*

*

Ads

Kamis, 15 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 111

"Heii... mundur, jangan mendekati Pangeran!"

Koksu Torgan berteriak sambil meloncat menghampiri dan para pengawal juga sudah memburu ke tempat itu.

Akan tetapi Thian Sin dengan gerakan begitu cepatnya, sehingga tidak nampak oleh siapapun telah menjamah pundak bayi itu dan pemuda ini berseru.

"Celaka... Pangeran telah diracuni orang...!"

Tentu saja ucapannya ini mendatangkan kejutan luar biasa. Raja Agahai sendiri meloncat menghampiri, demikian pula semua isterinya atau selirnya, tidak ketinggalan selir suku bangsa Biauw yang cantik jelita itu. Semua orang memandang kepada bayi itu dan terkejutlah mereka. Bayi itu pucat sekali dan matanya mendelik, napasnya senin-kemis terengah-engah! Ibunya menjerit-jerit dan suasana menjadi panik.

Dalam keadaan berjubel dan panik itu, tiba-tiba selir bangsa Biauw itu merasa pinggulnya dibelai dan dicubit tangan nakal. Ia terkejut sekali dan cepat menoleh dan ia melihat wajah tampan itu tersenyum.

Ternyata Thian Sin telah berada di belakangnya dan jelaslah bahwa pemuda ini yang tadi mencubit dan membelai bukit pinggulnya. Wajah selir ini menjadi merah sekali dan ia menahan senyumnya, matanya yang jeli itu mengerling penuh teguran. Thian Sin tersenyum dan kembali jari-jari tangannya mengelus punggung dan pinggul. Selir itu agaknya takut ketahuan orang, lalu menjauhi Thian Sin dan mendesak mendekati ayunan.

"Jangan dikerumuni Sang Pangeran! Harap semua mundur, hamba dapat menyembuhkannya...!"

Tiba-tiba Thian Sin berseru dan dengan sikap halus dia menyuruh semua orang mundur.

Ketika Koksu Torgan agaknya tidak mau mundur, Thian Sin lalu menyentuh lengan dan pundak koksu itu sambil mendorong halus dan berkata,

"Maaf, Koksu. Harap mundur karena Sang Pangeran sakit keras dan hamba akan berusaha menyembuhkannya!"

"Minggir kau, setan!" Koksu Torgan marah dan mengibaskan tangan Thian Sin dan mendorongnya.

Thian Sin terhuyung ke belakang, lalu mengambil sikap seperti orang tak berdaya dan mengembangkan kedua lengan, menggeleng-geleng kepala. Koksu Torgan dan Raja Agahai menjenguk ke dalam ayunan itu. Sang Raja melihat pembantunya memeriksa dengan teliti, dan bertanya,

"Bagaimana keadaannya?"

"Ah, sungguh aneh sekali. Bukankah tadinya beliau segar bugar? Hamba sendiri tidak tahu mengapa beliau bisa begini..." kata Koksu itu bingung melihat keadaan Sang Pangeran. "Sebaiknya dipanggil tabib..."

"Tabib tua akan dapat menolongnya!" Tiba-tiba Menteri Abigan yang juga sudah berada di situ berkata.

"Tidak, sebaiknya tabib muda saja," kata Koksu.






Di istana terdapat dua orang tabib dan tabib muda lebih akrab dengan koksu, sedangkan tabib tua dianggap bersikap tidak acuh, bahkan lebih banyak bersamadhi.

"Tapi tabib tua adalah ahli tentang racun!" kata Menteri Abigan.

"Siapa bilang Sang Pangeran keracunan?" bentak Koksu Torgan.

Akan tetapi raja sudah terpengaruh oleh ucapan Menteri Abigan, maka teriaknya,
"Pengawal, panggilkan tabib tua, cepat!"

Pengawal berlari-lari dan tak lama kemudian, diantara isak tangis ibu pangeran itu, sang tabib tua yang berpakaian seperti pendeta telah memeriksa bayi itu. Tentu saja tabib ini adalah sahabat baik Menteri Abigan, seorang tokoh tua yang juga tidak menyetujui cara-cara Raja Agahai memerintah dan sebelumnya memang tabib tua ini telah dihubungi Menteri Abigan untuk membantu.

Setelah memeriksa beberapa lama tabib tua itu menarik napas panjang dan menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat Sang Raja merasa khawatir bukan main.

"Bagaimana dengan anakku?" Tiba-tiba Raja Agahai tidak sabar lagi, bertanya dengan nada suara membentak.

"Ampun, Sri Baginda. Sang Pangeran ini keracunan, akan tetapi bukan sembarang racun. Yang keracunan adalah jiwanya karena terkena gangguan ilmu hitam. Ada roh jahat yang mengganggu dan hamba tidak berdaya melawannya..."

"Omong kosong!" Tiba-tiba Koksu Torgan berseru. "Ini tabib muda sudah hamba panggil, biarlah dia memeriksa!"

Dalam keadaan panik tentu saja Sang Raja tidak menolak semua uluran tangan dan tabib mudapun mulai memeriksa denyut nadi dan detik jantung. Tabib ini memang seorang yang pandai, walaupun tidak sepandai tabib tua yang berpengalaman. Dia memandang heran dan berkata, seperti kepada diri sendiri.

"Ada hawa aneh menguasai tubuhnya... tapi beliau ini sebenarnya tidak sakit... hamba harus memeriksa lebih teliti lagi..."

"Hemm, pengaruh ilmu hitam adalah perbuatan setan. Mana ada tabib manusia biasa melawan setan mengerikan? Lihat baik-baik, ada bayangan setan menguasai Sang Pangeran, apakah kau tidak dapat melihatnya?"

Ucapan ini terdengar jelas sekali oleh telinga tabib muda itu, walaupun tidak terdengar orang lain dan tabib muda itu terkejut, cepat memandang ke arah bayi dan... hampir saja dia menjerit ketika melihat adanya bayangan muka raksasa yang menakutkan di atas bayi itu. Dia meloncat mundur, matanya terbelalak, tubuhnya manggigil.

"Eh, kau kenapa?" Koksu Torgan membentak.

Tabib muda yang sudah dikuasai oleh kekuatan sihir yang diucapkan Thian Sin dengan pengiriman suara melalui khi-kang itu, menggigil dan berkata gagap,

"Hamba... hamba tidak sanggup... melawan..."

Tentu saja sikap dan ucapan tabib muda ini mengejutkan semua orang dan tangis ibu pangeran itu makin keras. Juga Sang Raja kini menjadi pucat dan bingung. Pada saat yang memang sudah dinanti-nanti oleh Thian Sin ini, dia berkata,

"Sri Baginda, kalau paduka menghendaki kesembuhan Pangeran, perkenankan hamba yang menyembuhkan beliau."

Raja Agahai baru teringat kepada tukang sulap ini dan dengan girang dan penuh harapan dia lalu menghampiri dan menarik lengan pemuda itu, disuruhnya berdiri,

"Hauw Lam, kalau engkau bisa menyembuhkannya, kami sungguh berterima kasih kepadamu."

"Tapi... tapi hamba takut kepada Koksu..."

"Takut apa?" bentak Koksu Torgan marah. "Kalau memang engkau dapat menyembuhkan pangeran, hayo cepat lakukan jangan banyak cerewet!"

Akan tetapi Thian Sin tidak menjawab, melainkan berkata kepada Sang Raja,
"Hamba mohon agar semua orang mundur dan membiarkan hamba sendiri dengan Sang Pangeran. Kalau dikerumuni orang, hamba khawatir hamba takkan berhasil menyembuhkan beliau."

Mendengar ini, tentu saja Raja Agahai lalu memerintahkan dengan suara lantang agar semua orang mundur, bahkan dia sendiripun lalu mundur kembali ke tempat duduknya. Suasana menjadi tegang. Para tamu yang tadinya berkerumun, kembali ke tempat duduk masing-masing.

Suasana menjadi sunyi dan legang. Koksu Torgan sendiri terpaksa mundur, dan berdiri di pinggir dengan muka merah dan mata penuh perhatian ditujukan kepada Thian Sin untuk mengikuti setiap gerak-geriknya.

Diam-diam dia memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk bersikap waspada dan panggung itupun dikurung pengawal. Sebenarnya bukan panggung yang dikepung, melainkan pemuda yang masih dicurigai oleh koksu itu.

Setelah semua orang mundur, Thian Sin lalu menghampiri ayunan itu. Tentu saja dia hanya berpura-pura saja memeriksa, karena bayi itu berada dalam keadaan demikian adalah karena perbuatannya.

Tadi dia telah melakukan totokan halus pada pundak bayi. Caranya menotok jalan darah adalah cara yang dipelajarinya dari kitab ayahnya, maka amat sukar bagi orang lain untuk mengetahuinya, apalagi menyembuhkannya. Dan biarpun totokan halus itu tidak sampai membahayakan nyawa anak itu, namun cukup untuk membikin kacau jalan darahnya sehingga anak itu berada dalam keadaan pingsan, dan kalau tidak cepat mendapatkan pertolongan, dipulihkan lagi jalan darahnya, tentu saja dapat mengakibatkan kematiannya.

Thian Sin memondong bayi itu keluar dari ayunan, membawanya ke tengah-tengah panggung. Hal ini memang disengaja agar semua orang melihatnya dan agar mendatangkan kesan yang lebih mendalam.

Akan tetapi, Koksu Torgan menjadi semakin curiga dan diam-diam dia mempersiapkan anak buahnya, kalau-kalau pemuda itu akan menculik atau melarikan Sang Pangeran.

Ketika memondong pangeran itu, diam-diam Thian Sin sudah memulihkan totokannya, akan tetapi dia tahu bahwa dia harus bersandiwara kalau memang hendak menimbulkan kepercayaan raja. Maka sambil membebaskan anak itu, diam-diam diapun menekan urat gagunya sehingga biarpun anak itu sudah normal kembali, namun masih belum dapat menangis.

Thian Sin kini meletakkan anak yang terbungkus selimut itu ke atas lantai panggung! Semua orang melihat betapa anak itu tidak mendelik lagi dan kaki tangannya sudah mulai bergerak-gerak! Sang Ibu dan juga Sang Raja girang sekali, akan tetapi terdengar Thian Sin berkata, suaranya terdengar menyeramkan karena mengandung khi-kang.

"Sang Pangeran dipengaruhi roh jahat...! Dan aku akan menandingi setan jahat itu, aku akan mengusirnya! Kalau roh jahat itu sudah terusir, barulah Sang Pangeran akan dapat menangis dan berarti Sang Pangeran sembuh benar-benar!"

Suasana menjadi tegang kembali walaupun tadinya semua orang sudah merasa lega dan girang melihat Sang Pangeran sudah dapat bergerak-gerak dan tidak mendelik lagi. Kini semua orang memandang setiap gerak-gerik Thian Sin, seperti tersihir dan mereka meremang mendengar pemuda itu akan berkelahi melawan setan atau roh jahat!

Setelah mengeluarkan kata-kata yang menyeramkan tadi, Thian Sin lalu mengeluarkan suling dan meniup suling itu dengan suara melengking-lengking mengerikan. Semua orang terbelalak dan hanya Menteri Abigan saja yang dapat menduga bahwa pemuda itu bersandiwara, sungguhpun dia sendiri tidak mengerti apa yang telah menimpa diri Sang Pangeran. Juga Koksu Torgan tidak membiarkan dirinya terpengaruh dan dia tetap memandang dengan penuh kecurigaan dan kewaspadaan.

Setelah merasa cukup untuk mencari kesan yang mendalam, terutama untuk membuat raja dan keluarganya tunduk kepadanya, suara sulingnya makin menurun dan akhirnya berhenti sama sekali. Dan tiba-tiba, seperti diserang oleh lawan yang tidak nampak, tubuh Thian Sin terjengkang! Dia meloncat sambil berseru nyaring.

"Iblis jahat, siapa takut padamu?"

Dan terjadilah "perkelahian" yang membuat semua orang memandang dengan terbelalak dan tengkuk mereka terasa dingin dan meremang. Pemuda itu benar-benar sedang "berkelahi" melawan sesuatu yang tidak kelihatan.

Dan kadang-kadang terdengar suara seperti ledakan dan nampak asap mengepul ketika lengan pemuda itu bertemu dengan lengan atau benda lain. Kadang-kadang pemuda itu terhuyung, bahkan roboh, akan tetapi kadang-kadang pemuda itu juga seperti mendesak lawan.

Thian Sin bersilat sembarangan, akan tetapi kadang-kadang mengerahkan sin-kang untuk menciptakan suara ledakan beradunya kedua telapak tangannya sehingga mengeluarkan uap seperti asap!

Akhirnya dia berhenti bergerak, terengah-engah.
"Iblis jahanam, kembalilah kepada orang yang menyuruhmu!" katanya, seolah-olah bicara dengan lawannya yang melarikan diri.

Dan diapun membungkuk, memondong bayi itu dan seketika bayi itu menangis! Tentu saja menangis karena Thian Sin membebaskan totokan urat gagunya dan sekalian
mencubit pahanya!

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: