*

*

Ads

Minggu, 30 Juli 2017

Pendekar Sadis Jilid 158

Hawa pukulan yang amat dahsyat menyambar dan Kim Hong cepat mengerahkan sin-kang untuk menyambutnya, dengan pengerahan Ilmu Bian-kun (Tangan Kapas). Tenaga sin-kang yang amat kuat menjadi tenaga lemas yang membuat tangannya lunak seperti kapas sehingga tangan ini mampu menyambut senjata tajam sekalipun tanpa terluka.

"Plakk!"

See-thian-ong terkejut sekali ketika merasa betapa tenaganya yang amat kuat seperti amblas. Maklumlah dia bahwa lawannya benar-benar hebat dan diapun meloncat lagi ke belakang karena ada sinar hitam menyambar dahsyat, yaitu rambut Kim Hong yang sudah menyambar ganas.

"Benarkah... engkau... Lam-sin...?"

See-thian-ong berseru, kaget bukan main karena diapun pernah mendengar tentang Ilmu Bian-kun dan ilmu mempergunakan rambut dari Lam-sin.

"Tak perlu banyak ribut, See-thian-ong, kalau engkau berkepandaian, majulah!"

"Nona, jawablah, siapakah engkau sebenarnya?"

Tiba-tiba di dalam suara See-thian-ong terkandung getaran mujijat yang membuat tubuh Kim Hong menggigil! Nona ini terkejut dan maklum bahwa lawan menggunakan kekuatan sihir. Maka dengan cepat iapun menundukkan matanya agar tidak sampai dipengaruhi.

"Aku... aku..."

"See-thian-ong, manusia curang!" Tiba-tiba Thian Sin membentak dan menepuk pundak Kim Hong. "Mundurlah, Kim Hong. Tua bangka ini lawanku!"

Kim Hong yang tadi hampir saja dapat dipengaruhi dan hampir menjawab, terkejut dan melangkah mundur, membiarkan Thian Sin menghadapi kakek itu.

"Suhu, biarkanlah teecu berlima menghajar perempuan ini!" Tiba-tiba Ching-hai Ngo-liong berseru.

See-thian-ong mengangguk dan Lima Naga Dari Ching-hai itu segera mengepung Kim Hong sambil mencabut senjata mereka yang mengerikan, yaitu golok besar di tangan kanan dan rantai baja di tangan kiri.

Akan tetapi Kim Hong tersenyum dan memandang rendah. Dengan tenang ia berdiri mengikuti gerak-gerik mereka dengan sudut kerling matanya, tanpa mengeluarkan sepasang pedang yang tadi sudah disimpannya di balik punggung lagi setelah ia merobohkan semua pengeroyok.

Sementara itu, See-thian-ong yang berhadapan dengan Thian Sin, diam-diam sudah mengerahkan kekuatan sihirnya, mulutnya berkemak-kemik, kemudian tiba-tiba dia membentak dengan suara mengguntur,

"Ceng Thian Sin, engkau takkan kuat melawanku. Menyerahlah engkau!"

Kedua tangannya dengan jari-jari terbuka dikembangkan ke depan, dengan jari-jari menunjuk ke arah pemuda itu. Dari jari-jari tangan ini keluar getaran yang amat kuatnya, mempunyai daya sihir yang berpengaruh sekali. Akan tetapi, betapa kagetnya hati See-thian-ong, ketika melihat pemuda itu bertolak pinggang dan tertawa!






"Ha-ha-ha, See-thian-ong, simpanlah kembali permainan sulapmu itu! Aku bukan anak kecil yang mudah kau tipu dengan permainan sulap tukang jual obat itu, dan marilah kita bertanding sebagai laki-laki sejati!"

Kakek itu maklum bahwa musuhnya ternyata kini telah memiliki ilmu untuk melawan kekuatan sihirnya, maka diapun tidak mau membuang waktu lagi dan segera menerjang sambil mengeluarkan bentakan nyaring,

"Bocah sombong mampuslah!"

Begitu menyerang, See-thian-ong telah mengerahkan tenaga Hoa-mo-kang, tubuhnya merendah dan tubuh itu menjadi besar, terutama di bagian perutnya seperti seekor katak membengkak dan ketika kedua tangannya menyambar, maka angin pukulan yang dahsyat menerjang ke arah Thian Sin.

Ketika Thian Sin merasa betapa sambaran angin dahsyat itu mengandung hawa dingin, tahulah dia bahwa ternyata kakek inipun selama ini telah memperdalam ilmunya. Pukulan ini jauh lebih ampuh dibandingkan dengan dulu.

Ternyata Ilmu Hoa-mo-kang dari kakek itu kalau dahulu hanya merupakan pukulan jarak jauh yang amat kuat, kini ditambah lagi dengan mengandung hawa dingin dan beracun! Tentu saja keampuhannya menjadi berlipat ganda dan juga menjadi amat berbahaya.

Namun, Thian Sin sekarang bukanlah Thian Sin dahulu ketika dia pernah mengalahkan See-thian-ong. Bukan saja pemuda ini telah memiliki ilmu yang menandingi kekuatan sihir dari datuk dunia barat ini, juga dalam hal ilmu silat, pemuda ini telah mewarisi ilmu peninggalan dari ayah kandungnya. Maka, menghadapi Ilmu Hoa-mo-kang dari lawan, dia sama sekah tidak merasa gentar dan menandinginya dengan Ilmu Silat Hok-liong-sin-ciang sambil mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang.

Di lain fihak, Kim Hong telah dikeroyok oleh lima orang Ching-hai Ngo-liong. Tadinya Kim Hong memang memandang rendah, bahkan tidak mempergunakan pedang rampasannya ketika mereka mulai mengepung. Akan tetapi setelah mereka menyerang dengan bertubi-tubi dengan cara yang amat teratur, saling bantu dan dengan pengerahan tenaga disatukan, Kim Hong terkejut juga dan maklumlah ia bahwa lima orang ini kalau maju satu demi satu memang bukan lawan yang berat baginya.

Akan tetapi ternyata mereka itu dapat maju bersama sebagai barisan yang amat kuat, kadang-kadang mirip dengan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Unsur) dan kadang-kadang berubah pula dengan barisan yang bernama Ngo-lian-tin (Barisan Lima Teratai). Dan segera ia memperoleh kenyataan bahwa barisan mereka itu sungguh amat berbahaya, maka terpaksa Kim Hong lalu mengeluarkan sepasang pedang rampasan itu dan melawan dengan ilmu pedangnya yang luar biasa, yaitu Hok-mo Siang-kiam.

Maka terjadilah pertandingan yang amat hebat, di satu pihak pertandingan antara Thian Sin dan See-thian-ong, dan di lain pihak adalah Kim Hong yang dikeroyok oleh Ching-hai Ngo-liong.

Betapapun lihainya Ching-hai Ngo-liong menghadapi Kim Hong mereka segera terdesak hebat sekali. Pengepungan mereka kadang-kadang demikian kacaunya sehingga mereka tidak dapat bekerja sama lagi dan beberapa kali nyaris ada diantara mereka yang binasa kalau saja tidak cepat mereka saling melindungi lagi.

Sepasang pedang di tangan Kim Hong, ditambah lagi dengan rambutnya, sungguh amat berbahaya. Kalau saja senjata-senjata rahasia jarum merah gadis ini tidak dirampas musuh semalam tentu sejak tadi sudah ada di antara mereka berlima yang roboh oleh jarum merahnya yang beracun itu.

Sementara itu, Ciang Gu Sik dan So Cian Ling masih berdiri menonton. Kedua orang ini menjadi bingung juga. Cian Ling maklum bahwa ternyata wanita yang menjadi kekasih baru Thian Sin itu lihai bukan main. Ia merasa bahwa ia kini tidak berdaya lagi setelah kedua pergelangan tangannya cacat, sehingga menghadapi lawan-lawan berat itu, bantuannya boleh dibilang tidak ada artinya lagi. Tentu saja ia tidak suka mengeroyok Thian Sin dan untuk maju mengeroyok Kim Hong pun ia merasa bahwa tenaganya terlalu lemah.

Sedangkan Ciang Gu Sik sendiri juga bingung. Ingin dia membantu gurunya, akan tetapi mengingat akan watak gurunya, dia takut kalau-kalau hal itu akan membuat gurunya marah. Membantu gurunya sama saja mengaku bahwa gurunya kalah kuat oleh lawan, dan hal ini dapat dianggap merendahkan gurunya.

Akan tetapi, perkelahian antara See-thian-ong melawan Ceng Thian Sin mulai nampak berat sebelah. Terjadi perubahan yang menampakkan gejala terdesaknya kakek datuk barat itu. Setelah kedua orang sakti ini berkelahi lebih dari seratus jurus, See-thian-ong harus mengakui bahwa lawannya kini sungguh amat tangguh, jauh lebih lihai daripada satu setengah tahun yang lalu.

Yang membuat dia bingung adalah ilmu-ilmu peninggalan Ceng Han Houw yang sungguh amat luar biasa gerakannya. Kalau saja datuk barat ini belum pernah mempelajari tiga buah kitab milik Thian Sin, agaknya dia tidak begitu bingung. Lebih baik menghadapi ilmu-ilmu itu dengan asing sama sekali dan mengandalkan kepandaiannya sendiri daripada seperti dia itu yang pernah meminjam kitab-kitab itu selama tiga bulan dan telah mempelajari isi kitab-kitab itu dengan ketekunan luar biasa, siang malam.

Dia tahu bahwa kitab-kitab itu menyesatkan, mengandung rahasia-rahasia dan dia telah mempelajari secara yang salah tanpa mengetahui rahasianya. Dia telah menghentikan latihan-latihannya berdasarkan kitab itu, tahu bahwa kalau dilanjutkan dia malah akan celaka sendiri.

Akan tetapi, setelah sekarang menghadapi lawan yang mempergunakan ilmu-ilmu seperti Hok-liong Sin-ciang dan Hok-te Sin-kun, mau tidak mau, dia teringat akan ilmu-ilmu yang pernah dipelajarinya itu dan mau tidak mau kadang-kadang dia tanpa disengaja teringat dan mempergunakan jurus-jurus yang sebenarnya palsu itu. Inilah yang membuat dia bingung dan sudah dua kali dia terkena tendangan kaki Thian Sin yang membuatnya terhuyung dan lambung serta pahanya terasa nyeri walaupun tidak sampai terluka oleh tendangan kilat itu.

See-thian-ong menjadi marah bukan main, juga merasa penasaran. Selama ini, sejak dikalahkan oleh Thian Sin, kakek ini tidak pernah berhenti melatih diri dan memperdalam ilmu-ilmunya. Akan tetapi setelah kini bertanding lagi menghadapi musuh lama itu, yang betapapun juga hanya seorang pemuda, kembali dia terdesak hebat!

"Singgg...!"

Demikian kuatnya dia menyambar dan menggerakkan toya atau tongkat itu sehingga mengeluarkan suara mendesing. Sinar tongkatnya bergulung-gulung ketika kakek itu menyerang. Thian Sin tersenyum mengejek, akan tetapi pemuda inipun maklum akan hebatnya tongkat itu dan Ilmu Giam-lo-pang-hoat, maka biarpun tersenyum mengejek, terpaksa dia harus mengerahkan semua tenaganya untuk dapat menghindarkan diri dengan cara mengelak ke sana-sini secepat kilat, atau kalau sudah tidak ada kesempatan mengelak lagi, menggunakan kedua lengannya itu dengan tenaga Thian-te Sin-ciang.

Dalam kegembiraannya karena melihat kenyataan bahwa dia mampu menggungguli See-thian-ong dengan mudahnya, Thian Sin sengaja tidak mau mengeluarkan senjatanya dan menghadapi tongkat itu dengan tangan kosong saja! Dia hendak memperlihatkan kepada datuk ini bahwa dengan tangan kosongpun dia mampu menaklukkan See-thian-ong yang mempergunakan senjata andalannya! Maka kini perkelahian itu dilanjutkan dengan lebih seru lagi, masing-masing berusaha untuk merobohkan lawan dengan serangan-serangan maut.

Sementara itu, pertempuran antara Kim Hong melawan lima orang Ching-hai Ngo-liong juga memperlihatkan keunggulan gadis itu. Ching-hai Ngo-liong sibuk sekali dan pertahanan mereka bobol, barisan mereka kocar-kocir.

Melihat ini, Cian Ling tidak dapat tinggal diam saja. Biarpun cacat pada kedua pergelangan tangannya membuat ia kehilangan banyak tenaga, namun dalam hal ilmu silat, ia masih setingkat lebih lihai daripada masing-masing dari Ching-hai Ngo-liong itu. Ia tahu bahwa lima orang itu hanya bisa diandalkan kalau bekerja sama, kini kerja sama mereka kocar-kacir, maka tentu saja mereka terdesak hebat.

Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, Cian Ling menerjang dan memutar pedangnya. Melihat cara gadis ini menyerang dan menggerakkan pedang, tahulah Kim Hong bahwa gadis murid See-thian-ong ini memang cukup lihai, maka iapun menyambut dengan tangkisan pedangnya.

Akan tetapi Cian Ling tidak berani mengadu tenaga, dan menarik kembali pedangnya lalu mengirim tusukan. Bantuan Cian Ling ini cukup berarti bagi Ching-hai Ngo-liong karena mereka memperoleh kesempatan untuk menyusun kembali barisan mereka yang tadi hampir berantakan itu. Kemudian mereka menyerang lagi dengan kekuatan baru karena mereka sudah dapat menyusun barisan. Kim Hong cepat memutar pedangnya melindungi tubuhnya dari serangan yang datangnya seperti hujan itu. Ternyata bantuan Cian Ling menguntungkan lima orang pengeroyok itu.

Melihat isterinya yang juga sumoinya itu telah terjun ke dalam medan perkelahian membantu Ching-hai Ngo-liong, diam-diam Ciang Gu Sik lalu mencari kesempatan untuk membantu gurunya. Dia melihat dengan jelas betapa gurunya terdesak hebat tadi, dan kini setelah gurunya mempergunakan tongkat sebagai senjata, masih saja gurunya tidak dapat menandingi Pendekar Sadis yang amat lihai itu, Ciang Gu Sik lalu mempersiapkan senjatanya, yaitu joan-pian emas yang amat ampuh itu. Dia tidak mengeluarkan joan-pian itu, melainkan hanya bersiap sedia sambil mendekati dua orang yang sedang berkelahi mati-matian itu.

See-thian-ong kini mulai merasa bingung. Dari ubun-ubun kepalanya mengepul uap putih dan dia mulai merasa lelah sekali. Maklumlah datuk ini bahwa memang lawan yang masih amat muda ini benar-benar lebih unggul dari padanya dan diapun maklum bahwa sekali ini, kalau dia sampai kalah, bukan hanya namanya yang akan jatuh, akan tetapi dia sendiripun agaknya takkan keluar dalam keadaan hidup dari medan perkelahian itu.

Hal ini membuatnya menjadi nekat. Maka, setelah mengerahkan tenaga Hoa-mo-kang, diapun lalu mengeluarkan bentakan keras sekali dan menubruk ke depan, tongkatnya menyambar-nyambar ganas, mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menyerang tanpa mempedulikan segi pertahanan karena dia sudah mengerahkan tenaga Hoa-mo-kang yang membuat tubuhnya menggembung seperti balon ditiup keras.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: