*

*

Ads

Minggu, 30 Juli 2017

Pendekar Sadis Jilid 151

"Bukankah tadi Ceng-taihiap dipanggil oleh seorang wanita...?"

"Nanti dulu, siapakah engkau?"

Pria itu menjura dan berkata,
"Nama saya Sim Kiang Liong, saya seorang sahabat baik dari pendekar Ceng Thian Sin. Ceng-taihiap tentu akan dapat menceritakan siapa adanya saya, nona. Akan tetapi sekarang yang penting, Ceng-taihiap telah terjebak dalam perangkap musuh..."

"Musuh siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan See-thian-ong. Bukankah Ceng-taihiap datang untuk mencarinya? Saya tahu bahwa Ceng-taihiap bermusuh dengan datuk itu..."

Kim Hong bukanlah anak kemarin sore yang mudah saja percaya omongan orang. Ia adalah Lam-sin, selain lihai, juga cerdik dan hati-hati sekali.

"Lalu apa maksudmu memberitahukan hal itu kepadaku?"

"Nona, Ceng-taihiap telah berjasa bagi para pendekar disini dan kami berhutang budi kepadanya, maka begitu melihat dia terjebak dalam perangkap, mungkin sekarang telah tertawan oleh See-thian-ong, kami para pendekar tentu saja ingin menolongnya. Karena kami merasa gentar terhadap See-thian-ong, dan karena kami pikir nona tentu akan dapat pula membantu, maka kami sengaja mengundang nona untuk bersama-sama membicarakan hal itu dan mengatur siasat untuk dapat menolong Ceng-taihiap."

Diam-diam Kim Hong terkejut sekali dan jantungnya berdebar keras membayangkan Thian Sin terancam bahaya membuat hatinya gelisah bukan main. Ia mengangguk.

"Baik, mari antarkan aku ke tempat para pendekar." Tanpa banyak cakap lagi, keduanya lalu berjalan cepat menuju ke pintu gerbang utara.

Tak jauh dari pintu gerbang, pria itu mengajak Kim Hong memasuki pekarangan sebuah gedung besar dan megah namun kelihatan sunyi dan angker.

"Mereka telah berkumpul menanti kita di ruangan belakang, nona. Maklumlah, menghadapi See-thian-ong yang berpengaruh dan banyak kaki tangannya, kita harus hati-hati sekali. Kita masuk dari pintu belakang. Marilah..."

Kim Hong mengikuti orang itu memasuki pekarangan dan mengambil jalan ke samping gedung dan menuju ke pintu belakang. Orang bertubuh jangkung itu membuka daun pintu dan mereka memasuki sebuah lorong yang gelap, hanya ada sedikit penerangan sehingga remang-remang. Sunyi sekali, tidak terdengar suara seorangpun disitu. Pria itu lalu berhenti di depan sebuah daun pintu tertutup, lalu berkata kepada Kim Hong.

"Nona, silakan masuk, mereka berkumpul di ruangan dalam," berkata demikian, Si Jangkung itu mempersilakan dan mengembangkan tangan kanannya.






Akan tetapi Kim Hong tidak pernah kehilangan kewaspadaan dan kecurigaannya. Ia tidak bergerak dan berkata,

"Harap kau suka masuk lebih dulu, aku mengikut saja."

Orang itu menarik napas panjang.
"Ahh, agaknya nona mencurigai saya, masih belum percaya bahwa kami adalah sahabat-sahabat yang hendak menolong Ceng-taihiap. Baiklah, aku masuk lebih dulu."

Dia membuka pintu dan ternyata di balik daun pintu itu merupakan sebuah kamar atau ruangan yang remang-remang dan kosong, akan tetapi di sebelah kanan terdapat sebuah lubang pintu yang kelihatan gelap. Karena melihat orang itu sudah melangkah masuk, Kim Hong juga ikut masuk.

Akan tetapi, tiba-tiba orang di depannya itu telah meloncat dengan cepat sekali ke arah pintu sebelah kanan itu. Kim Hong terkejut dan cepat iapun meloncat, namun tiba-tiba pintu itu tertutup begitu laki-laki jangkung tadi lewat. Kim Hong hanya terlambat dua detik saja.

Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, sebelum daun pintu di belakangnya dari mana ia masuk tadi tertutup, tubuhnya sudah mencelat hendak keluar dari pintu itu. Akan tetapi, tiba-tiba saja muncul tiga orang laki-laki tinggi besar di ambang pintu dan mereka ini mendorong dan memukul ke arah tubuh Kim Hong yang hendak menerobos keluar.

"Desss...!"

Tiga orang itu mengeluarkan teriakan keras dan tubuh mereka terjengkang, dari mulut mereka keluar darah segar!

Ternyata Kim Hong telah memapaki dorongan mereka itu dengan pukulan-pukulan sakti. Akan tetapi ketika gadis itu hendak meloncat keluar, muncul seorang kakek tinggi besar yang menggunakan kedua tangan mendorongnya kembali. Kim Hong marah dan iapun menerima atau menyambut dorongan itu dengan kedua tangannya.

"Dukkk...!"

Keduanya terkejut. Kakek itu terhuyung ke belakangg sebaliknya Kim Hong juga terpental kembali tiga langkah ke dalam kamar dan... tiba-tiba saja kakinya terjeblos karena lantai itu telah bergeser dan lenyap! Karena kakinya tidak berpijak pada sesuatu, tentu saja tubuhnya melayang ke bawah.

"Haiiiiittt...!"

Kim Hong mengeluarkan suara melengking nyaring dan tiba-tiba tubuhnya yang sedang melayang ke bawah itu membuat poksai (salto) dan dapat membalik ke atas lagi.

"Dukk!" tubuhnya membentur lantai yang sudah tertutup kembali dan kini tubuhnya terjatuh ke bawah tanpa dapat ditahannya lagi.

Maklum bahwa ia telah terjebak, Kim Hong mengerahkan gin-kangnya dan dapat menahan luncuran tubuhnya. Akan tetapi ketika kedua kakinya menyentuh lantai, ternyata di bawah tidak dipasangi benda tajam atau runcing sehingga ia dapat mendarat dengan selamat.

Gelap sekali tempat itu. Kim Hong bukan seorang gadis penakut. Begitu kedua kakinya sudah menginjak lantai ia cepat menyelidiki keadaan kamar itu dengan meraba-raba. Sebuah kamar yang luasnya kira-kita tiga meter persegi. Dindingnya amat kuat, terbuat dari pada beton. Ada lubang-lubang hawa sebesar lubang-lubang jari di sebelah atas, dekat langit-langit yang tingginya kurang lebih tiga meter.

Ia meloncat dan mendorong langit-langit, akan tetapi ternyata langit-langit itu terbuat dari baja yang amat kuat. Tidak ada pintu atau jendelanya! Mungkin pintu rahasia yang bergeser dan masuk ke dinding, pikirnya. Tidak ada jalan keluar. Akan tetapi ia masih selamat dan tidak terluka. Ini saja merupakan hiburan baginya, karena selama ia masih hidup, ia tidak akan kehilangan harapan.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara mendesis. Kim Hong waspada dan siap. Akan tetapi tempat itu terlalu gelap behingga ia tidak dapat melihat sesuatu. Tangannya sendiripun tidak nampak, apalagi benda lain. Dan tiba-tiba ia mencium bau yang harum dan keras.

Celaka, keluhnya karena ia tahu bahwa ada asap beracun dimasukkan ke dalam kamar itu. Tentu melalui lubang hawa di atas, pikirnya. Ia tahu bahwa melawanpun tidak ada
gunanya, membuang tenaga sia-sia belaka. Kalau ia melawan dengan menahan napas, hanya akan kuat bertahan beberapa jam saja, akhirnya ia akan tidak dapat lolos pula dari asap yang ia duga tentu mengandung obat bius itu.

Kalau ia melawan dan menahan napas sekuatnya, ada bahayanya paru-parunya akan terluka. Lebih baik ia menyerah kepada keadaan yang tak mungkin dapat dilawannya lagi, untuk menghemat tenaga menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Karena itu, Kim Hong tidak melawan, hanya cepat merebahkan dirinya terlentang di atas lantai dan melemaskan tubuhnya, mengendurkan semua urat sarafnya agar jangan menegang. Karena ia merebahkan diri, maka asap itu agak lama baru mulai memasuki pernapasannya, yaitu setelah udara di atas penuh.

Kim Hong yang sudah banyak mempelajari racun dan obat bius, maklum bahwa asap yang disedotnya itu mengandung obat bius yang tidak mematikan, hanya membuatnya tertidur atau pingsan saja. Maka pernapasannya juga lega dan ia jatuh pingsan
dengan hati tenang.

**** 151 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: