*

*

Ads

Selasa, 30 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 088

Gairah yang ada dalam hubungan seksual adalah wajar. Rasa tertarik antara pria dan wanita adalah wajar. Rasa nikmat yang didapat dalam hubungan itupun adalah wajar, merupakan satu diantara berkah yang berlimpahan bagi manusia. Namun kalau kita melaksanakan perbuatan itu dengan dasar mengejar kenikmatan, mencari kesenangan, maka kita telah menyalahgunakan berkah itu.

Dan timbullah perbuatan-perbuatan yang merupakan penyelewengan-penyelewengan hanya demi mencapai kesenangan belaka, seperti perjinaan-perjinaan dan sebagainya, yang kesemuanya itu dilakukan hanya karena dorongan nafsu berahi belaka, hanya untuk mencari kenikmatan belaka. Dan muncullah akibat-akibat seperti pelanggaran dari norma-norma kesusilaan manusia yang telah terbentuk.

Akibat-akibat itu bermacam-macam, misalnya, kandungan di luar nikah, permusuhan karena memperebutkan wanita, permusuhan karena merasa dilanggar kehormatannya, permusuhan karena perkosaan, penyakit-penyakit kelamin, dan sebagainya lagi.

Kebijaksanaan sajalah yang dapat menertibkan semua ini. Kebijaksanaan yang timbul kalau kita berada dalam keadaan waspada dan sadar. Hanya dasar cinta kasih sajalah yang akan menghalalkan semua perbuatan hubungan seksual ini. Dengan cinta kasih, maka segalanyapun baik. Dan cinta kasih itu bukan sekali-kali berarti hubungan seks! Sungguhpun hubungan seksual merupakan sebagian daripada cinta kasih antara pria dan wanita dalam hubungan suami isteri, suatu pencurahan daripada kasih sayang dan kemesraam. Dan sebagai manusia tentu saja kita tidak mungkin terlepas daripada norma-norma kesusilaan, daripada hukum-hukum yang telah diterima oleh masyarakat.

Kalau hukum itu mengatakan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita barulah benar kalau dilakukan antara suami dan isteri yang sudah menikah secara sah, maka sudah tentu kita tidak mungkin dapat melepaskan dari ketentuan itu. Sebaliknya, andaikata masyarakat kita tidak mengadakan peraturan itu, tentu saja kitapun terikat oleh hukum tentang pernikahan.

Semua hukum itu hanyalah menjaga ketertiban lahiriah belaka. Akan tetapi yang terpenting adalah ketertiban menyeluruh yang berpusat kepada batin. Kenikmatan memiliki kekuatan besar sekali untuk mengikat manusia melalui kesenangan. Mengingat-ingat dan mengenangkan pengalaman yang nikmat selalu mendorong manusia untuk mengulang kenikmatan itu.

Di dalam perahu kecil itu, yang terapung di atas danau yang amat sunyi, Thian Sin terseret dalam buaian yang mendatangkan nikmat dan memabukkan. Cian Ling yang menemukan sesuatu yang selama ini selalu diimpikan dan dibayangkannya, mempergunakan kesempatan itu untuk memuaskan dirinya tanpa mengenal batas, menyeret Thian Sin ke dalam kenikmatan nafsu berahi!

Setelah bertemu dengan Thian Sin dan merasa kagum, suka dan cocok sekali dengan pemuda putera pangeran ini, yang selain tampan, gagah dan menyenangkan, juga yang ia tahu memiliki ilmu kepandaian amat tinggi, timbul rasa cinta dalam hati Cian Ling. Ingin ia dapat mengikat dan memiliki pemuda itu, bukan hanya memiliki tubuhnya, melainkan juga memiliki hatinya, cintanya.

Maka, dengan segala kelembutan kewanitaannya, ditambah segala pengalaman dan siasatnya dalam bermain cinta, Cian Ling hendak menaklukkan Thian Sin agar pemuda itu jatuh dan tidak akan mampu melepaskan diri dari cengkeramannya. Akan tetapi, setelah mereka tinggal di dalam perahu itu sampai semalam suntuk, bukannya Thian Sin yang bertekuk lutut, bahkan sebaliknya Cian Ling sendiri yang semakin tergila-gila!

Pemuda itu memiliki pribadi yang amat kuat, memiliki kejantanan yang bahkan mengalahkan seorang wanita seperti Cian Ling yang sudah berpengalaman dalam hal bermain cinta. Maka, setelah mereka berada di dalam perahu itu, dan hanya minggir untuk mencari makanan, kadang-kadang keduanya berenang-renang di sekitar perahu, kadang-kadang mereka bercakap-cakap, bercanda dan bermain cinta di dalam perahu atau di air yang jernih selama dua hari, maka gadis itulah kadang-kadang menyatakan cintanya.






Cian Ling sampai bersumpah menyatakan cintanya kepada Thian Sin. Sebaliknya, pemuda itu hanya tenang-tenang saja dan tersenyum penuh kemenangan. Dia menikmati hubungannya dengan Cian Ling, akan tetapi sama sekali dia tidak jatuh cinta. Dia suka kepada gadis itu, tentu saja.

Siapakah orangnya, kalau dia laki-laki normal, yang tidak suka kepada seorang gadis yang cantik jelita, berkepandaian, dan memiliki gairah yang demikian besar, dan yang meminta pula? Akan tetapi, dalam pandangan Thian Sin, Cian Ling hanyalah seorang gadis yang selain menyenangkan, juga merupakan suatu jembatan untuk dia mendekati See-thian-ong!

Setelah dua hari dua malam berada di perahu itu, seperti sepasang suami isteri berbulan madu, akhirnya keduanya merasa bosan tinggal di atas danau dan merekapun mendarat. Inipun adalah kehendak Thian Sin yang ingin dapat bertemu dan memasuki sarang See-thian-ong. Dari Cian Ling, dia sudah mendengar segalanya tentang See-thian-ong. Dan menurut penuturan gadis itu, dia tahu bahwa selain amat lihai ilmu silatnya, terutama ilmu tongkatnya, juga See-thian-ong amat pandai dalam ilmu sihir.

"Banyak sudah tokoh-tokoh kang-ouw yang memiliki ilmu silat tinggi, yang tingkat ilmu silatnya mungkin tidak kalah atau setidaknya setingkat dengan kepandaian suhu, terpaksa harus tunduk karena ilmu sihir dari suhu," antara lain Cian Ling berkata.

Ketika mereka meninggalkan telaga, Cian Ling mengajaknya ke dalam sebuah hutan yang amat indah. Hutan itu berada di lereng yang penuh dengan pohon-pohon dan bunga-bunga, dan di tengah-tengah hutan terdapat padang rumput yang tidak tinggi dan dapat hidup subur, maka padang rumput itu tebal sekali dan kalau diinjak rasanya seperti menginjak beludru tebal saja. Luar biasa indahnya tempat itu.

"Ini adalah tempat yang paling kusuka, Thian Sin. Kalau aku sedang kesal hati, di sinilah aku pergi untuk melupakan semua kekesalan hatiku. Dan sekarang, kau kuajak kesini! Engkaulah laki-laki pertama yang kuajak ke tempat ini..."

Thian Sin tersenyum. Dia duduk di atas rumput, menyandarkan kepalanya di atas kedua pahanya. Mereka saling rangkul dengan sikap mesra.

"Cian Ling, engkau seorang gadis yang amat luar biasa. Akan tetapi... bagaimana engkau dapat menjadi murid See-thian-ong? Dan sepanjang pendengaranku tentang dia, dia itu suka sekali dengan wanita-wanita muda."

Thian Sin setengah memancing untuk mengetahui lebih banyak tentang hubungan antara wanita ini dan gurunya. Cian Ling menarik napas panjang, seperti seekor kucing yang dipangku dan dibelai, karena Thian Sin dengan pandai menggunakan jari-jari tangannya untuk membelai anak rambut halus di sekitar tengkuk dan dahi itu.

"Memang suhu seorang laki-laki yang aneh. Dan tentang wanita, yahh... dia suka sekali dan setiap hari, maksudku setiap malam, harus ada wanita muda cantik yang mendampinginya. Dia... dia kuat sekali, akan tetapi dibandingkan dengan engkau, dia bukan apa-apa..."

Cian Ling menarik leher pemuda itu dan menciumnya... Thian
Sin membiarkan gadis itu, kemudian melepaskan diri dan berkata lagi.

"Dan engkau begini cantik dan muda, mustahil kalau dia melepaskanmu..."

"Kau... kau cemburu?"

Cian Ling bangkit duduk dan memandang tajam, akan tetapi bibirnya yang manis tersenyum.

Thian Sin menggeleng kepala sambil menunduk dan melihat gadis itu mengangkat muka memandangnya dari atas pangkuan.

"Tidak, aku hanya menduga begitu saja."

Cian Ling menarik napas panjang, nampaknya kecewa.
"Aihhh... ingin aku melihat engkau cemburu. Kata orang, cemburu itu tandanya cinta."

Thian Sin hanya tersenyum dan berkata singkat, penuh kecerdikan tersembunyi,
"Nona manis, kalau aku tidak cinta padamu, masa aku mau menemanimu seperti ini?"

Cian Ling gembira sekali, bangkit duduk dan merangkul leher Thlan Sin, menciuminya penuh nafsu. Akan tetapi Thian Sin perlahan-lahan melepaskan diri dan berkata,

"Duduklah yang baik dan kita bicara tentang gurumu. Aku ingin sekali mendengar tentang datuk barat itu."

"Bukankah sudah banyak aku bercerita tentang dia? Memang dugaanmu benar. Orang laki-laki seperti guruku itu, mana mau melepaskan aku? Terus terang saja, dialah yang pertama kali menggauliku. Dia adalah guruku, juga pengganti orang tuaku yang amat baik kepadaku, dan juga dialah laki-laki pertama yang pernah menyentuhku dan mengajariku tentang cinta seperti... seperti aku mengajarimu, Thian Sin."

Gadis itu tersenyum lebar. Thian Sin tidak merasa cemburu, hanya merasa tak senang dan agak muak mendengar akan hubungan guru dan murid seperti itu. Guru tiada jauh bedanya dengan kedudukan seorang ayah, maka hubungan kelamin antara guru dan murid sungguh menimbulkan perasaan tidak enak baginya.

Akan tetapi karena dia hendak menggunakan gadis ini sebagai jembatan untuk berkenalan dengan See-thian-ong dan mencari rahasianya agar dia mampu mengalahkannya, maka diapun tidak memberi komentar atas hal itu.

"Cian Ling, coba kau jelaskan. Dua macam ilmunya yang pernah kau beritahukan kepadaku itu, yaitu ilmu khi-kang yang membuat tubuhnya penuh dengan hawa sampai menggembung besar, dan ilmu tongkatnya, mana yang lebih berbahaya?"

"Thian Sin, sungguh menyesal sekali aku tidak dapat menjelaskan secara terperinci, karena biarpun aku merupakan murid tersayang dari suhu dan agaknya diantara semua muridnya akulah yang paling unggul, namun kedua ilmu itu merupakan ilmu simpanan suhu pribadi, tidak pernah diajarkan kepada orang lain. Bahkan Twa-suheng Ciang Gu Sik juga tidak diajar ilmu itu, padahal dia disebut sebagai murid kepala. Kalau dia diajari dua ilmu itu, tentu akupun akan kalah olehnya."

"Sayang, aku ingin sekali tahu sampai dimana kehebatan dua ilmu itu."

"Aku hanya dapat memberi tahu bahwa ilmu khi-kang yang membuat tubuhnya menggembung itu disebutnya ilmu Hoa-mo-kang. Kalau suhu sudah mengeluarkan ilmu ini, tubuhnya menggembung besar seperti balon terisi angin dan segala macam senjata tidak mampu menembus kulitnya dan selain itu, juga dengan hembusan khi-kang melalui pukulan-pukulannya, maka jarang ada lawan mampu menahannya. Sedangkan ilmu tongkatnya dinamakan Giam-lo-pang-hoat (Ilmu Tongkat Malaikat Kematian) dan segala macam tongkat atau bahkan sepotong kayupun kalau berada di tangannya dan dimainkan dengan ilmu itu akan berubah menjadi senjata yang amat ampuh. Hanya itulah yang kuketahui, kekasihku." Kemudian, gadis itu memegang tangan Thian Sin dan bertanya, "Engkau bertanya-tanya tentang suhu, sebenarnya mau apakah?"

Thian Sin sudah mempersiapkan diri untuk pertanyaan seperti itu yang memang sudah diduganya sekali waktu akan keluar dari mulut Cian Ling. Maka sambil memeluknya dan merebahkan gadis itu terlentang kembali ke atas pangkuannya, dia menjawab.

"Cian Ling, engkau tentu sudah mendengar akan riwayatku, kumaksudkan, riwayat mendiang ayahku, bukan?"

Gadis itu tertawa dan meraih dagu pemuda itu untuk dibelainya, pandang matanya penuh rasa kagum karena pertanyaan itu mengingatkan ia akan kenyataan yang membuat ia merasa bangga, yaitu bahwa pemuda yang telah menjadi miliknya ini, yang menyerahkan keperjakaannya, adalah putera Pangeran Ceng Han Houw yang namanya selalu mendatangkan rasa kagum dalam hatinya.

"Tentu saja! Siapa yang tidak pernah mendengar nama Pangeran Ceng Han Houw yang menggemparkan dunia, seorang pangeran muda yang tampan dan yang telah menjatuhkan hati seluruh wanita di dunia ini, yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan bahkan pernah dianggap sebagai seorang jagoan nomor satu di dunia..."

"Itulah yang kumaksudkan. Aku ingin memenuhi keinginan mendiang ayahku, dan akan kuperlihatkan kepada dunia bahwa puteranya ini mampu memenuhi cita-cita ayahnya, yaitu aku ingin mengalahkan semua datuk di empat penjuru. Dan, aku ingin sekali mencoba kepandaian See-thian-ong dan mengalahkannya."

"Ahhh... untuk mengalahkan suhu, sungguh merupakan suatu hal yang amat sukar, kekasihku."

"Aku hanya mengharapkan bantuanmu, Cian Ling. Siapa lagi yang dapat membantuku kecuali engkau dalam menghadapi suhumu itu."

"Tentu saja aku mau membantumu dalam segala hal, akan tetapi bagaimana aku dapat membantumu menghadapi suhu? Kalau suhu mengeluarkan dua macam ilmu itu, aku tidak berdaya sama sekali, dan pula... mana mungkin aku dapat melawan suhu yang begitu baik terhadap diriku seperti terhadap anak sendiri?"

"Hemm, seperti anak atau seperti kekasih?"

"Hi-hik, kau cemburu?"

Thian Sin tidak menjawab, melainkan merangkul dan dibalas oleh Cian Ling. Mereka tidak bicara lagi melainkan mengulang kembali apa yang telah sering mereka lakukan di dalam perahu selama dua malam itu. Agaknya tiada bosan-bosannya bagi mereka berdua untuk bermesraan dan menumpahkan rasa cinta berahi mereka.

Ketika mereka sedang berkasih mesra, Cian Ling dapat melihat bahwa suhengnya, yaitu Ciang Gu Sik, datang dan mengintai dari tempat yang tidak jauh dari situ dari balik sebatang pohon. Karena Gu Sik datang dari arah belakang Thian Sin yang sedang asyik bermesraan itu, maka pemuda ini tidak melihatnya. Akan tetapi, Cian Ling dapat melihatnya, dan diam-diam gadis ini tersenyum. Kemudian gadis ini memperlihatkan sikap yang lebih mesra daripada biasanya, bahkan sengaja mengeluarkan suara-suara manja agar terdengar oleh Gu Sik.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: