*

*

Ads

Minggu, 25 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 131

Biarpun malam itu merupakan siksaan jasmani dan rohani bagi Kim Lan yang harus melayani seorang kakek yang dibencinya, harus menurut saja apapun yang dilakukan oleh laki-laki itu kepadanya, namun pada keesokan harinya, ketika ia berpamit dan dibekali uang cukup banyak untuk membayar dua gulung kulit harimau dan pelayanannya, Kim Lan pulang dengan hati senang bukan main. Ia telah berhasil, ia akan membikin girang hati Pendekar Sadis yang dipuja dan dicintanya!

Setelah Thian Sin mendengarkan semua keterangan dari Kim Lan tentang musuh besarnya, dia tersenyum girang.

"Terima kasih, Kim Lan. Kau tunggu saja di dalam hutan ini, aku mau pergi, tunggu sampai aku kembali!"

"Taihiap...!"

Kim Lan berseru, akan tetapi pendekar itu telah lenyap dari depannya dengan cepat sekali.

Kim Lan duduk di atas batu sambil termenung, merasa kesepian dan juga gelisah. Malam tadi ia telah melakukan tugas yang berat dan sekarangpun ia masih merasa muak kalau teringat akan kakek si muka tikus. Akan tetapi, pendekar itu tidak mau menghiburnya dan pergi begitu saja, menyuruhnya tinggal seorang diri di tempat sunyi itu. Akan tetapi ia percaya bahwa Pendekar Sadis tentu akan kembali dan kalau pendekar itu sudah berhasil membunuh musuh besarnya, barulah ia akan menagih upah sepuas hatinya atas jasa-jasanya membantu pendekar itu!

Sementara itu, Thian Sin sudah melakukan perjalanan cepat sekali menuju ke sarang Pek-lian-kauw. Dia telah memperoleh keterangan dengan jelas dari Kim Lan. Tok-ciang Sian-jin memang benar berada di sarang Pek-lian-kauw, dan menurut keterangan wanita itu, Tok-ciang Sian-jin bersembunyi di dalam sebuah pondok seorang diri di sebelah utara dusun atau perkampungan Pek-lian-kauw itu.

Dan perkampungan itu setiap saat dijaga oleh anak buah Pek-lian-kauw sehingga tidak mungkin ada orang asing dapat memasuki kampung tanpa diketahui mereka dan sebelum dia sempat bertemu dengan musuh besarnya itu, tentu dia telah dilaporkan terlebih dahulu dan fihak musuhnya dapat berjaga-jaga.

Akan tetapi, pada waktu pagi itulah kesempatannya yang paling baik karena menurut keterangan Kim Lan, Tok-ciang Sian-jin berlatih samadhi dan tidak keluar dari pondoknya dari pagi sampai sore, tosu itu melatih ilmu silat kepada para pimpinan Pek-lian-kauw, atau setidaknya bertukar pikiran tentang ilmu silat dan saling mengisi.

Menurut penuturan kakek muka tikus yang memberi keterangan kepada Kim Lan, katanya Tok-ciang Sian-jin mempunyai hubungan baik sekali dengan Thian-hwa Lo-su dan sering mewakili ketua itu untuk melatih ilmu silat kepada murid-murid ketua itu, dan bahkan kepada para sute ketua itu yang merupakan dewan pimpinan cabang Pek-lian-kauw.

Tentu saja hal itu dilakukan sebagai imbalan jasa Pek-lian-kauw yang sudah menerimanya untuk bersembunyi di tempat itu dan juga tentu saja untuk perlindungan yang dijanjikan oleh Pek-lian-kauw kepadanya untuk menghadapi musuh besarnya, demikian pikir Thian Sin.

Dan memang sesungguhnya dugaan pemuda ini tidak meleset dari kenyataan. Tok-ciang Sian-jin sudah mendengar tentang Pendekar Sadis itu, sudah dapat menyangka siapa adanya pendekar kejam itu, dan dia merasa gentar sekali. Maka dia sudah berunding dengan pimpinan Pek-lian-kauw untuk minta bantuan mereka apabila musuh besarnya tiba, dan sudah memperoleh janji dari pihak pimpinan Pek-lian-kauw.






Akan tetapi tentu saja Thian Sin tidak merasa takut menghadapi mereka semua itu. Hanya dia bersikap cerdik, tidak mau memasuki sarang Pek-lian-kauw begitu saja, karena kalau dia tidak hati-hati dan masuk begitu saja, sebelum dia bertemu dengan musuhnya, dia akan ketahuan dan musuhnya yang mendengar akan kedatangannya itu sangat boleh jadi akan melarikan diri terlebih dulu.

Dia harus dapat menyergap Tok-ciang Sian-jin di pondoknya sebelum orang itu pergi, dan setelah itu, biar dia akan dikeroyok oleh seluruh anggauta Pek-lian-kauw sekalipun, dia tidak merasa gentar. Yang penting dia harus dapat bertemu dengan Tok-ciang Sian-jin dan membunuh musuh besar ini sebelum orang itu sempat melarikan diri lagi.

Ketika itu Thian Sin menyelinap di antara pohon-pohon di luar dusun sebelah utara. Sampai beberapa lamanya dia diam saja bersembunyi tanpa bergerak dan akhirnya dia dapat melihat tiga orang anggauta Pek-lian-kauw yang mendekam di dalam parit, agak jauh di depannya.

Hemm, kiranya mereka itu berjaga sambil bersembunyi di dalam parit, seperti barisan pendam. Tentu saja sukar bagi orang luar untuk memasuki wilayah itu tanpa ketahuan, pikirnya. Dia lalu menyelinap diantara pohon dan semak-semak, mempergunakan kepandaiannya sehingga gerakannya seperti terbang saja, cepat sekali dia berpindah dari pohon ke pohon, bergerak ke sebelah kanan.

Tepat seperti yang diduganya, antara jarak seratus meter dari parit itu, terdapat parit lain dengan tiga orang anggauta Pek-lian-kauw yang berjaga sambil enak-enak duduk di dalam parit. Ketika dia memeriksa ke kiri, di sebelah parit pertama, juga dalam jarak seratus meter, terdapat parit lain. Kiranya demikian ketat penjagaannya.

Thian Sin bergerak cepat, setelah dia merunduk dan bergerak sambil tiarap diantara rumput, mendekati parit pertama, setelah tiba dekat tubuhnya terjun ke bawah dan sebelum tiga orang itu sempat mengeluarkan suara, hanya memandang dengan mata terbelalak, dalam beberapa detik saja Thian Sin telah merobohkan mereka dengan menotok mereka. Gerakannya terlampau cepat bagi tiga orang penjaga ini sehingga mereka itu sebelum tahu apa yang terjadi telah roboh terkulai pingsan!

Thian Sin cepat menggunakan sabuk mereka untuk mengikat kaki tangan mereka, lalu menggunakan baju mereka untuk menyumbat mulut mereka sehingga kalau mereka siuman kembali, mereka takkan dapat berkutik atau berteriak. Semua ini dilakukannya dalam waktu kurang dari lima menit dan di lain saat, dia sudah bergerak seperti seekor ular, bertiarap dan merangkak maju menuju ke parit ke dua di sebelah kiri.

Kembali dia menaklukkan tiga orang penjaga seperti tadi dan tak lama kemudian dia sudah meninggalkan mereka menuju ke parit ke tiga dalam keadaan terikat dan tersumbat mulut mereka seperti tiga orang teman mereka yang pertama tadi. Tanpa banyak mengalami kesukaran, Thian Sin juga membuat tiga orang penjaga di parit ke tiga tidak berdaya.

Giranglah hatinya dan diapun cepat bergerak maju. Akan tetapi dia tidak kehilangan kewaspadaannya. Biarpun dia sudah membersihkan jalan masuk dengan menundukkan para penjaga di tiga parit, dan dia percaya bahwa penjaga di parit yang lain jauh untuk dapat melihatnya, dia masih maju dengan sangat hati-hati.

Pondok yang paling ujung itu, pondok tempat tinggal Tok-ciang Sian-jin sudah nampak. Akan tetapi Thian Sin menahan kegembiraan hati yang dapat membuat orang menjadi lengah itu. Dia tetap berhati-hati dan memeriksa keadaan sekelilingnya dengan teliti. Dan sikapnya ini berhasil baik ketika tiba-tiba dari jauh dia melihat gerakan di atas pohon. Cepat dia menyelinap di balik semak-semak belukar dan mengintai. Ternyata di atas pohon itu terdapat seorang penjaganya!

Ah, tentu di lain-lain pohon yang agaknya sengaja ditanam di sekeliling daerah itu tentu ada penjaganya yang bersembunyi. Untuk melumpuhkan penjaga di atas pohon itu seperti yang dilakukannya terhadap para penjaga di parit tidaklah mudah, pikirnya. Tentu gerakannya itu akan nampak oleh para penjaga lain di pohon lain, atau bahkan nampak dari jendela pondok itu. Siapa tahu Tok-ciang Sian-jin sedang melihat dari sana. Thian Sin memutar otak mencari akal.

Kemudian dia mengambil keputusan untuk mempergunakan kepandaiannya yang lain, yaitu ilmu sihirnya. Dengan langkah tetap dia lalu bangkit dan berjalan menghampiri pohon itu! Dia telah berada di dalam wilayah Pek-lian-kauw setelah dapat melampaui para penjaga di parit tadi, maka biarlah dia berlagak seperti bukan orang asing di daerah itu! Setelah tiba di dekat pohon dia lalu memandang ke atas, ke arah penjaga yang sejak tadi tentu saja telah melihatnya dan sudah mempersiapkan anak panah di busurnya untuk menyerang ke bawah itu.

Akan tetapi penjaga itu menjadi ragu-ragu ketika pemuda yang berada di bawah itu menggapai dengan tangan, tersenyum ramah dan berkata,

"Hai, kawan, aku ada pesan penting sekali dari ketua. Turunlah, akan kuberitahukan padamu!"

Penjaga itu meragu, akan tetapi melihat sikap pemuda ini dan melihat bahwa pemuda itu telah berada di daerah mereka sendiri, berarti bukan orang asing karena orang asing takkan mungkin mampu melewati para penjaga parit, dan mendengar bahwa pemuda itu membawa pesan penting dari ketua, dia menjadi ingin tahu dan cepat memanjat turun dari pohon. Pemuda itu tidak membawa senjata dan sikapnya tidak seperti seorang musuh, maka diapun tidak khawatir.

Akan tetapi ketika dia sudah berdiri berhadapan dengan pemuda itu, dia melihat sepasang mata yang mencorong seperti mata harimau. Penjaga itu terkejut sekali, namun terlambat karena dia sudah tunduk di bawah pengaruh pandang mata Thian Sin yang kini berkata dengan suara lirih namun mengandung penuh wibawa, terutama sekaii terasa oleh orang itu sebagai perintah yang tak mungkin dibantah.

"Antarkan aku menghadap Tok-ciang Sian-jin ke pondoknya!"

"Baik, kuantarkan, marilah," jawab penjaga itu seakan-akan dia bicara dengan seorang rekannya sendiri.

Tentu saja hal ini adalah hasil dari kekuatan sihir Thian Sin yang memaksa orang itu percaya bahwa dia adalah seorang temannya. Para penjaga lain di atas pohon yang berada di kanan kiri tentu saja melihat hal ini, akan tetapi karena penjaga itu menerima Si Pemuda dengan baik, bahkan mengajaknya berjalan menuju ke pondok tempat tinggal Tok-ciang Sian-jin, tentu saja para penjaga lain itu tidak menaruh curiga dan mengira bahwa pemuda itu adalah penduduk dusun atau juga orang yang sudah dikenal oleh penjaga itu maka dapat diterima.

Apalagi melihat orang itu dibawa oleh si penjaga menuju ke pondok Tok-ciang Sian-jin, para penjaga lain itu tersenyum. Mereka sudah mengenal watak Tok-ciang Sian-jin, yang lebih suka berdekatan dengan seorang pemuda tampan daripada dengan wanita. Dan pemuda itu, biarpun kelihatan dari jarak agak jauh, memang nampak tampan!

Berdebar tegang juga rasa hati Thian Sin setelah mereka berdua mendekati pondok itu. Di sinilah orang yang selama ini dicari-carinya! Hatinya berdebar karena tegang dan girang, juga khawatir kalau-kalau dia gagal.

"Panggil dia keluar, katakan ada tamu yang membawa berita penting untuknya!" bisiknya dengan pengerahan tenaga sihirnya.

Orang itu mengangguk dan mengetuk pintu pondok yang tertutup dengan hati-hati.
"Sian-jin harap suka buka pintu, ada tamu yang membawa berita penting sekali untuk Sian-jin!"

Sunyi saja di dalam. Tidak ada jawaban. Penjaga itu, atas desakan Thian Sin, mengetuk lagi dan mengulang kata-katanya sampai beberapa kali. Akan tetapi tetap saja sunyi, tidak ada jawaban dari dalam. Tentu saja Thian Sin menjadi curiga dan khawatir kalau-kalau gagal. Dia lalu menerjang ke depan, mendorong pintu dengan kedua tangannya.

"Brakkk...!" Pintu itu jebol dan terbuka.

Thian Sin dengan berani meloncat ke dalam pondok, membiarkan penjaga itu bengong terlongong, seperti baru bangun dari tidur dan merasa terheran-heran mengapa dia berada di depan pondok itu melihat orang menjebol pintu pondok, padahal seharusnya dia berjaga di atas pohon!

Thian Sin bergerak cepat di dalam pondok, memeriksa seluruh isi pondok. Ternyata pondok itu kosong! Burung itu telah terbang! Dia telah ditipu, atau bahkan dijebak! Dengan marah dia lalu menendangi semua barang di dalam pondok itu sehingga terdengar suara hiruk-pikuk dan barang-barang di situ rusak semua. Tiba-tiba terdengar suara ketawa di luar pondok!

"Ha-ha-ha, Pendekar Sadis! Engkau telah masuk perangkap!"

Thian Sin menjadi marah sekali, tidak tahu marah kepada siapa. Dia tidak tahu apakah Kim Lan mengkhianatinya? Agaknya tidak demikian. Lebih besar kemungkinan bahwa memang Pek-lian-kauw ini lihai sekali sehingga mereka sudah tahu akan kunjungannya sehingga sebelum dia tiba di pondok, Tok-ciang Sian-jin telah pergi dulu dan membiarkan dia memasuki pondok kosong.

Dia lalu menerjang keluar dan ternyata orang yang dicarinya itu, Tok-ciang Sian-jin, memang sudah berada di luar, berdiri dengan tegak di samping tujuh orang berjubah pendeta yang dia duga tentulah tokoh-tokoh Pek-lian-kauw, dan di belakang orang-orang itu nampak puluhan orang anggauta Pek-lian-kauw.

Tempat itu telah dikurung oleh para anggauta Pek-lian-kauw. Thian Sin tersenyum mengejek. Sikapnya tenang sekali walaupun dia maklum bahwa dia telah dikurung oleh sedikitnya seratus orang, dan dia berhadapan dengan orang-orang yang memiliki ilmu silat tinggi. Bahkan dia masih mampu mengeluarkan kata-kata yang dinyanyikannya untuk mengejek lawannya,

"Seekor buaya selalu memilih pecomberan dimana dia akan merasa senang. Seorang Ciu Hek Lam, biarpun sudah berjuluk Tok-ciang Sian-jin, merasa perlu untuk menyembunyikan dirinya diantara orang-orang Pek-lian-kauw yang tidak segan-segan untuk melakukan pengeroyokan. Betapa menjemukan!"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: