*

*

Ads

Kamis, 01 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 093

"Kekasihku, sungguh mati aku sendiri tidak pernah mempelajari ilmu itu. Ilmu itu terlalu jahat dan terlalu sulit dan cara memperoleh ilmu itu amat mengerikan, di antaranya bahkan harus tidur satu peti dengan mayat. Mana aku berani mempelajarinya? Dan aku tidak tahu bagaimana caranya melawan ilmu itu."

Thian Sin kecewa sekali dan dengan sikap marah dia menjawab,
"Cian Ling, kalau benar engkau cinta padaku, engkau harus dapat memecahkan rahasia ilmu itu. Aku penasaran dikalahkan suhumu hanya karena ilmu itu, maka aku harus dapat menghadapi dan menandinginya. Kalau engkau tidak dapat memecahkan rahasia ilmu itu kepadaku, apa artinya aku dekat denganmu?"

Karena takut kehilangan cinta pemuda itu, Cian Ling minta waktu tiga hari dan pergilah gadis ini menemui gurunya. Dengan segala kepandaiannya merayu, Cian Ling mendekati gurunya. Mula-mula See-thian-ong mentertawakannya.

"Heh-heh-heh, apa artinya ini, muridku yang manis? Bukankah engkau mempunyai putera pangeran itu untuk bersenang-senang? Kenapa tiba-tiba engkau mendekati aku Si Tua Bangka?"

Cian Ling merangkul leher kakek itu.
"Aih, jangan berkata begitu, suhu. Bukankah sebelum aku berdekatan dengan pria manapun juga, suhu yang merupakan pria pertama dalam hidupku? Suhu merupakan suhuku, orang tuaku, juga cinta pertamaku. Terlalu lama dengan pemuda itu membuat aku bosan, dan aku sudah rindu sekali kepadamu, suhu."

Dengan amat pandainya, gadis yang muda ini akhirnya membuat datuk itu menyerah ke dalam gelora nafsu yang membuatnya menjadi buta, tidak dapat membedakan lagi mana yang sungguh-sungguh dan mana yang palsu. Dan dengan amat cerdiknya, setelah merayu gurunya selama dua hari, membuat gurunya mabuk karena di dalam hati kecilnya memang datuk ini amat sayang kepada Cian Ling, gadis ini membawa urusan ilmu menghilang itu dalam percakapan.

"Aku melihat ilmu menghilang dari suhu itu amat berguna dan hebat. Ah, kalau saja aku dapat memiliki ilmu itu... betapa senangnya," kata Cian Ling ketika mereka rebah berdampingan di atas pembaringan dan Cian Ling membelai rambut suhunya yang panjang dan sudah bercampur uban itu.

"Heh-heh, bukankah sudah kukatakan bahwa mempelajarinya amat sukar dan juga memakan waktu lama? Untuk apa ilmu itu bagimu? Ilmu yang kuajarkan padamu sudah cukup."

"Tapi, melihat betapa suhu baru dapat menundukkan putera pangeran itu setelah menghilang, terasa olehku betapa pentingnya menguasai ilmu itu."

"Ha-ha-ha-ha, siapa bilang bahwa hanya dengan ilmu itu saja aku dapat mengalahkannya? Hanya karena dia memiliki peninggalan ilmu dari ayahnya, ilmu jungkir balik bernama Hok-te Sin-kun itu sajalah yang membuat dia lihai. Akan tetapi Ilmu Hok-te Sin-kun telah mulai dapat kukuasai, tanpa ilmu menghilang sekalipun dia akan mudah dapat kutundukkan!"

"Tapi... tapi aku ingin sekali mempunyai ilmu menghilang itu, suhu!"

"Untuk apa?"






"Bayangkan saja betapa senangnya. Dengan ilmu itu aku akan dapat memasuki rumah orang tanpa diketahui, dan memasuki kamar-kamar para pengantin baru dan menyaksikan pemandangan yang amat bagus tanpa diketahui orang."

Ucapan gadis ini bagi orang biasa tentu akan dianggap cabul dan menunjukkan betapa hati gadis itu penuh dengan kecabulan. Akan tetapi tidak demikianlah anggapan orang-orang di golongan sesat itu. Kakek itu tertawa bergelak, senang sekali.

"Ha-ha-ha, sungguh jalan pikiranmu sama benar dengan jalan pikiranku. Dahulu, ketika aku haru saja berhasil memiliki ilmu itu, akupun suka memasuki kamar pengantin baru dan menikmati pemandangan dari apa yang mereka lakukan, dan kalau aku tertarik, aku lalu menggunakan si pengantin pria setelah membuat dia tidak berdaya. Ha-ha-ha, engkau memang cocok dan berjodoh menjadi muridku. Tapi, mempelajari ilmu itu sungguh tidak mudah. Mana mungkin engkau dapat bertahan untuk bertapa selama tiga tahun, menjauhi segala kesenangan, menjauhi pria?"

"Suhu, kalau aku tidak dapat mempelajari setidaknya aku harus dapat menghadapi ilmu itu. Bagaimana kalau aku bertemu lawan yang memiliki ilmu menghilang seperti itu? Ih, betapa mengerikan kalau dipikir. Coba bayangkan, andaikata sekarang ini ada musuh yang memiliki ilmu itu berada di dalam kamar ini dan melihat apa yang kita lakukan!" Gadis itu bergidik.

Gurunya merangkulnya dan tertawa.
"Andaikata begitu, habis mengapa? Paling-paling dia akan iri hati dan ingin, ha-ha-ha. Dan tidak mungkin ada orang yang mampu mempergunakan ilmu itu tanpa dapat kulihat. Jangan kau khawatir, Cian Ling."

"Tentu saja, bersama suhu, aku tidak akan takut, akan tetapi aku tidak akan terus menerus berada di dekat suhu. Bagaimana kalau aku sedang merantau sendirian dan bertemu dengan orang yang memiliki ilmu menghilang atau ilmu hitam lain lagi yang lihai?"

Akhirnya, setelah menggunakan segala macam bujuk rayu melalui kata-kata dan juga melalui tubuhnya yang muda, berhasil juga Cian Ling memperoleh rahasia itu dari gurunya. Dengan hati girang ia berpisah dari suhunya dan segera menemui Thian Sin yang sudah menanti-nantinya dengan hati mulai kesal dan curiga.

Karena ia memperoleh rahasia ilmu itu dengan mengorbankan perasaannya dan secara tidak mudah, Cian Ling juga menjual mahal. Ia membuat Thian Sin melayaninya dan menyenangkan hati menurut kehendaknya lebih dulu sebelum ia membuka rahasia itu. Dan ternyata rahasia itu tidaklah begitu sukar.

"Kalau engkau menghadapi ilmu menghilang atau ilmu hitam lainnya yang semacam, kau ambillah tanah dan sebarkan atau sambitkan tanah itu ke arah suara. Kalau terkena tanah, tentu ilmu itu akan buyar dan orangnya akan nampak lagi."

Bukan main girangnya hati Thian Sin. Akan tetapi, dia tidak memperlihatkannya kepada Cian Ling, dan dengan sabar dia menanti sampai lewat tiga bulan. Dia hendak membiarkan See-thian-ong, seperti juga Pak-san-kui, tersesat dalam mempelajari Hok-te Sin-kun dan kitab tulisan ayahnya yang sengaja membuat kitab dengan rahasia-rahasia yang hanya diketahuinya sendiri. Orang yang mempelajari kitab-kitab itu tanpa mengenal rahasianya dan melatih diri berdasarkan petunjuk-petunjuk dalam kitab itu, bukan memperoleh yang hebat melainkan malah merusak dirinya sendiri!

Setelah lewat tiga bulan, dia menemui See-thian-ong, diantar oleh Cian Ling. Setelah menjura dengan hormat, Thian Sin berkata.

"Locianpwe, waktu tiga bulan telah lewat dan kuharap locianpwe suka mengembalikan kitab itu kepadaku."

Kakek itu tertawa.
"Ha-ha-ha, kitabmu memang amat hebat. Akan tetapi, apakah engkau sudah bosan berada disini? Bosan dengan muridku yang manis ini? Cian Ling, kenapa engkau memperbolehkan dia hendak pergi? Apakah engkau juga sudah bosan?"

"Suhu, aku hendak pergi merantau bersama dia!" jawab muridnya.

"Ho-ha-ha, Ceng Thian Sin. Aku telah mempelajari kitab-kitabmu, akan tetapi aku belum pernah mempraktekkannya. Oleh karena itu, untuk membuktikan bahwa yang kupelajari itu bukan barang palsu, marilah kita berlatih sebentar dengan ilmu itu."

Thian Sin mengerutkan alisnya. Tak disangkanya kakek ini demikian cerdik. Akan tetapi, dengan tenang dia menjawab,

"Kalau aku tidak mau melayanimu, bagaimana, locianpwe?"

"Hemm, kalau engkau tidak mau melayanikupun akan kupaksa! Engkau harus mau, dan sebelum kita bertanding lagi, jangan harap engkau akan dapat mengambil kembali kitab-kitabmu."

"Maksud locianpwe, kitab-kitabku itu akan dijadikan semacam taruhan? Bagaimana kalau aku menang?"

"Ha-ha-ha, kau menang?" Pertanyaan ini kedengaran lucu sekali oleh datuk itu.

Sebelum dia mempelajari kitab-kitab pemuda itu, Thian Sin sudah mampu dikalahkannya, mana mungkin sekarang dapat menang?

"Kalau kau menang, tentu saja engkau boleh membawa kitab-kitabmu dan juga engkau boleh membawa pergi Cian Ling."

"Dan kalau aku kalah?" Thian Sin bertanya.

"Kalau kau kalah, engkau tidak boleh pergi lagi, harus mau menjadi pembantuku, ha-ha-ha! Senang punya murid putera mendiang Ceng Han Houw!"

Ucapan itu terdengar sebagai hinaan terhadap mendiang ayahnya, maka muka Thian Sin berubah merah.

"Locianpwe, karena pertandingan antara kita dahulu terjadi di tempat sunyi itu, maka sekarang aku menantang locianpwe untuk melakukan pertandingan di tempat itu. Tentu saja kalau locianpwe berani! Dan aku akan menanti disana sekarang juga!"

Setelah berkata demikian, Thian Sin lari keluar dari tempat itu untuk pergi ke tengah hutan, di padang rumput yang indah dan sunyi itu. Cian Ling mengejarnya sambil memanggil-manggil namanya.

Setelah kedua orang muda itu pergi, See-thian-ong mengerutkan alisnya. Tidak senang hatinya menerima tantangan pemuda itu. Dan lebih tidak senang lagi hatinya melihat betapa muridnya itu agaknya benar-benar jatuh cinta kepada Thian Sin. Tidak mengapa baginya kalau muridnya itu sekali waktu bermain cinta dengan pria-pria lain. Akan tetapi dia tidak ingin kehilangan Cian Ling untuk selamanya karena selain dia amat sayang kepada muridnya yang kadang-kadang juga menjadi kekasihnya itu, juga Cian Ling merupakan seorang pembantu yang amat boleh diandalkan, bahkan lebih lihai daripada murid kepala di situ, yaitu Ciang Gu Sik.

"Gu Sik...!"

Tiba-tiba kakek itu berseru nyaring. Muridnya yang setia itu segera lari masuk dan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki gurunya.

"Teecu berada disini, suhu."

"Gu Sik, tahukah kau bahwa putera pangeran itu menantangku dan kalau menang dia akan membawa kembali kitab-kitabnya dan juga sumoimu akan ikut pergi bersamanya?"

Pria muda berwajah pucat itu menarik napas panjang.
"Suhu, sumoi masih terlalu muda sehingga ia lemah dan mudah dihanyutkan oleh perasaannya, harap suka suhu memaafkannya."

"Ha, engkau selalu membela sumoimu."

"Memang teecu amat mencintanya dan teecu telah menghargai sumoi daripada nyawa teecu sendiri."

"Bukankah itu juga suatu kebodohan?"

"Memang, tapi teecu tidak berdaya..."

"Sudahlah, memang murid-muridku semua lemah! Sekarang, kumpulkan semua sutemu, juga undang para tokoh silat di kota ini dan sekitarnya untuk datang ke hutan dekat telaga, berkumpul di padang rumput tengah. Pertandingan sekali ini harus disaksikan banyak orang agar mereka semua melihat bahwa putera Pangeran Ceng Han Houw yang terkenal itu dapat kutundukkan dan dia sudah berjanji kalau kalah akan menjadi pembantuku!"

Ciang Gu Sik mengerutkan alisnya. Kalau jadi pembantu, berarti pemuda itu akan terus berada di situ, dan ini berarti bahwa dia akan kehilangan sumoinya!

"Suhu, kalau dia kalah, bukankah sebaiknya kalau dia dibinasakan saja? Ingat, suhu, memelihara macan amatlah berbahaya. Masih kecil dan lemah memang menyenangkan, akan tetapi kalau kelak sudah besar dan kuat, bisa berbahaya bagi yang memeliharanya."

"Ha-ha-ha, aku mengerti maksudmu. Kita lihat saja bagaimana baiknya nanti. Bagiku, dia dibunuh atau tidak bukan soal lagi. Yang penting sekarang ini, mengalahkan dia di depan banyak orang."

"Baik, suhu. Teecu akan mengumpulkan kawan-kawan."

Dan pemuda bermuka pucat itu lalu pergi dengan cepat untuk melaksanakan perintah gurunya.

Sementara itu, Thian Sin sudah siap berada di padang rumput di tengah hutan, dimana untuk pertama kalinya dia bertemu dan bertanding dengan See-thian-ong dan dikalahkan kakek itu dengan ilmu sihirnya.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: