*

*

Ads

Selasa, 01 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 162

"Kenapa, kongcu?" Pelayan yang berjalan di belakangnya bertanya melihat pemuda itu berhenti.

"Aku tidak senang di ruangan loteng, kau siapkan saja semangkok bakmi dan panggang ayam dengan arak di meja bawah, di sudut jauh dari pintu keluar," kata Thian Sin.

"Baik, kongcu," kata pelayan itu yang segera turun kembali.

Thian Sin pura-pura melihat-lihat ke dalam ruangan loteng itu, akan tetapi hanya melongok saja dan dia melihat Kim Hong duduk di meja bagian luar loteng, berhadapan dengan seorang pemuda tampan yang membelakangi jalan luar.

Jantung Thian Sin berdebar dan terasa panas ketika dia mengenal pemuda itu. Andaikata dia lupa pemuda itu, pasti dia tidak akan melupakan alat musik yang-kim yang terletak di atas meja itu. Siangkoan Wi Hong! Siapa lagi pemuda tampan pesolek yang ke mana-mana membawa yang-kim, alat musik yang juga merupakan senjatanya yang ampuh itu?

Dan Kim Hong duduk semeja dengan pemuda itu, bercakap-cakap dan tertawa-tawa penuh keakraban, bahkan kemesraan! Hatinya terasa panas bukan main. Dia mengenal Siangkoan Wi Hong sebagai seorang penakluk wanita, pemuda pengejar wanita yang amat lihai! Cepat diapun turun tangga loteng itu dan memilih tempat duduk agak ke dalam sehingga tidak akan kelihatan oleh mereka yang masuk atau keluar melalui pintu depan.

Ketika pelayan itu datang membawa masakan yang dipesan, Thian Sin segera membayarnya sekali agar nanti dia dapat pergi tanpa menunggu-nunggu lagi kalau sudah selesai makan. Dia makan perlahan-lahan, sama sekali tidak terasa enak karena pikirannya melayang ke atas loteng. Seolah-olah dia masih mendengar suara Kim Hong bercakap-cakap dan tertawa-tawa dengan mesra bersama Siangkoan Wi Hong, putera tunggal Pak-san-kui itu dan makin dipikir, hatinya menjadi semakin panas.

Baru saja dia selesai makan, dia melihat mereka itu turun dari tangga. Sejenak tangan mereka bersentuhan, seperti hendak bergandengan tangan, akan tetapi lalu terlepas lagi. Akan tetapi yang sedikit itupun cukuplah bagi Thian Sin untuk menimbulkan dugaan di dalam hatinya bahwa pasti "ada apa-apa" antara mereka itu. Dan merekapun keluar, lalu naik sebuah kereta yang sudah menanti di luar restoran tadi.

Thian Sin meninggalkan mejanya, tidak tergesa-gesa agar tidak menimbulkan kecurigaan, dan keluar dari rumah makan.

Dengan tenang diapun lalu membayangi kereta itu yang dijalankan perlahan-lahan menuju ke sebelah utara. Cuaca sudah mulal gelap dan hal ini memudahkan Thian Sin untuk membayangi kereta. Akhirnya kereta berhenti di depan sebuah rumah penginapan!

Mereka berdua itu menginap dalam sebuah rumah penginapan yang mewah! Makin panas hati Thian Sin dan diapun menyelinap ke dalam gelap dan dari situ dia mengintai. Dia melihat mereka berdua turun dari kereta, dan bercakap-cakap sebentar.

Agaknya, dari jauh dia dapat menduga bahwa Kim Hong minta kepada Siangkoan Wi Hong untuk lebih dulu berangin-angin di taman bunga rumah penginapan itu sebelum mereka masuk. Siangkoan Wi Hong nampak tersenyum di bawah lampu depan pekarangan itu, lalu keduanya memasuki taman bunga yang letaknya di belakang rumah penginapan dan di sebelah kirinya.

Thian Sin tetap membayangi mereka dan menyelinap diantara pohon-pohon dalam taman itu sampai dia dapat mengintai mereka tidak terlalu jauh dan dapat mendengarkan percakapan mereka.






Mereka duduk di atas bangku yang saling berhadapan, dekat kolam ikan emas dimana terdapat sedikit penerangan lampu gantung. Suasana di taman itu sungguh romantis dan pada saat itu amat sunyi. Agaknya tidak terdapat lain orang kecuali mereka berdua.

"Nona Toan, engkau sungguh cantik seperti bidadari, dan aku berbahagia sekali dapat berjumpa dan mengenalmu, nona." terdengar Siangkoan Wi Hong tiba-tiba menyatakan rasa hatinya dengan sikap dan suara mesra.

Kim Hong tertawa, ketawa ditahan yang sudah amat dikenal oleh Thian Sin itu.
"Engkau juga gagah dan tampan sekali, Siangkoan-kongcu, dan akupun gembira dapat berkenalan denganmu."

"Ah... benarkah apa yang kau katakan itu, Kim Hong? Bolehkah aku memanggil namamu?"

"Tentu saja benar, dan engkau boleh memanggil namaku."

"Kim Hong... aku suka sekali kepadamu... belum, aku belum dapat mengatakan cinta karena baru beberapa hari kita berkenalan, akan tetapi aku... aku suka sekali padamu."

"Hemm, akupun suka sekali padamu, kongcu. Engkau baik sekali dan engkau gagah sekali..."

"Kim Hong..."

Pemuda itu bangkit dan menghampiri, lalu duduk di samping gadis itu dan merangkulnya. Kim Hong tidak menolak, bahkan mengangkat mukanya sehingga memudahkan Siangkoan Wi Hong untuk menciumnya. Mencium bibirnya dengan mesra dan lama sekali.

"Keparat jahanam! Siangkoan Wi Hong, bersiaplah engkau untuk mampus!"

Teriakan ini keluar dari mulut Thian Sin yang sudah meloncat keluar dari tempat persembunyiannya, tidak dapat menahan lebih lama lagi rasa panas di dada dan perutnya menyaksikan adegan mesra antara Kim Hong dan putera Pak-san-kui itu.

Seketika dua orang yang sedang berpelukan dan berciuman itu melepaskan diri masing-masing, dan Siangkoan Wi Hong menyambar yang-kimnya dan membalik. Wajahnya menjadi pucat ketika dia mengenal Thian Sin yang sudah berdiri di bawah lampu, wajah yang biasanya ramah itu kini nampak muram dan menakutkan.

"Thian Sin...!" Dia berseru penuh rasa gentar akan tetapi juga marah.

"Bagus, engkau sudah mengenalku sehingga engkau tidak mati penasaran!" Thian Sin berkata dan secepat kilat dia menerjang ke depan dengan serangan maut.

Akan tetapi Siangkoan Wi Hong bukanlah orang lemah dan dia sudah menggerakkan yang-kimnya untuk menangkis.

"Dukkk...!"

Dan terkejutlah putera Pak-san-kui itu karena tubuhnya tergetar hebat dan dia terdorong mundur, terhuyung-huyung! Thian Sin tidak mau memberi hati lagi, terus menerjang lawan yang sudah terhuyung itu.

"Dess...!"

Thian Sin terkejut melihat bahwa Kim Hong telah menangkis pukulannya. Sejenak mereka saling pandang. Akan tetapi Kim Hong tidak mau membuang waktu lagi dan secepat kilat gadis ini sudah mencabut sepasang pedangnya dan menyerang Thian Sin kalang-kabut!

Tentu saja Thian Sin cepat mengelak. Hatinya seperti ditusuk rasanya. Begini marahkah Kim Hong kepadanya sehingga kini malah membantu Siangkoan Wi Hong dan menyerangnya mati-matian? Ingin dia bicara, ingin dia minta maaf. Akan tetapi di situ ada Siangkoan Wi Hong. Dia malu kalau harus memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain. Maka diapun mencabut pedangnya dan diputarnya pedang itu untuk menangkis.

Sementara itu Siangkoan Wi Hong girang sekali melihat Kim Hong membantunya. Dia memang telah tahu bahwa gadis itu memiliki kepandaian silat yang lihai, maka diapun lalu memutar yang-kimnya dan membantu Kim Hong.

"Pendekar Sadis, jangan harap engkau dapat lolos dari tanganku sekarang!" Kim Hong membentak.

Bentakan ini diterima oleh Thian Sin dengan mata terbelalak. Dia merasa heran sekali mendengar gadis itu menyebutnya Pendekar Sadis. Ada permainan apa ini? Akan tetapi karena Kim Hong mendesaknya dengan hebat, dibantu pula oleh pemuda itu, dia merasa serba salah. Kalau dia melawan dengan kekerasan, dia takut kalau-kalau melukai gadis itu. Maka diapun lalu meloncat ke dalam kegelapan dan melarikan diri.

"Lekas lapor ayahmu, aku akan mengejarnya!" kata Kim Hong kepada Siangkoan Wi Hong, dan diapun telah meloncat dengan cepat untuk melakukan pengejaran.

Bagaimanakah Toan Kim Hong dapat bersama-sama dengan Siangkoan Wi Hong di Tai-goan dan telah berkenalan dengan akrabnya? Terjadinya tiga hari yang lalu di sebuah hutan di lembah Sungai Fen-ho. Ketika itu, seperti yang telah menjadi kesukaannya, Siangkoan Wi Hong berburu binatang hutan. Yang-kimnya selalu dibawanya, tergantung di punggung sedangkan tangannya memegang busur dan anak panah. Ketika melihat seekor kijang, dia cepat mengejarnya. Kijang itu masih muda dan gesit bukan main, berloncatan amat cepatnya dan menyusup-nyusup ke dalam semak-semak, kalau didekati meloncat lagi.

Wi Hong sudah melepaskan anak panah dua kali, yang sekali luput dan yang sekali lagi hanya menyerempet betis binatang itu, membuatnya menjadi semakin ketakutan, liar dan lebih cepat lagi larinya. Akan tetapi akhirnya Siangkoan Wi Hong dapat mendesaknya ke tepi sungai dan binatang itu kebingungan. Wi Hong memasang anak panah pada busurnya dan siap untuk membidikkan anak panahnya.

Akan tetapi pada saat dia hendak melepaskan anak panah, tiba-tiba saja kijang itu mengeluarkan teriakan nyaring dan roboh terpelanting! Wi Hong terkejut bukan main dan cepat meloncat, akan tetapi dia melihat bayangan berkelebat dan seorang gadis cantik jelita telah berdiri di dekat bangkai kijang. Siangkoan Wi Hong terpesona dan memandang dengan melongo.

"Hemm, apa yang kau pandang?" bentak gadis itu sambil memandang dan bertolak pinggang.

Siangkoan Wi Hong baru sadar dan dia tersenyum, menyimpan gendewanya, lalu menghampiri.

"Ah, kukira ada bidadari yang turun dari kahyangan. Nona, apakah nona... eh, manusia biasa?"

Wanita itu adalah Kim Hong dan mendengar ucapan itu, Kim Hong juga tersenyum. Pemuda tampan ini sungguh mengagumkan dan juga menyenangkan hatinya.

"Kalau aku bukan manusia, apakah kau kira aku setan atau siluman?"

Siangkoan Wi Hong memandang ke kanan kiri.
"Tempat ini amat sunyi, dan kijang ini tiba-tiba tewas sebelum kupanah, lalu muncul seorang seperti nona! Begini... cantik jelita. Aku mendengar bahwa di tempat-tempat sunyi terdapat... eh, siluman-siluman yang pandai mengubah diri menjadi wanita cantik melebihi bidadari, seperti...eh, dongeng tentang Tiat Ki dalam dongeng Hong-sin-pong itu, begitu cantiknya sampai menjatuhkan hati Kaisar Tiu-ong!"

"Hemm, apa kau tidak dapat membedakan antara manusia dan siluman?"

Kim Hong menanggapi, tidak marah disangka siluman karena cara pemuda itu mengatakannya sama sekali tidak terkandung nada menghina, melainkan memuji.

Semakin gembiralah hati Siangkoan Wi Hong melihat betapa gadis yang cantik jelita itu mau menanggapinya, maka dia lalu pasang aksi, pura-pura memikat dan mengingat-ingat, mengerutkan alisnya, kemudian berkata dengan wajah berseri.

"Ah, aku ingat! Dalam dongeng kitab kuno tentang siluman-siluman yang menyamar sebagai wanita cantik, terdapat tanda-tanda. Ada tanda yang... ah, sebelumnya maaf, nona. Kata kitab itu, kalau siluman rase atau rubah menyamar sebagai wanita, satu hal tidak dapat dilenyapkannya, yaitu ekornya! Wanita cantik penyamaran siluman rubah itu tentu mempunyai ekor! Ah, akan tetapi tentu saja aku tidak dapat membuktikan pada dirimu..." dia berhenti untuk melihat reaksi gadis itu.

Akan tetapi Kim Hong masih tersenyum saja, dan agaknya tidak nampak marah sama sekali. Hal ini membuat Siangkoan Wi Hong menjadi semakin girang dan berani.

"Akan tetapi ada tanda lain lagi yang dapat kubuktikan pada dirimu, nona. Kata kitab itu, seorang wanita penyamaran siluman rubah mempunyai dua tanda yaitu pertama, karena tubuh yang diambilnya adalah tubuh wanita yang telah mati, maka lengannya akan terasa dingin seperti mayat kalau dipegang, dan dari hawanya keluar bau rubah yang khas. Nah, kalau aku boleh menyentuh lenganmu, nona, dan kalau aku boleh mendekatimu tentu aku akan segera dapat membedakan apakah nona seorang manusia biasa ataukah sebangsa siluman."

Kim Hong tersenyum, sepasang matanya bersinar-sinar dan wajahnya yang cantik manis itu berseri. Ia juga merasa gembira oleh sikap pemuda itu. Maka ia menyingsingkan lengan baju sebelah kiri dan menyorongkan lengan kirinya itu kepada Wi Hong sambil berkata dengan senyum,

"Nah, periksalah."

Siangkoan Wi Hong girang bukan main dan dia menelan ludahnya melihat sebuah lengan yang berkulit begitu mulus, putih dan lembut, halus dan seperti lilin diraut. Diapun melangkah maju mendekat, lalu menggunakan tangan kanannya untuk menyentuh, bahkan setelah ujung jari-jari tangannya menyentuh kulit halus lunak hangat itu dengan sepasang matanya tetap menatap wajah Kim Hong untuk melihat reaksinya, dan melihat bibir nona itu tetap tersenyum, jari-jari tangannya lalu melanjutkan dengan meraba-raba lengan dan memegangnya dengan mesra!

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: