*

*

Ads

Minggu, 04 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 104

"Tidak...! Ohh, ayaaahh...!" Kui Cin lalu melarikan diri menuju ke pintu.

Akan tetapi baru saja pintu terbuka, tukang pukul tinggi besar sudah menghadangnya dan Kui Cin didorong kembali ke dalam kamar, pintu lalu ditutup dan tukang pukul itu berdiri di situ dengan sikap mengancam.

"Tutup pintunya dan jaga di luar. Anak ini minta main kucing-kucingan!" kata si majikan sambil tertawa dan meletakkan huncwenya di atas meja.

Kemudian sambil tertawa dia maju mencoba untuk menangkap Kui Cin. Gadis ini menjerit dan mengelak, lalu berlari ke sana-sini dalam kamar itu. Agaknya hal ini menambah kegembiraan dan gairah majikan itu, karena permainan seperti itu sudah sering dilakukannya.

Dia senang mengejar-ngejar sampai akhirnya, karena kamar itu tidak terlalu luas, gadis itu akan dapat ditangkapnya juga dan dia sendiri yang membuka pakaiannya satu demi satu. Menghadapi perlawanan seperti ini menambah gairahnya. Kui Cin menjadi pucat mukanya dan ia berusaha lari terus dan mengelak dari tubrukan-tubrukan itu, membuat pengejarnya semakin gembira.

Jeritan-jeritannya, teriakannya memanggil ayahnya tidak terdengar oleh telinga ayahnya yang sedang menghadapi meja judi dan ruangan itupun sudah cukup bising dengan suara orang. Hanya dua orang penjaga di luar pintu itu saja yang mendengar jeritan-jeritan kecil itu, seolah-olah suara yang sudah sering mereka dengar itu merupakan pendengaran yang mengasyikkan dan menggembirakan pula.

Biasanya, tidak akan lama gadis yang dikejar-kejar majikan mereka itu akan mampu mengelak terus. Mereka itu yang berdiri di luar pintu tentu akan segera mendengar gadis itu menjerit, mendengar suara kain dirobek-robek, dan dilanjutkan dengan pendengaran suara gadis itu merintih-rintih dan menangis, dan suara-suara lain yang cukup menimbulkan gairah mereka.

Akan tetapi, kini jeritan-jeritan itu tiba-tiba berhenti dan mereka mengira bahwa gadis itu telah terpegang, seperti seekor tikus yang tadinya dikejar-kejar kini telah diterkam kucing yang mengejarnya. Mereka menanti, tentu akan terdengar kain robek-robek, akan tetapi, tidak terdengar hal itu, malah kini terdengar suara majikan mereka mengeluarkan jerit mengerikan. Dua orang tukang pukul itu terkejut sekali, mata mereka terbelalak!

Di dalam kamar itu telah berdiri seorang pemuda tampan yang berpakaian seperti seorang siucai, pakaiannya indah dan rapi, rambutnya ditutup sebuah topi pelajar yang indah, dan tangan kirinya memegang sebatang kipas yang dipakainya mengipasi tubuhnya, dan mulutnya tersenyum.

Ketika mereka mengerling, gadis itu meringkuk di sudut kamar seperti seekor kelinci ketakutan, pakaiannya masih utuh akan tetapi tubuhnya menggigil ketakutan, sedangkan majikan mereka itu meringkuk di atas pembaringan dalam keadaan ketakutan pula, agaknya tadi telah dilemparkan ke atas pembaringan karena orang itu meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya yang menjendol di bagian dahinya.

Melihat dua orang tukang pukulnya masuk, majikan po-koan itu memperoleh kembali keberaniannya. Dia tadi terkejut bukan main karena pada saat dengan hati girang dia berhasil menangkap Kui Cin, merangkulnya dan mencengkeramnya seperti seekor kucing menerkam tikus, siap untuk mencabik-cabik pakaiannya, tiba-tiba muncul pemuda itu.

Muncul seperti iblis karena tidak tahu dari mana masuknya. Melihat pemuda itu seorang siucai lemah, dia berusaha memukul, akan tetapi sekali tampar saja, dia seperti disambar geledek dan tubuhnya terlempar ke atas pembaringan, kepalanya terbentur dinding dan kepalanya menjadi pening. Dia terkejut, kesakitan dan ketakutan, akan tetapi begitu melihat dua orang penjaganya masuk, dia berseru,






"Tangkap penjahat ini! Bunuh dia!"

Dua orang penjaga itu sudah mencabut golok masing-masing dan menubruk dari kanan kiri, mengirim bacokan dan tusukan yang dahsyat ke arah pemuda itu. Mereka adalah penjaga-penjaga pilihan yang pada pagi hari itu bertugas jaga di depan kamar majikan mereka, dan pemuda ini dapat memasuki kamar tanpa mereka ketahui. Hal ini saja sudah membuat mereka penasaran dan marah, maka begitu menerima perintah, mereka hendak merobohkan pemuda itu dengan sekali serang.

Akan tetapi, entah bagaimana mereka sendiripun tidak mengerti, tiba-tiba saja mereka merasa kedua kaki mereka lumpuh dan tak dapat dihindarkan lagi keduanya roboh terguling!

"Hemm, tukang-tukang pukul memiliki tangan yang amat kejam!"

Pemuda itu mencokel dengan kakinya dan sebatang golok yang tadi terlepas dari tangan tukang pukul melayang ke atas, disambarnya dengan tangan kanan, kemudian nampak sinar berkilat beberapa kali disusul teriakan-teriakan mengerikan dari dua tukang pukul itu.

Darah bercucuran membasahi lantai. Kui Cin dan majikan rumah judi itu memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat ketika melihat betapa dua orang tukang pukul itu mengaduh-aduh dan bergulingan di atas lantai, mandi darah mereka sendiri yang bercucuran dari kedua lengan mereka yang sudah buntung karena tangan mereka sudah terpisah dari lengan!

Pemuda itu telah membuntungi kedua tangan dua orang tukang pukul itu! Pemuda itu membalikkan tubuhnya, menghadapi majikan rumah judi sambil tersenyum, dan anehnya, golok yang membuntungi empat buah tangan tadi sama sekali tidak bernoda darah! Hal ini saja sudah membuktikan betapa hebatnya gerakan golok itu, demikian cepatnya membuntungi pergelangan tangan! Dan terdengar ucapannya yang halus dan seperti orang bersajak.

"Memetik buah daripada kejahatannya sendiri, itu sudah adil namanya! Engkau ini cukong mata keranjang, entah sudah berapa banyak gadis tak berdosa yang kau perkosa di tempat terkutuk ini?"

Dan dengan langkah perlahan pemuda itu menghampiri majikan itu yang menjadi ketakutan dan berlutut menyembah-nyembah di atas pembaringan.

"Taihiap... ampunkan saya... ampunkan saya... engkau boleh mengambil berapapun banyak uangku, tapi jangan... jangan membunuhku..."

Dan seorang di antara dua tukang pukul yang tadi merintih-rintih itu tiba-tiba berseru dengan suara penuh ketakutan.

"Pendekar... Pendekar Sadis...!"

Mendengar ini, majikan itu menjadi semakin ngeri ketakutan.
"Celaka, mati aku..." tubuhnya menggigil, celananya mendadak menjadi basah.

Memang orang yang ketakutan setengah mati dapat saja terkencing seketika. Dia sudah sering mendengar tentang nama yang baru saja muncul di dunia kang-ouw ini, sebagai nama seorang pendekar pembasmi kejahatan yang amat kejam. Dan tadi dia sudah melihat betapa orang ini membuntungi kedua tangan dua orang tukang pukulnya begitu saja, dengan darah dingin!

"Ampun... ampunkan..." Dia meratap. Akan tetapi Thian Sin, pemuda itu, hanya tersenyum.

"Betapa seringnya engkau sendiri mendengarkan ratapan minta ampun dari gadis-gadis yang kau perkosa, dan pernahkah engkau mengampunkan mereka? Engkau malah semakin bergairah dan semakin senang kalau mereka itu minta-minta ampun, menangis dan meronta-ronta, bukan? Nah, hukumanmu harus kau terima!"

Golok itu menyambar, didahului tamparan tangan kiri yang mengenai pundak majikan rumah judi itu. Tubuh majikan itu terjengkang, golok itu menyambar dan majikan itu menjerit, tubuhnya berkelojotan di atas pembaringan, dari celananya di antara kedua pahanya bercucuran darah karena alat kelaminnya telah disambar golok dan buntung! Tentu saja kecil sekali harapan hidup lagi bagi orang ini.

"Kau keluarlah dari sini dan pulanglah." kata Thian Sin kepada gadis itu yang masih menggigil ketakutan dan karena dua orang tukang pukul dan majikannya itu kini menjerit-jerit, dengan tenang Thian Sin melemparkan golok ke atas tanah dan keluar dari dalam kamar, tidak mempedulikan lagi gadis cilik itu dan dengan sikap tenang-tenang saja dia melangkah menuju ke ruangan judi!

Sebelum tiba di ruangan itu, dia sudah disambut oleh lima orang tukang pukul yang mendengar jeritan-jeritan tadi. Melihat seorang pemuda asing keluar dari dalam kamar, lima orang itu menjadi curiga dan membentak,

"Siapa engkau? Apa yang terjadi?"

Dan seorang diantara mereka telah lari ke dalam kamar dimana dia melihat majikannya berkelojotan dan dua orang rekannya merintih-rintih. Dan gadis cilik itu sudah menyelinap pergi. Maka diapun berteriak-teriak dan lari kembali sambil mencabut senjata.

"Loya telah dibunuh orang dan dua orang teman kita dilukai!" teriaknya.

"Setiap perbuatan jahat akan berakibat dan akibatnya akan menimpa diri sendiri! Mereka telah menerima hukuman dari perbuatan mereka sendiri!" kata Thian Sin dengan suara lembut dan bibir masih tersenyum. "Apakah kalian berlima ini juga tukang-tukang pukul?"

"Bunuh penjahat ini!" teriak seorang diantara mereka dan lima orang tukang pukul itu sudah mencabut golok masing-masing dan serentak mereka menyerang Thian Sin.

Pemuda ini tentu saja memandang rendah kepada segala tukang pukul kasar seperti itu. Dengan tenang-tenang saja dia mengelak ke kanan kiri sehingga golok-golok itu menyambar-nyambar merupakan sinar-sinar menyilaukan, akan tetapi di lain saat terdengar teriakan susul-menyusul dan lima orang tukang pukul itupun sudah roboh semua.

Dan, sebelum mereka sempat bangun berdiri, Thian Sin sudah menyambar sebatang golok dan seperti tadi, dia menggerakkan goloknya membuntungi semua tangan mereka.

Keadaan sungguh menyeramkan. Tangan-tangan yang buntung berserakan di tempat itu dan lantai banjir darah yang bercucuran dari lengan-lengan buntung itu. Lima orang tadi merintih-rintih dan kembali ada yang sadar bahwa mereka berhadapan dengan pendekar yang namanya baru-baru ini mereka dengar.

"Pendekar Sadis...!"

"Pendekar Sadis...!"

Akan tetapi Thian Sin tidak mempedulikan itu semua, membuang goloknya dan memasuki ruang judi. Gempar di situ. Semua perjudian berhenti dan para tamu mau penjudi ketakutan, ada yang bersembunyi di kolong meja, ada yang mepet tembok dengan tubuh gemetaran. Dan sebentar saja Thian Sin sudah dikepung dan dikeroyok oleh belasan orang pegawai rumah perjudian itu.

Thian Sin mengamuk, merampas pedang dan dengan pedang ini dia merobohkan mereka satu demi satu, dan sengaja menghukum mereka dengan membuntungi tangan, atau hidung, atau telinga. Pendeknya tidak ada seorangpun dari mereka yang tidak mengalami hukuman yang mengerikan.

Dalam waktu singkat saja pertempuranpun berhenti dan yang ada hanya orang-orang yang merintih-rintih dan memegangi bagian tubuh mereka yang terluka atau buntung. Dengan pedang di tangan, Thian Sin memandang ke sekeliling, lalu terdengar dia membentak halus.

"Mana yang bernama Kakek A Piang? Majulah kesini!"

A Piang yang sejak tadi mepet di tembok dengan tubuh gemetar, kini melangkah maju dengan kedua kaki menggigil. Sejenak Thian Sin memandang kakek ini, alisnya berkerut.

"Seorang ayah yang menjual anak sendiri untuk berjudi, sudah selayaknya kalau dibikin mampus. Akan tetapi, aku mengingat anakmu maka engkau hanya menerima hukuman agar menjadi peringatan bagimu selama hidup!"

Pedangnya bergerak seperti kilat dan kakek itu menjerit lalu mendekap kepalanya sebelah kiri yang sudah tidak bertelinga lagi itu. Daun telinga kirinya terlepas dan darah mengucur deras. Thian Sin lalu melangkah ke meja judi, mengambil sekepal uang perak, memasukkannya ke dalam kantung uang yang terdapat di situ, menyerahkannya kepada A Piang dan berkata lagi,

"Bawa uang ini untuk modal bekerja, dan ajak anakmu pindah keluar kota! Awas, kalau engkau masih berani berjudi, lain kali lehermu yang kubiking buntung!"

A Piang tidak dapat mengeluarkan suara karena seluruh tubuhnya menggigil, dengan tangan kanan menerima kantong uang dan tangan kiri mendekap telinga kirinya, dan dia hanya mengangguk-angguk lalu berjalan keluar.

"Semua orang boleh pergi!" kata pula Thian Sin dan para penjudi dengan penuh rasa takut lalu berlarian keluar.

Thian Sin mengambil beberapa potong uang emas dan perak, menyimpannya dalam bungkusannya sendiri karena dia teringat bahwa bekalnya tinggal sedikit, kemudian dengan pedang rampasan itu dia menghancurkan semua alat judi yang berada di situ. Dia tidak mempedulikan betapa para tukang pukul tadi dengan tertatih-tatih berlarian keluar untuk memanggil pasukan penjaga keamanan.

Ketika pasukan tiba di situ, Pendekar Sadis sudah tidak nampak lagi, sudah kembali ke dalam kamarnya di rumah penginapan dan mengaso.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: