*

*

Ads

Minggu, 04 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 110

Tahulan Thian Sin bahwa orang ini adalah lawan yang cukup berbahaya, yang tidak terpengaruh oleh daya sihirnya tadi. Akan tetapi, Thian Sin adalah seorang pemuda yang cerdik sekali. Dia menjura dengan hormat kepada orang tua itu dan tersenyum ramah.

"Ah, maafkan saya, Koksu. Paduka adalah Koksu Torgan yang bijaksana, mengatakan tidak tahu burung dara berada dimana!"

Lalu Thian Sin menghadapi semua tamu dan bertanya dengan suara ramah dan lagak yang lucu.

"Mohon tanya kepada cu-wi yang mulia, apakah tadi ada seekor burung dara?"

"Ada...! Ada...!"

Terdengar jawaban di sana-sini yang disusul oleh yang lain, bahkan para selir raja sendiripun berteriak mengatakan ada.

Thian Sin menghadapi Koksu Torgan sambil membentang lengan dan mengangkat bahu seolah-olah tidak berdaya melawan pendapat banyak orang.

"Maaf, Koksu, kalau tadi Koksu belum melihat burung-burung dara, sekarang hamba persembahkan untuk Anda!"

Tiba-tiba Thian Sin membuat gerakan dengan tangannya dan berteriak nyaring,
"Inilah seekor burung bangau botak untuk Koksu!"

Dan sungguh mengherankan, di tangannya telah terdapat seekor burung bangau besar yang kepalanya botak, dan pemuda itu mengulurkan tangannya, menyerahkan burung jelek itu kepada Sang Koksu.

Tentu saja sekali ini Thian Sin mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencoba "kekuatan" koksu itu dan ternyata koksu itu terpengaruh. Matanya terbelalak melihat burung bangau yang hendak mematuknya itu, maka dia undur tiga langkah.

"Ilmu setan...!" gumamnya dan diapun terus menjauh.

"Sayang, bangau, begini buruk rupamu sehingga Sang Koksu tidak menghendakimu! Nah, terbanglah melayang, kembali ke sarang!" Dan bangau itupun terbang ke atas lalu lenyap!

Semua orang bersorak dan bertepuk tangan memuji, sedangkan koksu itu memandang dengan penuh kecurigaan. Didekatinya Menteri Abigan dan koksu ini berbisik
kepadanya.

"Menteri Abigan, dari mana engkau menemukan bocah setan ini?"

"Bocah setan mana...? Ah, dia bukan bocah setan, melainkan seorang pemuda yang pandai dan menarik sekali, Koksu."

"Bodoh! Dia itu amat berbahaya!" Koksu berkata lirih dan diam-diam Menteri Abigan merasa terkejut sekali.






Koksu ini sungguh amat cerdik dan berbahaya dan dia mengkhawatirkan keselamatan cucu Puteri Khamila itu. Akan tetapi yang dikhawatirkan itu nampak tenang-tenang dan gembira saja.

Memang hati Thian Sin merasa tenang karena kini dia telah menguji kekuatan batin Sang Koksu dan dia mengerti bahwa biarpun dia tidak akan mampu menguasai koksu itu sepenuhnya, namun koksu itu bukan ahli sihir dan juga tidak perlu mengkhawatirkan kekuatan batinnya.

Betapapun juga, melihat Sang Koksu berbisik-bisik dengan Menteri Abigan, kemudian koksu itu memanggil komandan jaga seolah-olah memberi perintah sesuatu, dan melihat betapa penjagaan semakin diperketat, tahulah dia bahwa koksu itu menaruh curiga kepadanya dan dia tidak boleh turun tangan pada saat itu, karena tentu akan menghadapi pengeroyokan ratusan orang pengawal.

Maka Thian Sin lalu memainkan mangkok-mangkok dengan sepasang sumpit seperti yang pernah dia perlihatkan kepada Menteri Abigan dan rekan-rekannya dan permainan inipun mendapatkan sambutan tepuk tangan.

"Cu-wi, sekarang saya hendak memperlihatkan permainan yang menarik. Kalau tidak salah, saya tadi melihat ada kacang goreng diantara hidangan itu, bukan? Nah, sekarang, biarlah saya menjadi sasaran dan cu-wi semua yang duduk di sebelah depan, boleh menyambitkan kacang itu kepada saya. Semua kacang itu akan saya sambut dengan kedua tangan!"

Terdengar seruan-seruan tidak percaya dari para tamu. Akan tetapi karena mereka tertarik, maka ada beberapa orang mulai menyambitkan beberapa buah kacang kepada pemuda itu. Dan benar saja. Pemuda itu menyambut kacang-kacang itu dengan kedua telapak tangan dikembangkan keluar. Anehnya, kacang-kacang itu beterbangan kearah dua telapak tangan itu, ke bagian tubuh manapun mereka menyambit.

Melihat ini, semua tamu menjadi tertarik dan beterbanganlah kacang-kacang yang banyak sekali seperti hujan ke arah tubuh Thian Sin.

Dan sungguh mengherankan sekali, semua kacang itu beterbangan hanya menuju ke arah kedua telapak tangannya dan jatuh di depan kaki Thian Sin sehingga sebentar saja di situ telah bertumpuk banyak kacang goreng!

Hal ini amat menggembirakan sehingga beberapa orang selir raja ikut pula menyambit! Terutama sekali selir bangsa Biauw itu yang menyambit dengan sikap yang menarik sekali dan dengan senyum simpul penuh daya pikat!

"Plakkk!"

Tiba-tiba ada sambitan yang keras mengenai telapak tangan kiri Thian Sin dan pemuda itu melirik.

Kiranya yang menyambitnya adalah koksu. Tahulah dia bahwa koksu ini memang memiliki kelebihan daripada orang lain, akan tetapi dia tidak khawatir. Karena sambitan koksu itupun tersedot oleh kekuatan yang dikerahkannya pada dua telapak tangannya, maka diapun dapat mengukur tenaga koksu itu.

Sebaliknya, diam-diam Sang Koksu terkejut bukan main. Dia adalah orang yang berpengalaman, baik dalam hal sastera maupun silat. Maka kini diapun menduga bahwa pemuda ini bukan pemuda sembarangan. Selain pandai sihir, pemuda inipun pandai ilmu silat tinggi!

Makin curiga hatinya. Tidak mungkin kalau seorang pemuda dengan ilmu kepandaian seperti itu hanya menjual kepandaiannya dengan menjadi seorang tukang sulap penghibur tamu! Tentu ada niat tertentu sembunyi dalam pertunjukkannya ini! Dia tadi sudah mengerahkan pasukan pengawal untuk memperketat penjagaan, terutama sekali untuk menjaga keselamatan rajanya.

"Cukup...! Cukup...! Sayang sekali kalau makanan dibuang-buang begitu saja!" kata Thian Sin sambil tertawa dan... kacang-kacang yang masih melayang membalik ke arah para penyambitnya.

Akan tetapi tenaga membalik ini tidak terlalu kuat sehingga tidak sampai melukai yang menyambit, melainkan membuat mereka tertawa-tawa karena kacang-kacang itu ada yang mengenai kepala, muka dan tubuh mereka.

"Sekarang saya hendak memainkan suling. Harap cu-wi jangan mentertawakan, permainan suling saya ini hanya permainan dusun, dan untuk selingan saya akan membacakan sajak!"

Semua orang menghentikan ketawa mereka dan keadaan menjadi sunyi, seolah-olah semua orang terpesona oleh daya pikat yang keluar dari pemuda ini. Semua orang termasuk keluarga raja, seolah-olah dengan sungguh-sungguh hendak mendengarkan permainan suling dan pembacaan sajak dari pemuda yang makin lama makin menarik hati mereka itu.

Mereka tidak lagi melihat Thian Sin sebagai orang Han, karena biarpun pemuda itu memakai pakaian Han, akan tetapi pemuda itu bicara bahasa daerah dengan lancar sekali dan sama sekali tidak kaku seperti orang-orang Han lainnya.

"Pertama-tama, perkenankan saya memainkan lagu 'Sebatangkara'." Dan mulailah dia meniup sulingnya.

Sejak kecil, Thian Sin memang suka bermain suling dan dia berbakat sekali. Bakat meniup suling ini menjadi makin sempurna dengan tenaga khi-kang yang dimilikinya sehingga ketika meniup, bukan sekedar tiupan angin belaka, melainkan tiupan yang mengandung tenaga khi-kang yang kuat. Dia meniup lagu yang sedih dengan sulingnya, maka terdengarlah suara suling yang melengking tinggi rendah mengalun dan menggetarkan jantung para pendengarnya.

Para pendengar itu seolah-olah dapat menangkap keluh-kesah, rintihan dan ratap tangis yang memilukan terkandung dalam lengkingan suara suling yang mengalun itu.

Suasana menjadi sunyi, semua semua orang tenggelam ke dalam perasaan, hanyut dalam buaian suara suling, bahkan tak terasa lagi, beberapa orang selir raja menyentuh-nyentuh bawah mata mereka dengan saputangan. Dengan nada yang makin merendah seperti tangis yang kehabisan suara dan napas, akhirnya suling berhenti dan sebelum semua orang yang dihanyutkan perasaannya itu normal kembali, terdengarlah pemuda itu menyanyi, lagunya seperti yang dimainkan suling tadi, kata-katanya satu-satu dan jelas dengan suara yang menggetar penuh perasaan pula.

Bagai awan tunggal di angkasa
terbawa angin semilir lembut
tanpa tujuan tiada pangkalan
sebatangkara tanpa harapan
ayah bunda tewas bersama
dikeroyok anjing serigala
dendam membara
membakar dada
haruskah diam seribu kata
biar diri banjir air mata
atau menjadi kilat bercahaya
menggelepar gegap-gempita
membersihkan noda dan dosa
hutang dibayar
budi dibalas

Semua orang menjadi terharu mendengar nyanyian ini, apalagi karena dinyanyikan penuh perasaan. Para selir raja memandang bengong dan tak terasa lagi ada yang menangis, menyembunyikan mata dan hidung di balik saputangan-saputangan sutera harum. Para tamu juga terpesona, sejenak terdiam.

Mereka adalah orang-orang utara dan mereka tidak merasa heran tentang orang-orang yang mati dikeroyok anjing serigala. Akan tetapi kepedihan dan kedukaan hati seorang anak yang agaknya ditinggal mati ayah bundanya yang dikeroyok anjing serigala, baru sekarang ini terasa menusuk hati mereka.

Menteri Abigan memandang dengan wajah pucat. Cucu Puteri Khamila itu terlalu berani! Nyanyiannya itu terlalu mendekati kenyataan, terlalu mengandung sindiran. Untung agaknya Raja Agahai tidak sadar dan dialah yang pertama-tama bertepuk tangan memuji yang segera dituruti oleh semua orang.

Pecahlah sorak-sorai dan tepuk tangan memuji kepandaian pemuda itu. Akan tetapi ada satu orang yang tidak bertepuk tangan, dan orang ini adalah Koksu Torgan! Tentu saja Thian Sin juga tidak lengah dan diam-diam dia mengikuti gerak-gerik koksu ini.

Dia melihat betapa di tengah-tengah tepuk sorak itu, Torgan menghampiri Raja Agahai dan bicara dengan asyik kepada raja itu yang mendengarkannya dengan alis berkerut dan pandang mata penuh selidik ke arah Thian Sin. Pemuda ini mengerahkan kekuatan pendengarannya dan mendengar bisikan-bisikan koksu itu kepada rajanya.

"Harap Paduka hati-hati. Pemuda itu pandai sihir, pandai silat dan sastera. Jelas dia bukan orang biasa dan kedatangannya yang menyamar sebagai tukang sulap ini tentu mengandung maksud yang tidak baik. Hamba akan mengawasi dia!" Demikian antara lain dia mendengar bisikan koksu itu kepada rajanya.

Akan tetapi Thian Sin mengambil sikap tidak peduli dan dia sudah siap meniup lagi sulingnya, akan tetapi sekarang dia meniup dan mainkan lagu-lagu yang gembira sehingga wajah para tamu kembali cerah, terbawa oleh suara suling itu. Setelah menghentikan tiupan sulingnya, Thian Sin lalu menyanyikan lagu itu dengan kata-kata
yang memang sudah dirangkai dan dihafalkan sebelumnya.

Kuhaturkan nyanyian ini
sebagai doa dan puji
kepada Pangeran Temuyin
semoga berbahagia
abadi bagaikan cahaya bulan
bertahta di angkasa bebas
dari rintangan awan
yang lewat di bawahnya
akan tetapi... ya Tuhan

"Ada yang tidak beres...!”

Tiba-tiba pemuda itu menghentikan sajaknya dan mengeluarkan seruan ini dengan mata terbelalak memandang ke arah tempat ayunan dimana pangeran yang masih bayi itu diletakkan. Kemudian, pemuda ini lari menghampiri tempat itu, dan karena perbuatannya ini begitu tiba-tiba, bahkan Koksu Torgan sendiri tidak menduganya dan tahu-tahu pemuda itu telah tiba di dekat ayunan itu, menjenguk ke dalam.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: