*

*

Ads

Minggu, 04 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 107

"Bagus, kalian berlima sudah datang di sini. Nah, kita bisa bicara dengan baik."

Thian Sin menghampiri dengan sikap tenang, tidak peduli lima orang itu bersiap-siap menyerangnya, lalu dia duduk di atas bangku dekat meja, mengisi cawan dengan arak dari guci dan meminumnya.

"Nah, kita sekarang bisa bicara. Ang Bwe-nio ini telah berusaha untuk merayuku dan membunuhku, akan tetapi ia telah gagal. Dan menurut pengakuannya, kalian berlimalah yang memerintahnya melakukan percobaan itu. Nah, apa yang kalian bilang sekarang?"

"Pendekar Sadis, ia boleh jadi gagal, akan tetapi kami berlima tidak akan gagal," kata Hui-to Ji Beng Tat dengan geram.

"Begitukah? Dengan golok terbangmu itu? Engkau tentu Hui-to Ji Beng Tat. Kenapa kalian hendak membunuhku?"

"Karena engkau telah mengacau wilayah kami!"

"Hemm, tahukah kalian siapa aku?"

"Pendekar Sadis!"

"Ya, pembasmi para penjahat dan sekarang kalian telah datang untuk menyerahkan nyawa. Bagus sekali, aku tidak perlu susah-susah mencari kalian lagi."

"Keparat sombong!" teriak kepala penjahat yang bertubuh kecil bongkok dan tiba-tiba saja dia sudah menggerakkan tangannya, menyerang dengan jarum-jarum beracun yang disambitkan dari jarak dekat.

Thian Sin tahu bahwa sinar hitam itu adalah jarum-jarum kecil yang mungkin sekali beracun, akan tetapi dia memang telah bersikap waspada sejak tadi. Dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang dia melindungi tubuhnya dan tangannya menyambar ke depan muka untuk melindungi mukanya dari sambaran jarum-jarum itu. Semua jarum runtuh ke atas lantai, terkena tangan dan juga yang mengenai tubuhnya.

Melihat ini, Si Kecil Bongkok terkejut setengah mati, akan tetapi kini pendekar itu telah bangkit dan melangkah menghampirinya. Si Kecil Bongkok yang tadi telah mencabut pedangnya, menyambutnya dengan tusukan kilat. Namun, Thian Sin tidak mengelak, bahkan tangan kirinya menyambar ke depan menangkap pedang itu. Pedang itu ditangkap begitu saja!

Melihat ini, tentu saja Si Kecil Bongkok menjadi girang dan berusaha menarik pedangnya untuk melukai tangan lawan yang memegang pedang. Akan tetapi, pedangnya seperti terjepit baja, sama sekali tidak dapat digerakkan. Kemudian, sekali Thian Sin mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang, terdengar suara "krek" dan pedang itu telah patah-patah! Melihat ini, Si Kecil Bongkok terbelalak ketakutan.

Pada saat itu, Hui-to Ji Beng Tat dan tiga orang kawannya yang lain tidak tinggal diam saja, mereka sudah menerjang maju dan menyerang Thian Sin dari lima jurusan. Tempat itu sempit, akan tetapi Thian Sin sama sekali tidak menjadi gugup. Kedua tangannya bergerak memutar dan senjata empat orang itupun beterbangan terlepas dari pegangan masing-masing.






Mereka itu adalah kepala-kepala penjahat yang tingkat kepandaiannya masih jauh sekali dibandingkan dengan Thian Sin, maka tentu saja ditangkis dengan kedua lengan yang penuh dengan tenaga Thian-te Sin-ciang, mereka itu tidak mampu mempertahankan senjata masing-masing. Thian Sin lalu mencabut pisau tajam yang dirampasnya dari Ang Bwe-nio tadi, pisau yang dimaksudkan untuk membunuhnya.

Sebelum lima orang itu dapat menyerangnya lagi, tubuhnya bergerak ke depan, pisau itu berubah menjadi sinar berkilat menyambar leher Si Kecil Bongkok. Si Kecil Bongkok ini berusaha mengelak, namun kurang cepat dan tahu-tahu tubuhnya terjengkang roboh dan kepalanya tertinggal di tangan kiri Thian Sin!

Kiranya pemuda ini tadi sudah membabat leher lawan dan menjambak rambutnya sehingga begitu leher itu terbabat putus tubuhnya terjengkang dan kepalanya tertinggal di tangannya, dijambak rambutnya!

Sungguh mengerikan sekali melihat tubuh tanpa kepala itu, dengan leher berlubang dan menyemburkan darah, sedangkan kepala Si Kecil Bongkok itu dengan mata melotot tergantung pada rambutnya yang riap-riapan dan dicengkeram tangan kiri Thian Sin!

Ang Bwe-nio menjerit dan terbelalak dengan muka pucat, lalu dengan lemas ia menjatuhkan diri duduk di atas pembaringan. Sementara itu, empat orang kepala penjahat menjadi amat marah sekali di samping rasa ngeri. Dengan nekad mereka sudah menyerbu dengan senjata mereka.

Akan tetapi, dengan amat tenang Thian Sin melayani mereka, tangan kiri mencengkeram kepala Si Kecil Bongkok tadi, tangan kanan menggunakan pisau kecil untuk menangkis. Sekali menangkis, pisaunya sudah melesat dari bawah dan menerobos di antara pertahanan lawan dan kembali pisau itu menyambar leher.

Orang ke dua berusaha menangkis, namun tangkisannya tembus dan leher itupun terbabat oleh pisau kecil dan tubuhnya terjengkang, kepalanya terlempar, akan tetapi sebelum jatuh ke atas tanah, sudah disambar oleh tangan kiri yang memegang kepala pertama tadi.

"Bwe-nio, kau peganglah dulu kepala-kepala ini!"

Thian Sin berseru dan melemparkan dua buah kepala itu ke atas pembaringan dimana Bwe-nio sedang duduk ketakutan.

"Ayaaaaauuuwww...!"

Bwe-nio menjerit dan dengan muka pucat dan mata terbelalak, seluruh tubuhnya menggigil ketika ia memandang kepada dua buah kepala yang matanya melotot lebar memandangnya itu.

Tilam tempat tidur itu sudah berlepotan darah yang keluar dari kepala itu. Tiga orang yang lain masih mati-matian melawan Thian Sin. Namun, satu demi satu, dua orang lagi kehilangan kepala mereka melayang ke atas pembaringan, membuat Ang Bwe-nio hampir pingsan melihatnya.

Tinggal Hui-to Ji Beng Tat yang masih nekad melakukan perlawanan menggunakan golok besarnya. Diapun sudah ketakutan dan terdesak oleh pisau kecil yang seperti beterbangan haus darah dan mencari kepala itu.

Tiba-tiba Hui-to Ji Beng Tat mengeluarkan teriakan keras dan tubuhnya sudah mencelat ke arah pintu. Tangan kirinya bergerak dan sinar terang berturut-turut menyambar ke arah Thian Sin. Itulah golok terbang atau hui-to yang membuat namanya terkenal di daerah itu.

Akan tetapi, senjata-senjata terbang itu tidak ada artinya bagi Thian Sin. Dengan menangkis dengan tangan kirinya, semua golok itu runtuh dan pada saat itu, Hui-to Ji Beng Tat telah mempergunakan kesempatan untuk melarikan diri. Dia sudah berhasil membuka daun pintu, akan tetapi pada saat itu terdengar bentakan Thian Sin,

"Pengecut, hendak lari kemana kau?" Dan pemuda ini sudah melemparkan pisau rampasannya yang meluncur cepat sekali.

"Creppp...!"

Pisau itu menancap sampai dalam sekali, sampai ke gagangnya, di tengkuk Hui-to Ji Beng Tat.

Kepala penjahat ini terpelanting, akan tetapi sebelum tubuhnya roboh, Thian Sin sudah meloncat di belakangnya, menangkap gagang pisau kecil, menggerakkannya sedemikian rupa sehingga ketika tubuh itu roboh, kepalanya tertinggal di tangannya karena lehernya sudah putus!

Ang Bwe-nio sudah tidak dapat mengeluarkan kata-kata lagi ketika kepala yang ke lima itu menggelinding di atas pembaringan. Seperti mayat hidup ia hanya dapat memandang kqada Thian Sin yang kini melangkah menghampirinya sambil tersenyum.

Pisau di tangan pemuda itu sama sekali tidak terkena darah, demikian pula pakaiannya, sedikitpun tidak terkena darah. Hal ini saja sudah membuktikan betapa lihainya pemuda ini.

"Nah, sekarang tiba giliranmu, Bwe-nio!" kata Thian Sin menghampiri dan tubuh wanita itu menggigil, mulutnya sudah tidak dapat mengeluarkan suara lagi saking takutnya.

"Wajahmu cantik akan tetapi hatimu jahat. Ingin aku melihat jantungmu, apakah berbulu atau tidak!" Berkata demikian, Thian Sin membuat gerakan seperti hendak menusuk.

Ang Bwe-nio menjerit.
"Ampun... jangan... bunuh aku..."

"Hemm, engkau begitu sayang nyawamu? Akan tetapi kalau kubiarkan kau hidup, tentu engkau akan menggunakan kecantikanmu untuk merayu dan mencelakakan laki-laki saja. Kalau begitu, biar kubiarkan kau hidup, akan tetapi kecantikanmu harus lenyap!"

Tiba-tiba nampak sinar berkelebat, darah mengucur dan Ang Bwe-nio menjerit-jerit sambil mendekap hidungnya. Batang hidung yang kecil mancung itu telah buntung dan lenyap, hanya lubang mengerikan saja yang nampak di tempat hidungnya berdiri. Sambil mendekap mukanya yang berdarah, wanita itu berlari keluar dari kamar itu, tidak peduli lagi apakah ia akan dibunuh kalau lari keluar.

Sambil tersenyum, Thian Sin membawa lima buah kepala itu pada rambut mereka, dan diapun keluar dari dalam kamar yang sudah banjir darah yang keluar dari leher lima batang tubuh tanpa kepala itu.

Pemilik rumah penginapan dan para pembantunya berada di ruangan depan rumah penginapan itu, dan mereka terbelalak melihat Ang Bwe-nio berlari-lari keluar menutupi muka dengan kedua tangan dan darah bercucuran diantara sela-sela jari tangannya. Dan mereka itu terkejut ketika melihat pemuda tampan itu keluar pula dan membawa lima buah kepala! Pemilik rumah penginapan menjerit dan berusaha melarikan diri, akan tetapi tiba-tiba sebuah kepala melayang terbang mengejarnya.

"Dukkkk!"

Kepala yang terbang melayang itu menghantam kepala pemilik rumah penginapan yang roboh dan pingsan karena kepalanya menjadi benjol dihantam kepala lain itu.

Thian Sin tertawa dan melemparkan kepala yang lain di atas meja penerima tamu, kemudian diapun pergi dari situ tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Peristiwa ini amat menggemparkan dan nama Pendekar Sadis makin terkenal.

Semua orang bergidik menyaksikan kekejaman yang luar biasa ini dan terutama sekali para penjahat menjadi kecil nyalinya. Nama Pendekar Sadis menjadi semacam momok yang menakutkan bagi dunia hitam, dan di samping mereka itu berjaga-jaga agar jangan sampai bertemu dengan pendekar itu, juga banyak penjahat yang mengadakan perundingan bagaimana untuk menghadapinya dan membalas semua kekejaman yang telah dilakukan oleh pendekar itu terhadap para penjahat.

**** 107 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: