuncir rambutnya menotok ke arah ulu hati dan tangan kanannya mencengkeram untuk merampas bendera!

Hebat bukan main jurus serangan yang dilakukan oleh Kim Hong ini dan jarang ada orang yang akan dapat menyelamatkan diri dari serangan seperti itu yang selain dilakukan amat cepat, juga dengan tenaga dahsyat dan terutama sekali penggunaan rambut sebagai senjata itu sukar diduga.

"Plak-plak-plakkk!"

Tubuh Kim Hong terhuyung ke belakang! Kiranya kakek yang kelihatan lemah itu telah mampu menangkis semua serangannya, bukan hanya menangkis, malah juga membalas dengan dorongan yang membuat gadis itu terhuyung!

Melihat ini, Thian Sin sendiri memandang kaget dan kagum. Gerakan kakek itu kelihatan lambat, namun begitu tepat dan mengandung tenaga yang dahsyat sekali.

"Hemm, kiranya engkau pemberontak seperti ayahmu?"

Kakek itu menegur, suaranya berwibawa, biarpun suara itu masih saja agak menggetar dan agak kaku, mungkin karena lamanya dia bertapa dan selama itu tidak pernah mengeluarkan suara.

Kim Hong sendiri terkejut dan maklum bahwa yang membuat ia sampai kena terdorong adalah bendera itu. Bendera itu ketika tadi Si Kakek menangkis, berkelebat di depan matanya dan membuatnya lengah sehingga kena didorong. Kiranya bendera itu bukan hanya merupakan bendera pusaka, akan tetapi juga merupakan sebuah senjata aneh yang agaknya ampuh sekali walaupun belum dipergunakan sepenuhnya oleh kakek itu.

"Bocah she Toan, kau sebagai puteri Toan Su Ong merupakan satu-satunya keturunan yang seharusnya mewarisi bendera ini dan menghormati bendera ini sampai mati. Akan tetapi kini engkau malah menghinanya dan hendak merampasnya. Katakan, apa perlunya engkau datang untuk menemuiku?"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: