*

*

Ads

Selasa, 01 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 163

Kim Hong menarik lengannya dengan gerakan halus sambil berkata dengan senyum,
"Bagaimana, dingin seperti mayatkah?"

Siangkoan Wi Hong tersenyum lebar dan memandang dengan mata berseri.
"Ah, sama sekali tidak, sebaliknya malah, begitu hangat, halus dan lunak... ah, dan yang tercium olehku hanya keharuman seperti bunga setaman...!"

Kim Hong tersenyum gembira, akan tetapi berlagak tak senang.
"Hemm, engkau seorang perayu! Siapakah engkau?"

Siangkoan Wi Hong menjura.
"Perkenalkan, nona, namaku Siangkoan Wi Hong. Aku sedang berburu di hutan ini dan mengejar-ngejar kijang itu sampai ke tepi sungai. Setelah aku berhasil menyudutkannya dan siap hendak melepas anak panah... eh, tahu-tahu kijang itu roboh dan tewas, lalu muncul nona. Siapakah nona dan bagaimana seorang wanita muda seperti nona dapat berada di tempat sunyi terpencil seperti ini?"

"Namaku Toan Kim Hong..."

"Nama yang indah sekali, seperti orangnya! Dan she Toan...? Ah, apakah ada hubungan dengan keluarga pangeran...?"

Kim Hong mengangguk.

Siangkoan Wi Hong menjura lagi.
"Ah, maaf, maaf...! Kiranya nona adalah seorang puteri yang berdarah bangsawan! Sungguh sikap saya layak dihukum..."

Kim Hong menarik napas panjang.
"Sudahlah, urusan kebangsawanan itu dahulu, sekarang aku adalah orang biasa saja. Aku kebetulan lewat disini dan selagi menikmati keheningan tempat ini, aku melihat seekor kijang. Karena perutku lapar, maka aku segera merobohkannya dengan sambitan jarumku."

Wi Hong terbelalak.
"Apa...? Membunuh kijang dengan sambitan jarum saja? Agaknya tak masuk akal...!"

"Siapa bilang kalau tidak masuk akal kalau jarumku memasuki kepala melalui antara matanya lalu menembus otak," jawab Kim Hong.

Mendengar jawaban ini, tentu saja Siangkoan Wi Hong menjadi semakin kaget dan heran. Sebagai seorang pemuda yang memiliki ilmu silat yang tinggi, dia tahu bahwa jarum hanya merupakan senjata rahasia ringan yang hanya dapat dipergunakan dari jarak dekat, dan bukan merupakan senjata rahasia yang berbahaya.

Akan tetapi gadis ini mampu membunuh seekor kijang dari jarak jauh dengan penyambitan jarum, bahkan tanpa memeriksa lagi gadis itu dapat memastikan bahwa jarumnya telah menembus antara mata kijang itu dan sampai ke otak! Hal ini kalau memang benar, menunjukkan bahwa gadis ini adalah seorang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi! Dan jarum itupun tentu mengandung racun yang amat hebat.






Untuk meyakinkan hatinya diapun lalu berjongkok dan memeriksa kijang itu. Dan betapa kagumnya ketika dia mendapat kenyataan bahwa memang benar pada kepala binatang itu, antara kedua matanya, terdapat luka kecil kemerahan yang mulai membengkak dan mengeluarkan darah! Dia cepat bangkit berdiri dan kembali dia menjura dengan hormat.

"Ah, kiranya aku berhadapan dengan seorang pendekar wanita lihai! Toan-lihiap, aku girang sekali dapat berkenalan dengan seorang gadis pendekar sepertimu!"

"Ah, Siangkoan-kongcu terlalu memuji orang. Sebaliknya, akupun pernah mendengar namamu dan melihat yang-kim di pundakmu tadipun aku sudah dapat menduga bahwa engkau tentulah Siangkoan-kongcu yang amat terkenal itu putera dari Locianpwe Pak-san-kui, bukan?"

"Tepat sekali, lihiap."

"Ah, jangan sebut aku lihiap, membikin aku merasa canggung dan malu saja."

"Baiklah, kalau begitu biar kusebut engkau Toan-siocia." Siangkoan Wi Hong lalu memanggul bangkai kijang itu.

"Nona, setelah kita bertemu dan saling berkenalan disini, aku mengundang nona untuk bersama-sama menikmati daging kijang ini. Akan kusuruh masak daging ini di rumahku. Silakan, nona."

Demikianlah, dua orang itu berkenalan dan Kim Hong mengunjungi rumah pemuda hartawan itu. Sebaliknya Wi Hong juga sering mengunjungi hotel dimana gadis itu bermalam, mengajaknya pelesir atau makan ke restoran-restoran terbesar di kota Tai-goan, mengajaknya pesiar dengan kereta. Dalam waktu beberapa hari saja hubungan antara mereka amat akrabnya.

Demikianlah pertemuan antara Kim Hong dengan putera Pak-san-kui itu sampai mereka dilihat oleh Thian Sin yang membayangi mereka dan Pendekar Sadis menyerang Siangkoan Wi Hong ketika melihat betapa putera datuk utara itu berpacaran dengan Kim Hong. Dan dalam waktu beberapa hari itu, Siangkoan Wi Hong sempat mengajak Kim Hong berkunjung pula kepada ayahnya. Pak-san-kui Siangkoan Tiang menerima perkenalan itu dengan senang.

Dia melihat bahwa bukan saja gadis itu amat cantik dan menurut puteranya juga memiliki ilmu silat yang lihai, akan tetapi juga mengingat bahwa gadis itu masih keluarga bangsawan tinggi, yaitu Pangeran Toan, maka mereka merasa girang kalau puteranya dapat berjodoh dengan gadis ini. Terutama sekali setelah dia mendengar bahwa gadis itu adalah puteri dari mendiang Pangeran Toan Su Ong seperti pengakuannya, diam-diam dia terkejut dan semakin kagum.

Dia pernah mengenal pangeran pemberontak itu, dan maklum bahwa kepandaian pangeran itu tidak berada di bawah tingkatnya! Bahkan akhirnya dia mendengar bahwa sebelum meninggal, pangeran itu bersama isterinya telah menemukan ilmu peninggalan Menteri The Hoo sehingga kabarnya memiliki ilmu kepandaian yang sukar dicari tandingannya.

Ketika Thian Sin menyerang Siangkoan Wi Hong dengan ganas karena pemuda ini sudah marah sekali dan ingin membunuhnya, Kim Hong membela sahabat barunya ini dan ketika Thian Sin melarikan diri karena pemuda ini tidak mau berkelahi melawan kekasihnya, Kim Hong lalu mengejar dan minta kepada Siangkoan Wi Hong untuk melaporkan kepada ayah pemuda itu.

Dengan gin-kangnya yang memang lebih tinggi daripada Thian Sin, Kim Hong berhasil membayangi pemuda itu tanpa diketahuinya, dan dara ini dapat melihat pondok kecil yang disewa pemuda itu di tepi kota. Maka iapun cepat meninggalkan tempat itu dan menyusul Siangkoan Wi Hong ke rumah Pak-san-kui.

Ketika tiba di rumah datuk itu, ternyata Pak-san-kui telah mengumpulkan murid-muridnya dan ketika melihat Kim Hong cepat menyambutnya dan memegang tangan dara itu.

"Nona, bagaimana...? Dapatkah engkau mengejarnya?"

"Aku tahu dimana dia, akan tetapi aku tahu dia lihai sekali, maka aku tidak berani turun tangan sendiri, dan aku cepat menyusulmu untuk memberitahukan hal itu."

Akan tetapi Pak-san-kui memandang kepada gadis itu dengan sinar mata tajam penuh selidik.

"Nona Toan, kenapakah nona membantu puteraku dan memusuhi Pendekar Sadis?"

Pertanyaan ini diajukan secara tiba-tiba dengan suara keras penuh desakan, karena memang kakek ini menaruh curiga dan sengaja menanya secara tiba-tiba untuk membuat gadis itu tidak dapat membohong tanpa diketahuinya. Akan tetapi gadis ini bersikap tenang, dan di bawah sinar lampu yang terang itu nampak betapa gadis itu memandang kepada penanyanya dengan penasaran.

"Ah, apakah locianpwe belum tahu? Bukankah Pendekar Sadis yang membunuh pamanku, Pangeran Toan-ong di kota raja? Locianpwe, biarpun mendiang ayahku dianggap pemberontak oleh kota raja, akan tetapi telah diampuni, dan bagaimanapun juga, Toan-ong yang dibunuh Pendekar Sadis itu adalah pamanku sendiri. Maka, aku tentu saja menganggap Pendekar Sadis sebagai musuhku!"

"Ayah, selain itu, juga kami berdua saling mencinta. Aku... aku telah mengambil keputusan untuk memilih Nona Toan sebagai calon jodohku, maka sudah sepatutnya kalau ia membantuku ketika Pendekar Sadis menyerangku," kata Siangkoan Wi Hong.

Kim Hong mengerling ke arah pemuda itu dan sepasang pipinya berubah merah, akan tetapi ia tidak berkata sesuatu.

"Jadi engkau sudah tahu dimana dia berada, nona?" tanya Pak-san-kui Siangkoan Tiang.

Gadis itu mengangguk.
"Sebaiknya kalau malam ini juga kita menyerbunya, selagi dia lengah," katanya.

"Memang itupun menjadi rencana kami," kata Pak-san-kui. "Akan tetapi, kita masih menanti datangnya pasukan Siong-ciangkun."

"Ah, jangan menggunakan pasukan, locianpwe!" Tiba-tiba Kim Hong berkata sambil mengerutkan alisnya. "Kenapa menghadapi satu orang saja harus menggunakan pasukan? Locianpwe sendiri adalah seorang sakti, belum lagi locianpwe masih dibantu oleh putera locianpwe yang lihai dan juga ada lagi murid-murid locianpwe ini yang terkenal pula. Dan, kalau locianpwe percaya kepadaku, akupun dapat membantu. Padahal, bukan aku sombong, kalau aku dibantu oleh Siangkoan-kongcu seorang saja, akupun sudah akan mampu menandinginya!"

Tentu saja Pak-san-kui menganggap gadis ini bicara sombong. Betapapun lihainya, mana mungkin gadis ini mampu melawan Pendekar Sadis? Dia sendiri saja gentar menghadapi pendekar yang telah mampu menewaskan See-thian-ong dan para muridnya itu. Akan tetapi karena gadis inipun merupakan pembantu yang lumayan, dia diam saja tidak menanggapi sikap yang dianggapnya sombong itu.

Akan tetapi diam-diam Siangkoan Wi Hong mempercayai omongan gadis itu karena dia sudah melihat sendiri betapa gadis itu mampu menandingi Pendekar Sadis, bahkan pendekar itu yang kelihatan gentar dan melarikan diri, maka diapun cepat berkata,

"Ayah, kalau Toan-siocia membantu kita, aku yakin kita akan mampu menghancurkan Pendekar Sadis!"

"Locianpwe, sebetulnya, sudah lama aku sendiripun ingin sekali bertemu dengan pembunuh pamanku itu dan membalas dendam. Oleh karena itulah, maka sekarang ini sama sekali bukan berarti aku membantu locianpwe, bahkan dapat dikatakan sebaliknya, pihak locianpwe yang membantu aku agar berhasil membalas dendam. Karena aku tidak mau gagal, maka kuharap locianpwe jangan mengerahkan pasukan."

"Hemm, mengapa nona mengatakan begitu?"

"Pendekar Sadis adalah seorang yang amat lihai, kalau kita menyerbu menggunakan pasukan besar, tentu sebelumnya dia akan lebih dulu mengetahui dan dapat melarikan diri sehingga usaha kita akan sia-sia belaka. Sebaliknya kalau yang menyergapnya hanya kita saja, yang semua memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi, maka kita tentu akan dapat datang tanpa menimbulkan suara dan dapat menyergapnya, tidak memberi kesempatan kepadanya untuk melarikan diri. Maka, kuusulkan agar locianpwe sendiri, dibantu oleh Pak-thian Sam-liong, Siangkoan-kongcu dan aku sendiri, kita berenam sudah lebih dari cukup untuk menandingi dan merobohkannya. Jangan membawa pasukan."

Pak-san-kui mengangguk-angguk. Kini dia melihat benarnya ucapan gadis itu, dan diam-diam dia girang bahwa puteranya dapat menarik gadis ini sebagai sahabat. Kini dia yakin pasti akan berbasil membalas dendam, bukan hanya mengalahkan Pendekar Sadis, bahkan membunuhnya.

"Baik, kita berangkat sekarang tanpa pasukan," katanya dan mereka berenam lalu berangkat.

Kim Hong berjalan lebih dulu sebagai penunjuk jalan. Pondok itu memang terpencil di pinggir kota. Dan malam sudah larut, suasana amat sunyi. Agaknya semua penghuni rumah sudah tidur dan tidak terdengar suara apapun. Dengan hati-hati Kim Hong memberi isyarat-isyarat kepada teman-temannya dan mereka berenam mengurung pondok kecil itu. Kim Hong sendiri bersama Pak-san-kui menghampiri pintu depan, dan terdengarlah Pak-san-kui berseru, seperti yang telah mereka rencanakan.

"Pendekar Sadis! Kami telah mengetahui tempat sembunyimu. Keluarlah untuk menerima kematian!"

Sejenak sunyi saja. Pak-san-kui yang menjadi tidak sabaran itu menggedor pintu.
"Pendekar Sadis, keluarlah, kalau tidak, akan kurobohkan pondok ini!"

"Jangan dirobohkan pondokku...!"

Terdengar teriakan dan pintu depan terbuka, seorang laki-laki tua keluar dari pintu itu. Dari dalam terdengar suara nyaring.

"Paman, jangan keluar!"

Akan tetapi terlambat! Melihat seorang pria tua keluar, Pak-san-kui menggerakkan huncwenya. Terdengar jerit orang itu yang terpelanting roboh tak bergerak lagi. Pak-san-kui sendiri sampai terkejut. Tak disangkanya bahwa orang yang keluar itu sama sekali tidak memiliki kepandaian silat sehingga begitu mudah roboh dan tewas.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: