*

*

Ads

Kamis, 01 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 092

Thian Sin berkata dalam keadaan tubuhnya masih berjungkir balik, merasa girang bahwa jurus ilmu-ilmu silat peninggalan ayahnya demikian ampuhnya sehingga dapat membuat kakek tangguh itu roboh.

"Aku belum kalah!" teriak See-thian-ong dan diapun sudah menerjang lagi, lalu disambungnya dengan kata-kata yang penuh getaran aneh, "Berjungkir balik seperti itu tentu membuat kepalamu pening!"

Tongkat itu sudah digerakkan lagi dan kini kakek itu menyerang dengan hati-hati. Thian Sin menyambut dengan kedua kakinya dan mulailah dia melakukan ilmu silat aneh dari ayah kandungnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja kepalanya terasa pening bukan main.

Benarlah kata-kata kakek itu tadi, berjungkir balik seperti itu membuat kepalanya terasa pening! Akan tetapi, dia segera teringat bahwa tidak biasa dia merasa pening kalau memainkan Ilmu Hok-te Sin-ciang, dan tahulah dia bahwa kepeningan itu datang dari pengaruh ucapan kakek itu.

Sebagai anak angkat dan murid seorang sakti seperti Pendekar Lembah Naga, tentu saja Thian Sin sudah pernah digembleng oleh ayah angkatnya itu tentang bagaimana harus menghadapi kekuatan yang tidak wajar cepat dia mengerahkan khi-kangnya dan mengeluarkan suara melengking dan segera kepeningan kepalanya itu menjadi lenyap dan dia dapat menyambut serangan lawan dengan baiknya, bahkan dia dapat membalas dengan serangan dari atas menggunakan dua kakinya, dibantu oleh kedua tangannya dari bawah.

Kembali kakek itu terkejut. Dia dapat merasakan getaran tenaga khi-kang dalam lengkingan suara pemuda itu yang membuyarkan pengaruh sihirnya terhadap pemuda itu, dan kini dia kembali kewalahan menghadapi ilmu jungkir balik yang aneh itu.

Tiba-tiba kakek itu mengeluarkan suara aneh seperti orang membaca doa atau mantera, dan dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Thian Sin ketika melihat betapa tubuh lawannya itu perlahan-lahan lenyap! Mula-mula nampak suram-suram dan makin lama bayangan kakek itu menjadi semakin tipis. Sukar baginya untuk melawan bayangan yang hampir tidak nampak ini dan terpaksa dia meloncat dan berdiri di atas kedua kakinya lagi sambil memutar pedangnya.

Akan tetapi, kini bayangan lawan itu sudah tidak nampak lagi walaupun gerakannya masih terasa dan tertangkap oleh pendengarannya. Thian Sin kaget dan berusaha mengerahkan khi-kang sambil membentak. Namun sia-sia belaka, kakek itu benar-benar telah menghilang dan masih terus menghujani dengan serangan.

Thian Sin berusaha mengandalkan pendengaran telinganya untuk mengelak dan menangkis, akan tetapi tidak mungkin dia dapat melawan orang yang pandai menghilang ini, yang memiliki ilmu tongkat demikian aneh dan lihainya. Setelah berhasil mengelak dan menangkis beberapa kali akhirnya lehernya tertotok keras sekali. Biarpun dia sudah mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang, tetap saja dia terpelanting keras dan merasa nanar.

Dia cepat mengerahkan tenaga Thi-khi-i-beng untuk menjaga diri dan membalas pukulan lawan, akan tetapi tiba-tiba pundaknya tertotok dan ternyata yang menotoknya itu adalah tongkat yang diluncurkan dan karena tongkat itu tidak dipegang orang, maka tentu saja Thi-khi-i-beng tidak dapat menyerap apa-apa dan jalan darah thian-hu-hiat tertotok dengan tepat dan keras, mengakibatkan tubuh pemuda itu menjadi lemas dan lumpuh sama sekali!

"Ha-ha-ha-ha, akhirnya engkau terpaksa harus mengakui keunggulanku, orang muda!"






Kakek itu tertawa dan kini kakek itupun dapat nampak kembali oleh Thian Sin. Pemuda ini memandang dengan sinar mata penuh penasaran.

"Locianpwe telah menggunakan ilmu siluman!" katanya memprotes.

"Ha-ha-ha, dan sekarang aku akan membuatmu menjadi siluman tanpa kepala!" kata kakek itu yang segera memungut pedang Gin-hwa-kiam yang terlepas dari tangan pemuda itu, agaknya bermaksud untuk memenggal kepala Thian Sin.

Kakek ini melihat pemuda itu merupakan seorang lawan yang amat berbahaya dan kelak dapat mengancam kedudukannya, maka dia mengambil keputusan untuk membunuhnya saja.

"Suhu, tahan...!" Cian Ling sudah menjerit dan gadis ini sudah menubruk tubuh Thian Sin, melindunginya dari ancaman gurunya. "Suhu tidak boleh membunuhnya!"

"Heh-heh, siapa yang melarangku dan mengapa tidak boleh?"

"Suhu, dia datang untuk mengadu ilmu dengan suhu sebagai orang muda minta petunjuk, bukan sebagai musuh. Adu pibu batasnya hanya kalah atau menang, dia sudah kalah mengapa harus dibunuh? Dan ke dua, suhu tidak bisa membunuhnya karena aku cinta padanya!"

"Ho-ho-ha-ha-ha! Cintamu hanya sedalam kulit, dan apa susahnya mencari pemuda yang lebih ganteng daripada dia? Dan aku membunuhnya bukan karena bermusuhan, melainkan mengingat bahwa dia telah memberontak, pernah membikin kacau di Su-couw dan di Lok-yang. Kalau aku membunuhnya, bukankah itu berarti kita akan memperoleh jasa telah membunuh seorang pemberontak?"

"Hemm, See-thian-ong, harap locianpwe tidak bicara tentang pemberontakan! Siapakah yang memberontak? Antara locianpwe dan aku ada persamaan bukan? Memang aku telah menyiksa si busuk Phoa-taijin itu, orang macam dia mana ada harganya dijadikan sekutu? Akhirnya hanya akan mencelakakan sekutu-sekutu saja. Locianpwe, kalau locianpwe, Pak-san-kui Locianpwe dan juga Lam-sin, bersama-sama dengan aku membantu kekuatan dari utara, bukankah kita merupakan persekutuan yang lebih kuat lagi? Mendiang kakekku, Raja Sabutai di utara juga memiliki pasukan yang kuat dan aku dapat mengumpulkan mereka kalau waktunya tiba. Akan tetapi, jangan mengira bahwa kata-kataku ini hanya untuk melindungi nyawaku. Kalau locianpwe mau membunuhku silakan, aku bukan orang yang takut mati."

Sejenak kakek hitam tinggi besar itu tertegun. Kakek ini paling suka akan kegagahan dan kejujuran dan memang dia sudah kagum sekali terhadap kegagahan pemuda ini. Akan tetapi dia juga khawatir akan kegagahan yang kelak akan mengancam kedudukannya itu. Tiba-tiba dia mendapatkan pikiran yang baik sekali. Kekalahannya melawan pemuda itu terutama sekali karena pemuda itu memiliki ilmu jungkir balik tadi, ilmu yang pernah didengarnya menjadi ilmu simpanannya mendiang Pangeran Ceng Han Houw.

"Ceng Thian Sin, di dunia kang-ouw dikenal dengan istilah balas membalas budi dan dendam-mendendam. Nyawamu berada di tanganku, dan kalau sekali ini aku mengembalikan nyawamu, lalu apa yang dapat kau berikan kepadaku sebagai balasannya?"

Thian Sin adalah seorang pemuda cerdik dan diapun tahu bahwa kelemahan satu-satunya bagi para datuk ilmu silat seperti Pak-san-kui dan juga See-thian-ong ini, kalau bukan kedudukan tinggi tentu juga ilmu silat. Akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan bertanya,

"Locianpwe, apakah yang dapat kuberikan kepada locianpwe? Harta milikku hanya pedang itu, dan beberapa macam ilmu silat yang telah dikalahkan olehmu."

"Ha-ha-ha, memang ilmu apapun yang kau keluarkan, tidak mungkin engkau dapat menandingi See-thian-ong! Akan tetapi, diantara semua ilmu itu, aku tertarik sekali melihat ilmumu jungkir balik tadi. Nah, bagaimana kalau engkau memberi tahu padaku tentang ilmu jungkir balik itu sebagai pengganti nyawamu?"

Thian Sin menarik napas panjang.
"Ilmu itu adalah peninggalan dari mendiang ayahku, Ceng Han Houw dan merupakan ilmu pusaka. Akan tetapi karena locianpwe dapat dikatakan orang sendiri, biarlah kuberikan kalau locianpwe hendak mempelajarinya. Bebaskan aku, dan kitab ilmu itu akan kupinjamkan kepada locianpwe."

Girang sekali hati kakek itu. Dia bersikap memandang rendah ilmu itu padahal sebenarnya dia ingin sekali mempelajarinya. Dengan cepat tongkatnya bergerak dan bagaikan seekor ular mematuk, ujung tongkat itu dua kali mengenai leher dan pundak Thian Sin, dan pemuda itu seketika dapat bergerak kembali.

"Thian Sin, engkau sembuh kembali!" Cian Ling berkata dengan girang sambil memegang lengan pemuda itu.

"Dan engkaupun ikut bertanggung jawah, Cian Ling. Maka engkaupun berjasa dan engkau boleh minta upah sepuasnya dari pemuda ini, ha-ha-ha! Nah, keluarkanlah kitab itu, Thian Sin."

Thian Sin segera mengeluarkan kitab peninggalan ayahnya itu, kitab pelajaran Ilmu Silat Hok-te Sin-kun dan menyerahkannya kepada See-thian-ong sambil berkata,

"Locianpwe, kitab ini adalah tulisan ayah sendiri dan merupakan kitab pusaka bagiku maka aku hanya dapat meminjamkannya kepadamu selama tiga bulan saja. Setelah lewat tiga bulan, harap locianpwe mengembalikannya kepadaku."

"Ha-ha, tentu saja. Tidak ada ilmu yang membutuhkan waktu demikian lamanya untuk kupelajari!" katanya sambil membuka-buka kitab itu.

Thian Sin memungut pedangnya dari atas tanah dan menyarungkannya kembali, lalu mengebut-ngebutkan pakaiannya yang kotor, dibantu oleh Cian Ling.

"Apakah selama suhu mempelajari kitabnya itu dia boleh tinggal bersamaku?" Cian Ling bertanya.

Gurunya tertawa.
"Tentu saja! Dia menjadi tamu kita dan engkau boleh melayaninya sepuasmu, ha-ha-ha!" Setelah berkata demikian, sekali melompat kakek itu lenyap di balik pohon-pohon.

"Untung engkau selamat, Thian Sin," Cian Ling berkata sambil merangkulnya.

Thian Sin balas merangkul dan menarik napas panjang.
"Karena bantuanmu, Cian Ling. Engkau telah menolong dan aku berhutang budi padamu, entah bagaimana dapat membalasmu."

"Ihh, masa kau tidak tahu bagaimana harus membalasnya? Asal engkau selalu bersikap manis, dan mencintaku, biar harus berkorban nyawa untukmupun aku rela, kekasihku."

Demikianlah, melalui Cian Ling akhirnya Thian Sin berhasil berhadapan dengan See-thian-ong bahkan telah berhasil menguji kepandaian datuk itu. Diapun tahu bahwa kalau datuk itu tidak mempergunakan sihir, dia akan mampu melawan dan menandinginya, bahkan mengalahkannya. Hanya ilmu sihir datuk itulah yang amat berbahaya dan tidak dapat dilawannya, maka, jalan satu-satunya untuk dapat mengalahkan datuk barat ini hanyalah menghadapi dan mengalahkan sihirnya.

Semenjak hari itu, Thian Sin diajak pulang ke Si-ning oleh Cian Ling. Gadis ini tinggal di Si-ning, di mana terdapat sebuah rumah besar milik See-thian-ong, dimana kakek itu tinggal bersama selir-selirnya. Dan di sisi rumah besar itu terdapat paviliun-paviliun kecil dimana tinggal So Cian Ling di bangunan kecil sebelah kanan sedangkan Ciang Gu Sik tinggal di bangunan sebelah kiri. Masih ada lagi beberapa orang murid See-thian-ong yang tinggal di bangunan sebelah belakang dan mereka itu menjadi murid merangkap pelayan-pelayan yang mengurus rumah gedung guru mereka.

Ciang Gu Sik, murid kepala yang telah lama jatuh cinta kepada Cian Ling, tentu saja merasa mendongkol, cemburu dan panas hatinya melihat betapa pemuda putera pangeran itu menjadi tamu dan tinggal bersama dengan sumoinya itu. Akan tetapi dia tidak dapat berbuat sesuatu karena hal itu telah disetujui oleh gurunya.

So Cian Ling semakin tergila-gila kepada Thian Sin. Selama petualangannya dengan kaum pria, yaitu semenjak dara itu dipaksa menyerahkan dirinya kepada gurunya, dan kemudian dengan watak yang terbentuk oleh pendidikan gurunya ia menjadi tidak peduli akan urusan susila dan mendekati pria mana saja yang dikehendakinya, baru sekali ini ia benar-benar jatuh cinta!

Bukan cinta nafsu berahi belaka, melainkan sungguh-sungguh jatuh cinta kepada Thian Sin dan timbul keinginan hatinya untuk selamanya tidak akan berpisah lagi dari pemuda itu. Karena inilah, maka semua permintaan Thian Sin dilaksanakannya dengan hati penuh kerelaan dan kesetiaan. Juga, ketika Thian Sin bertanya bagaimana dia dapat menghadapi ilmu sihir dari See-thian-ong dapat "menghilang" itu, Cian Ling lalu berusaha sedapatnya untuk memecahkan rahasia gurunya.

Dia sendiri memang sudah pernah mempelajari ilmu sihir dari gurunya. Akan tetapi sihirnya itu hanya terbatas pada mempengaruhi pikiran orang saja. Dengan ilmu sihirnya ini, Cian Ling dapat menundukkan laki-laki yang berani menolaknya, dan membuat laki-laki itu bertekuk lutut dan jatuh cinta padanya.

Akan tetapi ilmu sihir mempengaruhi pikiran orang lain ini akan terbentur batu kalau berhadapan dengan orang yang kuat batinnya. Buktinya, semua ilmu sihir dari See-thian-ong yang sifatnya mempengaruhi pikiran orang lain dan membalikkan pandangan atau pendengaran orang lain melalui pikiran, dapat dibuyarkan oleh Thian Sin melalui pengerahan khi-kangnya. Akan tetapi, ilmu sihir membuat dirinya lenyap dari pandangan mata lawan itu berbeda lagi dan Cian Ling sendiri belum pernah mempelajarinya.

Menurut suhunya, ilmu itu tidak mudah dimiliki orang, melainkan dapat dimiliki melalui pertapaan bertahun-tahun dan melalui pantangan-pantangan yang amat berat. Ilmu itu termasuk ilmu hitam, yang berdekatan dengan kekuatan-kekuatan gaib alam halus atau dengan lain kata-kata ilmu bantuan roh atau setan.

Ketika Thian Sin minta kepadanya agar gadis itu suka memberi tahu kepadanya tentang rahasia ilmu menghilang dari See-thian-ong itu, Cian Ling mula-mula menjadi bingung sekali.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: