*

*

Ads

Selasa, 01 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 164

Karena rumah itu menurut Kim Hong adalah tempat sembunyi Pendekar Sadis, maka tentu saja dia tadi menyangka bahwa yang keluar tentu bukan orang sembarangan. Akan tetapi, membunuh orang, baik yang bersalah maupun yang tidak, bagi datuk ini tiada bedanya, maka diapun sama sekali tidak peduli.

Puteranya, murid-muridnya dan juga Kim Hong memandang tanpa mempedulikan, melainkan memperhatikan ke dalam pondok melalui pintu yang kini tetah terbuka itu. Akan tetapi tidak terdengar sesuatu dari dalam pondok, juga tidak nampak sesuatu muncul dari situ.

Thian Sin yang tadinya sedang merebahkan diri di dalam pondok itu, begitu mendengar suara Pak-san-kui, sudah meloncat ke atas dan membuka genteng, lalu mengintai dari atas. Dia melihat Pak-san-kui datang bersama Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong dan sama sekali tidak merasa gentar. Akan tetapi yang membuat dia meragu adalah melihat Kim Hong berada pula di situ bersama mereka!

Tadipun dia sudah gelisah memikirkan betapa Kim Hong melindungi Siangkoan Wi Hong dan menyerangnya. Dan kini ternyata gadis itu agaknya telah bersekutu dengan musuh besarnya! Hal ini mendatangkan rasa nyeri daripada ketika melihat gadis itu berciuman dengan Siangkoan

Wi Hong tadi. Kalau memang Kim Hong sudah mengambil keputusan bersekutu dengan datuk utara itu untuk memusuhinya, diapun tidak takut! Demikian suara hatinya yang terasa nyeri, kecewa, berduka dan marah. Maka diapun bangkit berdiri di atas atap rumah itu. Sinar bintang-bintang membuat dia nampak seperti tubuh siluman yang tiba-tiba muncul di situ. Akan tetapi suaranya masih halus walaupun mengandung teguran keras.

"Kim Hong, begitu tidak tahu malukah engkau, merendahkan diri menjadi kaki tangan Pak-san-kui?" Kemudian dia melayang turun di depan Pak-san-kui sambil menudingkan telunjuknya. "Pak-san-kui, tua bangka keparat! Kalau memang engkau seorang datuk dan seorang laki-laki sejati, hayo lawanlah aku, keroyoklah dengan murid-muridmu, akan tetapi jangan ikut-ikutkan orang lain!"

Sebelum Pak-san-kui menjawab, tiba-tiba Kim Hong tertawa dan berkata dengan nada menghina,

"Hi-hik, Pendekar Sadis! Apakah engkau telah buta dan tidak melihat dengan siapa kau berhadapan? Locianpwe Siangkoan Tiang adalah datuk dunia utara, seorang locianpwe yang gagah perkasa. Dia sendiri saja sudah cukup untuk membikin engkau mampus, siapa butuh mengeroyokmu?"

Mendengar ucapan ini, Pak-san-kui terkejut. Ucapan itu memang bermaksud baik, akan tetapi sungguh merugikannya! Dan setelah mendengar gadis itu bicara demikian, tentu dia akan merasa rendah dan malu kalau begitu maju lalu mengeroyok musuhnya itu. Maka diapun mengerling ke arah puteranya dan tiga orang muridnya.

"Aku akan menghadapinya sendiri! Kalian tahu kapan untuk turun tangan mencegah dia melarikan diri!"

Setelah berkata demikian dan merasa yakin bahwa puteranya dan tiga orang muridnya dapat mengerti apa yang dimaksudkannya, tiba-tiba saja Pak-san-kui sudah menerjang ke depan dengan senjatanya yang ampuh, yaitu huncwe maut itu. Nampak api menyambar dari dalam huncwe yang kemudian menjadi sinar menyambar ke arah muka dan leher Thian Sin. Cepat bukan main gerakan ini, akan tetapi Thian Sin sudah mengelak ke belakang.

Kim Hong melihat gerakan itu, kemudian melihat betapa kakek itu menggerakkan tangan kirinya dan lengan kiri itu mulur sampai panjang mengejar atau membuat serangah susulan ke arah kepala Thian Sin.






"Dukkk!"

Thian Sin menangkis dan keduanya terdorong dua langkah ke belakang. Melihat ini, Kim Hong diam-diam terkejut dan kagum akan kelihaian datuk ini yang selain memiliki senjata huncwe yang berbahaya, juga memiliki lengan kiri yang dapat mulur panjang dan tentu saja amat berbahaya pula.

Sementara itu, Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong hanya mengurung tempat itu, siap untuk membantu karena mereka maklum bahwa kehadiran Kim Hong tentu saja membuat Pak-san-kui merasa sungkan untuk melakukan pengeroyokan. Akan tetapi mereka tahu bahwa kalau sampai Pak-san-kui terdesak, mereka berempat tentu akan segera turun tangan mengeroyok. Maka Siangkoan Wi Hong lalu mendekati Kim Hong.

"Adik manis, kalau dia terlalu berat bagi ayah, kita baru akan turun tangan mengeroyoknya. Dia memang orang yang berbahaya sekali."

Kim Hong tidak menjawab, seperti tidak mendengar ucapan itu, melainkan menonton perkelahian itu dengan penuh perhatian. Dan perkelahian itu memang amat menegangkan untuk ditonton. Seru dan mati-matian, juga merupakan perkelahian antara orang-orang yang memiliki kepandaian hebat.

Dahulu, ketika untuk pertama kalinya Thian Sin mengalahkan Pak-san-kui, dia harus mengandalkan akal, menggunakan air untuk menghadapi serangan api yang kadang-kadang keluar dari huncwe maut itu, yang membuat lawan kewalahan dan panik.

Akan tetapi sekarang dia tidak membutuhkan lagi akal seperti itu, dan pula, sejak kekalahannya dari Thian Sin dahulu itu, Pak-san-kui sudah berlatih matang dan bersiap-siap kalau-kalau lawan menggunakan air lagi.

Maka andaikata Thian Sin mengulangi akalnya yang dahulu, dia tentu akan kecelik dan tidak akan berhasil. Pemuda ini hanya menghadapinya dengan memegang kipasnya. Setiap kali ada bunga api menyambar, atau asap yang berbau keras, kipas itulah yang mengebut dan api serta asap itu membalik dan menyerbu kakek itu sendiri! Sedangkan serangan huncwe itu hanya dihadapi dengan tangan kosong saja oleh Thian Sin.

Huncwe maut itu menyambar-nyambar dengan ganas, mengeluarkan suara bercuitan mengerikan. Thian Sin selalu dapat mengelak atau menangkis huncwe dengan tangannya, bahkan membalas serangan lawan dengan sama dahsyatnya, menampar dan memukul atau menendang sambil mengerahkan sin-kang.

Thian Sin dapat melihat kenyataan bahwa dibandingkan dengan dahulu, datuk ini telah memperoleh kemajuan yang cukup banyak, maka diapun lalu mengubah gerakannya, mainkan ilmu silat warisan ayahnya yaitu Hok-liong Sin-ciang yang hanya delapan belas jurus itu. Akan tetapi, baru saja dia mengeluarkan tiga empat jurus yang masing-masing mempunyai bagian-bagian dan perkembangan-perkembangan yang amat sulit itu, lawan telah terdesak hebat!

Pak-san-kui mengenal jurus-jurus ini, akan tetapi hanya kulitnya saja dan isinya sungguh membuat dia bingung karena mengandung daya serang yang sama sekali tidak pernah dapat diduganya, dan selain itu juga amat hebat. Dalam serangan-serangan itu terkandung gerakan-gerakan aneh dan hampir saja dia kena dirobohkan lawan sehingga ketika kaki Thian Sin menyerempet lambungnya, dia terhuyung dan meloncat ke belakang sambil mengeluarkan seruan. Seruan ini dikenal oleh Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong, maka mereka itu segera bergerak untuk membantu.

Akan tetapi tiba-tiba berkelebat bayangan menghadang mereka disertai bentakan,
"Tahan dulu!"

Siangkoan Wi Hong terkejut melihat bahwa yang menghadang itu adalah Kim Hong!

Gadis ini berkata,
"Tadi sudah diadakan janji bahwa tidak akan ada pengeroyokan! Kalau kalian ingin mencoba kelihaian musuh, biarlah Pendekar Sadis menghadapi kalian. Dan karena tingkat kepandaian kalian masih rendah, kalian berempat boleh saja maju berbareng untuk menghadapinya! Hei, Pendekar Sadis tinggalkan dulu Pak-san-kui, dan hadapi mereka ini. Aku sendiri ingin merasakan kelihaian huncwe maut!"

Setelah berkata demikian, Kim Hong sudah meloncat ke dalam arena pertempuran itu sambil mencabut sepasang pedangnya dan langsung menerjang Pak-san-kui! Perubahan sikap gadis ini sungguh mencengangkan semua orang. Akan tetapi, kalau Siangkoan Wi Hong menjadi kaget dan marah sekali, sebaliknya Thian Sin yang juga kaget itu merasa girang bukan main.

Tadinya dia sudah merasa bingung dan gelisah kalau terpaksa harus menghadapi gadis itu sebagai musuh. Biarpun hatinya masih panas kalau mengingat akan adegan romantis dan mesra antara Kim Hong dan Siangkoan Wi Hong, namun pembalikan sikap Kim Hong yang kini jelas berpihak kepadanya itu membuatnya girang sekali dan begitu melihat Kim Hong menyerbu Pak-san-kui, diapun lalu meloncat ke belakang untuk menghadapi Siangkoan Wi Hong dan Pak-thian Sam-liong yang segera mengurung dan mengeroyoknya dengan serangan-serangan yang bertubi-tubi. Terutama sekali, Siangkoan Wi Hong menyerang dengan penuh kebencian dan kemarahan.

Pemuda hartawan ini kecewa bukan main melihat betapa Kim Hong, gadis yang menjatuhkan hatinya, yang disangkanya telah terjerat olehnya, ternyata kini malah membantu Thian Sin! Dan timbullah kecurigaannya bahwa memang gadis itu sengaja bersikap baik kepadanya untuk memancingnya, memancing ayahnya untuk menghadapi Pendekar Sadis di tempat sunyi itu.

Dan teringatlah dia betapa gadis itulah yang menganjurkan agar mereka berenam saja yang menghadapi Pendekar Sadis dan melarang agar jangan menggunakan pasukan. Teringat akan ini, keringat dingin membasahi dahi Siangkoan Wi Hong dan dia menyerang semakin dahsyat, dibantu oleh tiga orang suhengnya yang sudah membentuk barisan Sha-kak-tin (Barisan Segi Tiga) itu.

Thian Sin menghadapi empat orang pengeroyoknya dengan tenang-tenang saja. Akan tetapi karena untuk menghadapi pengeroyokan empat senjata itu lebih enak kalau menggunakan senjata pula, maka selain kipasnya, diapun lalu mencabut Gin-hwa-kiam dan memutar pedangnya untuk melindungi dirinya dan kipasnya kadang-kadang menyambar dengan totokan-totokan maut.

Akan tetapi, Thian Sin tidak dapat mencurahkan seluruh perhatian terhadap empat orang pengeroyoknya itu karena dia merasa khawatir kalau-kalau Kim Hong terancam bahaya, walaupun dia maklum bahwa kepandaian gadis itu kiranya tidak berada di sebelah bawah tingkat Pak-san-kui.

Pak-san-kui sendiri yang tadinya tercengang dan marah melihat betapa gadis itu membalik dan memihak musuh, dengan kemarahan meluap menghadapi Kim Hong.

"Bagus!" bentaknya. "Memang anakku yang buta, tidak tahu bahwa engkau adalah seekor siluman yang jahat. Mampuslah kau di tanganku!"

Kakek itu segera menghisap huncwenya dan sekali dia menggerakkan huncwe, ada bunga api menyambar ke arah muka Kim Hong, disusul tiupan asap dari mulutnya dan dibarengi pula dengan totokan-totokan maut dari ujung hunewe!

Sungguh merupakan serangan maut yang amat hebat. Kim Hong sejak tadi sudah melihat dan mempelajari kepandaian lawan, maka gadis ini mengerahkan gin-kangnya yang istimewa, sudah melesat ke atas untuk mengelak dari serangan bertubi-tubi itu. Akan tetapi tangan kakek itu sudah menyambar, mulur sampai dua kali panjang lengan biasa, mencengkeram ke arah dada Kim Hong!

"Hih!"

Kim Hong berseru dan pedangnya berkelebat menyambar untuk membacok lengan yang panjang mengerikan itu.

Pak-san-kui kembali meniupkan asapnya dan menarik tangannya. Karena asap itu selain amat kuat juga mengandung bau yang menyesakkan napas, terpaksa Kim Hong berjungkir balik di udara itu saja sudah menunjukkan kemahiran gin-kang yang amat hebat. Dan sambil berjungkir balik ini Kim Hong sudah memindahkan pedang di tangan kirinya ke tangan kanan yang memegang dua pedang, sedangkan tangan kirinya bergerak, sinar merah menyambar dari atas ke arah kepala dan dada Pak-san-kui!

"Uhhh...!" Pak-san-kui terkejut sekali dan dengan cepat dia memutar huncwenya menangkis.

Terdengar suara nyaring berkerincingan ketika jarum-jarum merah itu terpukul runtuh. Akan tetapi, gadis itu telah turun ke atas tanah dan menyerang lagi dengan sepasang pedangnya, gerakannya aneh luar biasa sehingga yang nampak hanya dua gulungan sinar hitam yang bergulung-gulung seperti dua ekor naga hitam mengamuk.

Pak-san-kui menangkis beberapa kali sehingga nampak bunga-bunga api berhamburan, dari mulut huncwe dan juga dari pertemuan senjata mereka! Kembali Pak-san-kui merasa terkejut bukan main.

"Tahan...!" serunya dan diapun meloncat ke belakang.

Kim Hong menyilangkan sepasang pedang hitamnya di depan dada sambil memandang dengan senyum mengejek.

"Pak-san-kui, kau hendak bicara apa lagi?" tanyanya, sikapnya yang tadinya menghormat datuk itu kini lenyap, berubah menjadi sikap dan suara penuh ejekan.

Pak-san-kui mengerutkan alisnya dan memandang tajam, penuh selidik. Dan teriakannya tadi ternyata juga menghentikan pertandingan antara Thian Sin yang dikeroyok empat. Agaknya puteranya, dan juga tiga orang muridnya, mengira bahwa teriakan itu ditujukan untuk semua sehingga mereka berempatpun meloncat ke belakang dan tentu saja Thian Sin juga menunda gerakannya. Dia ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh kakek itu.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: