*

*

Ads

Kamis, 22 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 123

Thian Sin cepat menghampiri tukang obat.
"Paman, cepat kau ajak puterimu keluar dari kota ini. Cepat sebelum mereka ini datang. Biarkan aku menghadapi mereka!"

Tukang obat itu tadi telah maklum bahwa pemuda inilah yang membantunya, dan diapun dapat menduga bahwa pemuda ini adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali. Maka diapun memberi hormat dan mengajak puterinya berlutut di depan Thian Sin.

"Taihiap telah menolong kami, mohon tahu siapa nama taihiap yang mulia."

Thian Sin tersenyum dan membangkitkan mereka,
"Bangunlah dan pergilah cepat. Namaku, tidak ada artinya, kelak kalian akan tahu sendiri. Sudahlah, paman. Pergilah cepat kalau paman ingin melihat puterimu selamat."

Tukang obat itu kembali menghaturkan terima kasih, kemudian membawa barang-barang mereka dan pergi bersama puterinya yang merasa berterima kasih dan kagum sekali kepada Thian Sin. Pemuda ini tidak pergi, malah duduk di atas tanah dengan tenang.

Melihat ini, orang-orang yang merasa takut akan pembalasan para pengemis, sudah meninggalkan tempat itu, takut terbawa-bawa. Dan beberapa orang memberi nasihat kepadanya agar cepat pergi. Akan tetapi pemuda itu menggeleng kepala dan tertawa.

"Aku memang menanti mereka," katanya seenaknya lalu pemuda ini bernyanyi-nyanyi gembira.

Orang-orang menjadi semakin khawatir, akan tetapi karena takut tersangkut, akhirnya mereka pergi dan hanya berani nonton dari jarak jauh saja. Tak lama kemudian, muncul lima orang pengemis yang usianya kurang lebih lima puluh tahun bersama Si Muka Hitam yang kepalanya sudah dibalut dan telinganya yang buntung tertutup kain pembalut.

Si Muka Hitam tidak bicara hanya menuding ke arah Thian Sin. Lima orang pengemis itu meloncat dengan gerakan ringan sekali dan mereka telah berdiri mengepung Thian Sin.

Sikap mereka itu hati-hati sekali dan dari gerakan mereka tahulah Thian Sin bahwa kepandaian mereka jauh lebih tinggi daripada tingkat dua orang pengemis yang dihajarnya melalui kaki nona penjual koyo tadi. Akan tetapi dia masih enak-enak saja, tersenyum-senyum memandang kepada mereka.

"Inikah manusianya yang berani menghina anggauta Hwa-i Kai-pang?" bentak seorang diantara mereka.

"Manusia bosan hidup!" teriak yang ke dua.

"Bocah setan, hayo mengaku siapa namamu sebelum kami mengantarkanmu ke neraka jahanam!" gertak orang ke tiga.

Thian Sin masih berdiri sambil tersenyum, menurunkan kedua tangannya yang tadi bertolak pinggang dan kini dia menggerak-gerakkan kedua tangannya sambil menengadah dan bersajak dengan suara merdu, kepalanya juga bergerak-gerak menurutkan irama kata demi kata yang keluar dari mulutnya.

Yang lemas mengalahkan yang kaku
yang halus mengalahkan yang kasar
yang lunak mengalahkan yang keras
yang lemah mengalahkan yang kuat
Siapa bilang Hwa-i Kai-pang menyalahgunakan kekuatan
yang macam ini harus dihadapi
dengan kaku, kasar, keras, kuat dan berani






Lima orang itu menjadi marah sekali, akan tetapi juga terheran-heran melihat ada seorang pemuda yang begini berani menantang Hwa-i Kai-pang di kota raja! Baru mengingat akan kekuasaan dan pengaruh Hwa-i Kai-pang sudah membuat partai-partai persilatan besar tidak berani bersikap sembarangan, apalagi hanya seorang manusia saja. Belum lagi diingat bahwa perkumpulan ini dilindungi oleh pemerintah sehingga menentang Hwa-i Kai-pang bisa berhadapan dengan pasukan keamanan pemerintah!

"Hayo mengaku siapa namamu agar engkau tidak mampus sebagai manusia tanpa nama!"

"Huh, manusia ini agaknya sudah gila dan tidak berani mengakui nama sendiri!"

Thian Sin tersenyum, lalu menjawab dengan suara tetap merdu seperti orang bernyanyi.

"Namaku memang tidak berharga namun kalian anjing-anjing hina terlampau rendah untuk mengenalnya

Inilah penghinaan yang sudah dianggap keterlaluan oleh lima orang pengemis itu. Mereka itu adalah lima orang anggauta Hwa-i Kai-pang yang tingkatnya sudah cukup tinggi, yaitu anggauta tingkat tiga yang sudah merupakan pengurus-pengurus perkumpulan itu. Bukan hanya itu saja, juga mereka ini telah menjadi satu pasukan yang disegani dalam Hwa-i Kai-pang, yaitu Ngo-lian-tin (Barisan Lima Teratai).

Di dalam Hwa-i Kai-pang, selain terdapat ilmu silat tongkat yang merupakan inti dari ilmu tongkat para pimpinan perkumpulan itu, yaitu yang dinamakan Ta-houw Sin-pang (Ilmu Tongkat Sakti Memukul Harimau) yang juga dapat diubah menjadi Sin-ciang (Tangan Sakti), juga terdapat semacam ilmu tongkat yang bernama Ngo-lian Pang-hoat (Ilmu Tongkat Lima Teratai).

Para pengurus Hwa-i Kai-pang semua menguasai Ilmu Tongkat Lima Teratai ini, akan tetapi hanya mulai dari tingkat tiga sajalah yang mampu mempergunakan ilmu tongkat itu untuk membentuk Ngo-lian-tin, yaitu semacam barisan atau kerja sama dari lima orang yang mempergunakan Ngo-lian Pang-hoat untuk mengeroyok lawan dengan kerja sama yang amat teratur, baik dan tangguh sekali.

Mendengar penghinaan Thian Sin yang memaki mereka sebagai anjing-anjing hina yang terlampau rendah untuk mengenal namanya, lima orang itu tak dapat menahan kemarahan mereka lagi. Tongkat di tangan mereka bergerak disusul gerakan tubuh mereka dan dengan gerakan indah namun gagah sekali mereka itu telah mengepung Thian Sin dari lima jurusan, dengan tongkat yang digerakkan secara berantai dan saling "mengisi" sehingga merupakan kekuatan yang dahsyat.

Namun, Thian Sin masih tersenyum saja. Hatinya gembira bukan main bahwa akhirnya dia dapat berhadapan dengan orang-orang Hwa-i Kai-pang.

Sebetulnya, dia tidak mempunyai urusan dengan Hwa-I Kai-pang dan yang dicarinya adalah dua orang tokoh besarnya yang kini menjadi ketuanya. Akan tetapi mengingat bahwa mereka ini adalah anak buah dari dua orang tokoh Hwa-i Kai-pang yang menjadi musuhnya itu, maka hatinya gembira untuk melayani mereka.

"Mari, mari, ingin kulihat bagaimana kalian membadut dengan tongkat-tongkat butut itu!" katanya dengan nada penuh ejekan.

Tiba-tiba lima orang itu mengeluarkan seruan keras dan tongkat mereka sudah menyambar, menusuk dari lima penjuru. Gerakan mereka memang cepat dan kuat, dan yang diserang adalah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dan cara menyerangnya juga bertubi-tubi, susul-menyusul sehingga merupakan kerjasama yang baik dan serangan itu amatlah berbahaya bagi lawan.

Thian Sin maklum akan hal ini, akan tetapi karena dia hendak mempermainkan mereka, diapun mempergunakan kegesitannya, mengelak dan menangkis setiap tusukan tanpa berusaha merusak tongkat mereka, bahkan dia memperlihatkan diri seperti orang terdesak.

Tiba-tiba tongkat-tongkat yang luput menusuk tubuhnya itu membuat gerakan aneh dan tahu-tahu lima batang tongkat itu telah membentuk sebuah kurungan yang menghadangnya dan menutup semua jalan keluarnya, karena tongkat-tongkat itu malang-melintang saling tindih dan saling sambung membuat sebuah ruang di tengah-tengah dimana Thian Sin berdiri. Pemuda itu seolah-olah telah terkurung atau tertangkap oleh lima batang tongkat itu!

Thian Sin menekan tongkat-tongkat itu dan meloncat keatas, akan tetapi tongkat-tongkat itu melayang mengikutinya dan tahu-tahu seperti hendak "meringkus" kedua kakinya. Melihat ini, Thian Sin berjungkir-balik, menghalau tongkat-tongkat itu dengan kedua tangan dan meminjam tenaga mereka untuk meloncat lagi ke depan, sehingga dia terlepas dari kepungan tongkat. Akan tetapi, lima orang itu bergerak cepat, berloncatan lagi dan tahu-tahu dia telah terkurung lagi!

Diam-diam Thian Sin merasa kagum. Memang indah sekali dan juga tangguh sekali gerakan dari Ngo-lian-tin ini, dan tongkat mereka ini memang sudah mencapai tingkat yang cukup kuat sehingga jago-jago silat biasa saja jangan harap akan mampu melawan mereka. Bahkan pendekar yang sudah pandaipun akan bingung menghadapi kepungan tongkat-tongkat yang dapat bergerak otomatis dan amat rapi bekerja sama ini. Ketika kembali dia terkepung oleh tongkat-tongkat yang saling tindih itu, dia mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Hei, jembel-jembel busuk. Aku muak dengan main-main ini. Dengarlah, aku akan menyerah asal kalian membawaku menghadap ketua kalian!"

"Menghadap ketua kami sebagai mayat!" bentak seorang diantara mereka dan tanpa merusak "kurungan" itu, dia sudah menarik tongkatnya dan menggunakan tongkatnya menusuk ke arah pusar pemuda itu yang nampaknya sudah terkurung dan tidak mampu bergerak lagi.

Thian Sin tersenyum dan mendiamkan saja bawah perutnya ditusuk. Dia hanya menurunkan sedikit tubuhnya dan menerima tusukan tongkat itu dengan perutnya sambil mengerahkan sedikit tenaga.

"Krekkk!"

Dan tongkat yang bertemu dengan perutnya itupun patah-patah menjadi tiga potong saking kerasnya pengemis yang memegangnya tadi menusuk.

Terkejutlah pengemis itu, juga empat orang kawannya. Mereka menarik tongkat masing-masing dan kini kembali mereka menyerang, ada yang memukul kepala, ada yang menusukkan tongkatnya, semua itu dilakukan dengan beruntun, juga pengemis yang kehilangan tongkatnya itu menerjang dengan pukulan tangannya.

Terdengar suara keras patahnya tongkat-tongkat itu dan ternyata empat batang tongkat itu semua patah-patah, sedangkan pengemis yang menghantamkan tangannyapun berteriak kesakitan karena tulang jari tangannya juga patah! Kini mereka berlima yang masih berdiri mengepung Thian Sin memandang dengan muka pucat dan mata terbelalak. Pemuda itu tersenyum tenang.

"Bagaimana? Apakah kalian masih belum puas dan hendak main-main terus? Ataukah mau membawaku menghadap ketua kalian sebagai tawanan?"

Lima orang pengemis itu bukanlah orang-orang bodoh. Mereka sudah tahu bahwa sesungguhnya pemuda ini adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali. Kekalahan mereka merupakan tamparan bagi mereka, maka kalau mereka dapat membawa pemuda ini sebagai tawanan, hal itu bukan hanya berarti menebus kekalahan yang memalukan itu, akan tetapi juga mereka tidak akan mendapat kemarahan dari ketua mereka. Dan betapapun lihainya pemuda ini, kalau sudah berhadapan dengan dua orang ketua mereka, akan dapat berbuat apakah?

"Sebagai tawanan katamu? Jadi engkau mau untuk kami tangkap, kami ikat dan kami bawa kepada ketua kami?" Tanya pengemis berhidung pesek yang agaknya menjadi pemimpin mereka berlima.

Thian Sin berpikir bahwa agaknya tidak akan mudah baginya untuk bertemu dengan dua orang musuh besarnya itu. Biarpun dia dapat memancingnya, namun yang akan keluar tentulah para pembantunya dan dua orang itu sebagai orang yang berkedudukan tinggi, ketua Hwa-i Kai-pang yang agaknya telah menjadi perkumpulan yang besar dan berpengaruh sekali di kota raja, agaknya tidak akan sembarangan keluar dari sarang dan untuk mencari mereka ke sarang merekapun bukan merupakan hal tidak mudah karena menurut penyelidikannya, kai-pang itu kini dekat dengan pemerintah dan tentu saja akan bisa memperoleh bantuan pasukan penjaga, dan kalau sudah demikian, akan semakin sukarlah baginya untuk dapat berhadapan dengan mereka. Maka diapun mengambil keputusan cepat.

"Baik, kau boleh bawa aku sebagai tawanan, boleh mengikat kedua tanganku kalau perlu," jawabnya.

Lima orang pengemis itu menjadi girang. Mereka lalu mempergunakan tali yang kuat untuk mengikat kedua pergelangan Thian Sin ke belakang tubuhnya. Baru saja ikatan yang amat kuat itu selesai, Thian Sin sudah berkata.

"Akan tetapi, jangan kalian main-main. Lihat, aku akan dapat melepaskan diri dengan mudah kalau kalian main gila."

Dan sekali dia menggerakkan kedua tangan... ternyata kedua tangannya itu telah terlepas dari ikatan tali tanpa membuat tali itu putus!

Tali itu jatuh ke atas tanah begitu saja. Tentu saja lima orang pengemis itu terkejut bukan main dan muka mereka menjadi pucat sekali. Mereka tidak tahu bahwa pemuda ini tadi telah mempergunakan kekuatan sihirnya sehingga biarpun mereka merasa telah membelenggu kedua tangan itu, sebenarnya kedua tangan pemuda itu sama sekali tidak terikat, maka dengan mudah Thian Sin dapat membebaskan kedua tangannya.

Bagi pemuda ini diikat atau tidak sama saja karena biarpun kedua tangannya terikat secara sungguh-sungguh sekalipun, dengan mudah dia akan dapat membikin putus tali-tali itu.

"Tidak... kami tidak main-main..." kata Si Hidung Pesek.

"Nah, ikatlah lagi baik-baik kalau begitu dan antar aku menemui ketua kalian."

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: