*

*

Ads

Minggu, 30 Juli 2017

Pendekar Sadis Jilid 160

Mendengar permintaan ini, Thian Sin merasa semakin iba dan diapun merangkul dan mengangkat tubuh bagian atas gadis itu. Cian Ling menyeringai kesakitan, dan kedua lengannya merangkul ketika Thian Sin menciumnya. Pada saat itu Thian Sin merasa betapa tubuh itu menegang lalu terkulai dan tahulah dia bahwa gadis itu menghembuskan napas terakhir pada saat dia menciumnya, maka dengan perlahan dia lalu merebahkan kembali tubuh itu ke atas tanah.

Akan tetapi pada saat itu dia mendengar angin dahsyat dari belakangnya. Dia menengok dan terkejut bukan main melihat Kim Hong menerjang dan menendangnya. Dia tidak sempat mengelak, maka dia menangkis dan

"desss...!"

Tubuhnya terlempar sampai beberapa meter jauhnya.

"Eh... kau sudah gila...?"

"Engkau yang gila, bukan aku!" bentak Kim Hong dan gadis ini sekarang menyerang Thian Sin dengan sepasang pedangnya!

Thian Sin menangkis beberapa kali, lalu meloncat dan mengejar See-thian-ong yang mempergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri! Juga Kim Hong berlari cepat dan ternyata gin-kang dari gadis ini yang paling hebat dan dia yang lebih dulu menghadang dan menyerang See-thian-ong!

Kini See-thian-ong diserang oleh dua orang! Tentu saja dia menjadi sibuk sekali, mengelak ke sana ke mari dan menangkis, akan tetapi tiba-tiba terdengar dia menjerit ketika sebatang pedang dari Kim Hong yang marah-marah itu membabat putus lengannya sebatas bawah siku! Akan tetapi, kakek ini masih terus melawan, bahkan mendesak Thian Sin dengan tongkatnya.

Thian Sin menangkis lalu menghantamkan tangan kirinya sambil tubuhnya melayang ke depan. Dia telah menggunakan jurus Hok-te Sin-kun yang ampuh. See-thian-ong yang sudah buntung lengan kirinya itu tidak berhasil menghindarkan dirinya dan dadanya kena dipukul.

"Desss...!"

Bukan main hebatnya pukulan ini dan kalau bukan See-thian-ong tentu sudah roboh dan tewas. Akan tetapi pukulan itu hanya membuat tubuh See-thian-ong terbanting keras ke belakang dan diapun bergulingan sampai jauh. Ketika dia meloncat berdiri, tubuhnya bergoyang-goyang, wajahnya pucat dan darah bercucuran dari lengan kirinya. Sementara itu, Kim Hong memandang kepada Thian Sin dengan sinar mata berkilat.

"Engkau telah menghinaku!" bentak Kim Hong kepada pemuda itu.

Thian Sin masih belum mengerti mengapa Kim Hong marah-marah kepadanya dan tadi bahkan nyaris membunuhnya.

"Eh, kenapakah...?" Lalu dia teringat dan dia tersenyum. "Eh, apakah engkau... marah dan cemburu melihat aku mencium Cian Ling tadi? Kau tahu, ia... ia minta aku mengantarkan kematiannya dengan ciuman, ia sudah mati, harap kau tidak cemburu!"

"Siapa cemburu? Cih, engkau mau menciumi wanita lain sampai mampuspun aku tidak peduli, akan tetapi kalau engkau melakukan di depan mataku, berarti bahwa engkau tidak memandang aku dan berarti engkau menghinaku! Kalau memang engkau ingin mencumbu wanita lain, pergilah dan jangan melakukannya di depanku!"






Thian Sin melongo. Sungguh dia tidak mengerti watak wanita, terutama Kim Hong yang aneh ini. Akan tetapi tiba-tiba See-thian-ong melompat dan lari lagi, maka diapun tidak menjawab dan sudah mengejar, disusul oleh Kim Hong yang kembali mendahuluinya dan sudah menghadang See-thian-ong!

"Hemm, kalian tidak mau melepaskan aku, ya? Kalian menghendaki kematianku? Baiklah, aku akan mati di depanmu!"

Dan tiba-tiba saja See-thian-ong menggerakkan tongkatnya dan... terdengar suara keras disusul robohnya tubuh yang tidak bernyawa lagi karena kepalanya pecah dihantam tongkatnya sendiri tadi!

Kiranya See-thian-ong sudah putus asa, maklum bahwa dia tidak dapat menang melawan dua orang muda itu, juga tidak dapat melarikan diri. Maka, daripada disiksa oleh Pendekar Sadis dan mati di tangan musuh, dia memilih mati di tangan sendiri!

Thian Sin mendekatinya dan setelah mendapat kenyataan bahwa musuh besarnya ini telah tewas, dia menarik napas panjang. Akan tetapi ketika dia menengok, dia tidak melihat lagi Kim Hong disitu. Ternyata gadis itu telah pergi tanpa pamit, meninggalkannya.

"Kim Hong...!" Dia memanggil dan mencari ke sana-sini sambil memanggil-manggil nama gadis itu.

Akan tetapi hasilnya sia-sia belaka, Kim Hong lenyap tanpa meninggalkah bekas. Akhirnya Thian Sin terpaksa kembali ke pondok merah yang tadinya menjadi sarang See-thian-ong dan anak buahnya. Akan tetapi tempat itu telah menjadi sunyi sekali. Kebakaran telah dipadamkan orang dan hanya tinggal bekasnya saja, asap di sana-sini. Akan tetapi mayat-mayat para murid See-thian-ong telah lenyap dan tidak seorangpun berada di tempat itu. Juga ketika dia memasuki pondok besar yang kebakaran itu, tidak nampak seorangpun manusia.

Agaknya sisa anak buah See-thian-ong telah melarikan diri sambil membawa mereka yang tewas. Dan pondok-pondok lain yang berada di sekitar tempat itu agaknya tidak ada yang membuka pintu karena penghuninya ketakutan. Maka Thian Sin meninggalkan tempat itu untuk mencari Kim Hong.

Apa yang dilakukan oleh Thian Sin dan Kim Hong di tepi Telaga Ching-hai itu merupakan peristiwa yang menggemparkan sekali. Terutama dunia kang-ouw segera mendengar berita yang dibawa oleh sisa anak buah See-thian-ong bahwa datuk barat itu tewas di tangan Pendekar Sadis, demikian pula semua murid-murid datuk itu.

Sungguh hal ini merupakan berita yang mengejutkan hati para tokoh dunia kaum sesat. Semua orang memang sudah tahu bahwa kemunculan Pendekar Sadis menggegerkan dunia persilatan, bukan hanya karena kejamnya melainkan juga karena kelihaiannya yang dikabarkan amat luar biasa itu.

Akan tetapi belum pernah sebelumnya ada yang menduga bahwa Pendekar Sadis akan mampu mengalahkan See-thian-ong bahkan mengobrak-abrik kaki tangan datuk itu, membunuh Si Datuk dan semua muridnya yang terpandai. Maklumlah para tokoh dunia hitam bahwa Pendekar Sadis merupakan ancaman bahaya yang besar bagi kelangsungan hidup mereka.

Hasil yang amat baik dari penyerbuannya yang bukan hanya dapat menyelamatkan Kim Hong, bahkan akhirnya dapat mengalahkan See-thian-ong, membunuhnya dan para muridnya itu mestinya amat menggirangkan hati Thian Sin. Akan tetapi, ternyata tidak demikian. Dia sama sekali tidak merasa puas atau girang, bahkan merasa gelisah dan bingung.

Semua ini, dia tahu, disebabkan oleh perginya Kim Hong tanpa pamit. Baru sekarang dia mengalami hal seperti ini. Merasa gelisah, kesepian dan kehilangan kegembiraan, bahkan kehilangan gairah hidup. Apakah ini disebabkan karena perginya Kim Hong? Mengapa sebelum dia bertemu dan berkumpul dengan Kim Hong dia tidak pernah merasakan kesepian yang menghimpit ini? Apakah ini berarti bahwa dia telah benar-benar jatuh cinta kepada gadis itu?

Thian Sin mengeraskan hatinya. Kalau Kim Hong tidak mau melanjutkan hubungan dengan dia, diapun tidak dapat berbuat apa-apa. Tidak ada ikatan apa-apa diantara mereka, bahkan Kim Hong sudah menjelaskan bahwa diantara mereka tidak ada ikatan apapun!

Hubungan mereka adalah atas dasar suka sama suka, demikian kata Kim Hong. Jadi, kalau seorang diantara mereka sudah tidak suka melanjutkan hubungan itupun putus sampai di situ saja! Dan agaknya Kim Hong tidak hendak melanjutkan, maka gadis itu pergi tanpa pamit. Dan sebabnya, menurut dugaannya, dan biarpun dibantah oleh Kim Hong, adalah rasa cemburu.

Thian Sin merasa tidak berdaya. Seorang wanita seperti Kim Hong tidaklah mudah untuk dapat dicarinya begitu saja kalau Kim Hong tidak ingin bertemu dengannya. Wanita itu amat lihai, dan keras hati, percaya kepada diri sendiri dan yang lebih dari kesemuanya itu, Kim Hong memiliki gin-kang yang lebih tinggi daripada dia sehingga andaikata ia dapat mencarinya juga, kalau wanita itu melarikan diri dia tidak akan mampu mengejar dan menyusulnya.

Dalam perjalanannya sekali ini, Thian Sin benar-benar merasa bingung dan kesepian. Dia tidak tahu kemana harus mencari Kim Hong dan maklum bahwa kalau gadis itu sendiri tidak ingin bertemu dengannya, maka tidaklah ada harapan baginya untuk dapat mencari Kim Hong.

Oleh karena itu, diapun lalu pergi menuju ke Tai-goan. Dia telah berhasil menundukkan dua diantara empat datuk kaum sesat. Pertama, Lam-sin telah ditundukkan, dan ke dua, See-thian-ong telah berhasil ditewaskannya. Kini tiba giliran Pak-san-kui! Datuk itupun merupakan musuhnya, dan sekali ini dia harus dapat menghancurkan Pak-san-kui seperti yang telah dilakukannya terhadap See-thian-ong.

Akan tetapi perjalanannya sekali ini terasa kosong dan tidak menyenangkan. Pernah dia merasakan hal yang mirip dengan perasaannya sekarang ini, yaitu ketika dia mendapat kenyataan bahwa Ciu Lian Hong telah memilih Han Tiong, kakak angkatnya, daripada dia. Dia merasa nelangsa sekali, merasa ditinggalkan dan terpencil, dan timbullah perasaan kesepian yang menimbulkan rasa iba diri dan merasa dirinya sengsara.

Rasa kesepian bukan hanya melanda dalam hati orang seperti Thian Sin, melainkan pernah dialami oleh hampir seluruh manusia di dunia ini. Suatu perasaan kosong, perasaan betapa hidup ini terpencil dan sendirian tanpa ada arti yang mendalam. Kita melihat betapa kita dipermainkan oleh suka duka, lebih banyak dukanya daripada sukanya, lebih banyak susahnya daripada senangnya.

Kesenangan-kesenangan yang mula-mula menggembirakan hati, makin lama menjadi semakin hambar tanpa arti. Kita mencari yang lebih! Semua kesenangan kita jangkau, akan tetapi setelah terdapat lalu kehilangan artinya, menjadi hambar dan kembali kita terbenam ke dalam kekosongan.

Dan kita teringat bahwa pada suatu saat semua ini akan berakhir, tanpa arti sama sekali, seolah-olah kita ini hanya seperti angin lalu, hidup ini seperti segumpal awan yang melayang di angkasa kemudian lenyap untuk digantikan oleh gumpalan-gumpalan awan lainnya.

Rasa kesepian ini mengundang rasa takut, khawatir akan masa depan kita, akan hari kemudian kita, baik hari kemudian ketika kita masih hidup maupun sesudah mati. Kita takut menghadapi kekosongan ini dan kita selalu berdaya upaya untuk mencari sesuatu yang ada isinya, untuk dapat menghibur hati kita. Kita takut berhadapan dengan rasa kesepian, maka kitapun lari ke apa saja yang kiranya dapat menghibur kita, dapat mengusir rasa kesepian itu, yang dapat membuat kita lupa akan rasa kesepian yang menakutkan.

Namun, pelarian diri, hiburan-hiburan itu hanya membuat kita lupa sebentar saja dan rasa kesepian akan datang lagi menekan hati, membuat kita gelisah dan tidak dapat tidur, dan kalau sudah tidur terisi oleh mimpi-mimpi buruk.

Apapun yang kita lakukan untuk mengusir rasa takut dan kesepian, akhirnya hanya akan memperkuat benih rasa takut dan kesepian itu sendiri yang akan terus mengejar-ngejar kita. Dan kita tidak mungkin selalu memenuhi diri dengan hiburan-hiburan untuk melupakannya. Sekali waktu kita pasti berada seorang diri dalam batin, walaupun banyak orang mengelilingi kita, dan rasa kesepian itu akan semakin mencekik, mendatangkan rasa nelangsa, merasa sengsara dan iba diri.

Rasa kesepian ini pasti timbul secara menakutkan kalau kita membayang-bayangkan masa depan kita, membayangkan masa tua di mana kita takkan banyak berguna lagi bagi dunia, di mana kita tidak akan dibutuhkan lagi oleh orang lain, ketika tidak ada orang yang mengacuhkan kita, tidak ada orang yang memperhatikan dan mencinta kita lagi.

Rasa takut dan kesepian timbul kalau kita membayangkan betapa kita akhirnya akan terpisah dari semua yang kita senangi, kita akan bersendirian! Sendirian! Tidak ada siapa-siapa yang mempedulikan kita, tidak ada siapapun yang mencinta kita!

Kalau kita mau waspada, kalau kita mau menghadapi rasa kesepian yang mendatangkan rasa takut itu, menghadapinya dengan terbuka, tanpa melarikan diri melainkan kalau kita menyelidiki dengan penuh kewaspadaan, membuka mata memandangnya dengan cermat, maka akan nampaklah bagaimana rasa takut itu, bagaimana kepalanya dan bagaimana ekornya.

Rasa takut akan kesepian timbul dari bayangan yang kita ciptakan sejak kecil, bayangan berupa si aku yang selalu ingin ada dan berkuasa. Si aku inilah yang merasa ngeri kalau-kalau dia tidak ada lagi, kalau-kalau dia lenyap dari keadaannya. Dan si aku ini hanyalah bayangan belaka, ciptaan dari pikiran yang ingin mengulang pengalaman yang menyenangkan dan menjauhi pengalaman yang tidak menyenangkan.

Kalau kita tidak melarikan diri, kalau kita menghadapi rasa kesepian yang mendatangkan rasa takut itu, rasa iba diri itu, kalau kita menghadapinya dan memandangnya tanpa berusaha untuk menekan atau mengendalikan, tanpa mengutuk dan membelanya, melainkan mengamatinya saja penuh kewaspadaan, maka pengamatan yang waspada penuh perhatian itu sendiri yang akan menghentikan rasa takut dan rasa kesepian ini.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: