*

*

Ads

Selasa, 30 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 083

Thian Sin memutar pedang melindungi dirinya dan berusaha melawan sekuat tenaga. Namun, dia hanya dapat bertahan sampai tiga puluh jurus saja dan tiba-tiba kembali terdengar suara keras. Kini huncwe atau gulungan sinar api itu berputar-putar dan pedangnya seperti "terlibat" dan ikut berputar, kemudian, tiba-tiba saja pedangnya terlepas dan huncwe itu menyambar.

Dia mengelak untuk disambut tangan kiri dan dia cepat mengerahkan Thi-khi-i-beng, akan tetapi terasa panas pada punggungnya dan Thi-khi-i-beng itu membuyar, lalu dia menggunakan tenaga Thian-te Sin-ciang untuk melindungi punggungnya yang dicengkeram tangan kiri lawan. Akan tetapi, jari-jari tangan itu meremas dan memutar sedemikian rupa sehingga otot-ototnya terkena remasan dan tiba-tiba saja Thian Sin roboh dengan lemas.

Kakek itu tertawa dan dengan marah Thian Sin berusaha untuk bangun, akan tetapi setiap kali dia menggerakkan tubuhnya, dia menahan rasa nyeri yang amat sangat di punggungnya dan roboh lagi. Punggungnya itu seolah-olah patah tulangnya dan dengan punggung seperti itu, maka tentu saja dia tidak mampu menggerakkan lagi tangan kakinya karena setiap gerakan kaki tangan sudah tentu mengandalkan kekuatan dari punggung.

"Ayah, kenapa tidak dibunuh saja orang ini?"

Tiba-tiba Siangkoan Wi Hong berkata sambil meloncat maju dengan yang-kim yang berbahaya itu di tangannya.

Thian Sin maklum bahwa sekali pukul saja, dia sudah tidak berdaya menghindar dan nyawanya akan melayang. Akan tetapi dia kini rebah terlentang dengan sinar mata terbelalak penuh keberanian, seolah-olah dengan sinar matanya itu dia menantang maut!

"Ha-ha, jangan dibunuh. Aku sudah berjanji bahwa dia masuk kesini dalam keadaan hidup, maka keluarnya dari sinipun dalam keadaan hidup. Akan tetapi hidup yang bagaimana? Ha-ha-ha, ingin aku melihat bagaimana wajah Pangeran Ceng Han Houw, jagoan nomor satu itu kalau dapat melihat puteranya yang tampan gagah, berubah menjadi seorang manusia tapadaksa yang tidak berguna sama sekali."

Thian Sin merasa ngeri juga membayangkan ancaman ini. Tentu kakek itu akan membuatnya sebagai seorang manusia dengan cacad yang membuat dia selama hidupnya tidak berguna. Itu lebih hebat daripada kalau dia dibunuh! Maka diapun cepat mempergunakan akal.

"Pak-san-kui, kalau ayahku masih hidup, atau kalau aku sudah mempelajari ilmu-ilmu dari ayahku, aku yakin engkau tidak akan berani bersikap seperti ini!"

Pak-san-kui memandang kepadanya dan mengangguk-angguk.
"Mungkin sekali, akan tetapi sayang, ayahmu telah tidak ada lagi dan engkau ternyata hanya merupakan murid Cin-ling-pai yang baik sekali, sama sekali tidak mewarisi kepandaian ayahmu. Dan engkau sudah membuat Phoa-taijin menjadi manusia yang hidup tidak matipun tidak, maka akupun hendak membikin engkau seperti dia."

"Orang macam Phoa-taijin itu tidak dibunuhpun masih untung! Apa gunanya orang seperti dia yang begitu ceroboh? Menggunakan perampok-perampok tolol untuk menjalankan siasat, kemudian membasmi keluarga Ciu. Tahukah locianpwe siapa Ciu Khai Sun? Dia tokoh besar Siauw-lim-pai dan apa artinya itu? Artinya bahwa gerakan sekutu locianpwe itu akan mendapat tentangan yang besar dan kuat. Kalau Phoa-taijin cerdik, tentu dia mempergunakan orang-orang yang lebih lihai agar usaha merampok itu berhasil baik, dan juga tidak nanti membunuh orang Siauw-lim-pai! Locianpwe, aku adalah putera Pangeran Ceng Han Houw, karena itu aku membunuh sebanyak mungkin pasukan pemerintah. Apakah kenyataan ini tidak cukup membuka mata bahwa aku adalah seorang sekutu locianpwe yang cukup baik, bahkan jauh lebih baik daripada orang she Phoa yang tolol itu?"






Kakek itu mendengarkan dengan alis berkerut, akan tetapi wajahnya mulai berubah dan sinar matanya berseri.

"Dan andaikata benar omonganmu, dan aku menjadikan engkau sekutu, lalu apa gunanya engkau bagiku?"

"Locianpwe, mendiang ayahku adalah seorang jagoan nomor satu di dunia. Tentu locianpwe sudah mendengar akan ilmu-ilmu yang dimilikinya, ilmu-ilmu hebat dan mujijat Hok-lion Sin-ciang (Tangan Sakti Penakluk Naga), dan ilmu dengan jungkir balik yang disebut Hok-te Sin-kun (Silat Sakti Balikkan Bumi)."

Wajah kakek itu makin berseri dan dia mengangguk.
"Hanya dongeng saja! Buktinya, putera tunggalnyapun tidak mampu mainkan dua ilmu itu!"

"Sudah kukatakan bahwa karena selama ini aku ikut di Lembah Naga dan mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, maka aku tidak sempat mempelajarinya. Akan tetapi kalau locianpwe berminat, bebaskanlah dulu aku dan kita dapat bicara."

"Ayah, hati-hati terhadap anak ini, dia pandai bicara pula," kata Siangkoan Wi Hong.

Akan tetapi kakek itu yang haus akan kepandaian silat yang hebat tidak peduli dan dia sudah menggerakkan tangan, menotok ke beberapa bagian punggung Thian Sin. Pemuda ini dapat bergerak kembali lalu bangkit berdiri dan menjura.

"Locianpwe telah mengambil keputusan yang tepat sekali dan menguntungkan kedua fihak."

"Ceng Thian Sin, jelas untung bagi fihakmu, akan tetapi aku tidak melihat apa keuntungannya bagi ayah!" kata Siangkoan Wi Hong.

"Siangkoan-twako, engkau tahu bahwa aku bukan seorang laki-laki yang suka membohong. Aku tidak takut mati, tadi aku hanya menawarkan kerja sama yang baik dan menguntungkan kedua fihak. Aku mempunyai kitab-kitab ayahku itu dan kutawarkan kepada Siangkoan locianpwe."

"Dimana kitab-kitab itu?" tanya Pak-san-kui dengan girang.

"Nanti dulu, locianpwe. Locianpwe tentu akan dapat mempelajari ilmu-ilmu ayahku itu, hal ini kutanggung dengan taruhan nyawa. Akan tetapi apa imbalannya? Seorang gagah bukan memberi ilmu dengan cuma-cuma, juga tidak menerima ilmu secara cuma-cuma pula."

"Hemm, apa yang kau kehendaki? Aku sudah membebaskanmu!"

"Ah, itu bukan imbalan namanya. Diantara kita tidak ada permusuhan, bahkan mengingat akan keadaanku yang tentu dianggap pemberontak oleh pemerintah, kita ini mempunyai persamaan, bukan? Sungguhpun locianpwe bekerja di dalam selimut dan aku di luar selimut."

"Ha-ha-ha-ha, engkau memang cerdik. Nah, apa yang kau minta sebagai penukar ilmu-ilmu peninggalan Pangeran Ceng Han Houw?"

"Locianpwe, diantara ilmu-ilmu locianpwe, yang amat menarik dan mengagumkan hatiku adalah ilmu huncwe dari locianpwe tadi. Maka, aku mau menukar kedua ilmu peninggalan ayahku dengan ilmu huncwe dari locianpwe."

"Ha-ha-ha, engkau memang cerdik bukan main! Selama hidupku, belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmu huncweku ini, dan sekarang engkau ingin mempelajarinya. Ha-ha-ha, baiklah, kita tukar dua ilmu itu!"

"Ayah...!" Siangkoan Wi Hong berseru kaget.

Dia sendiri sebagai putera datuk itu belum diberi pelajaran ilmu itu yang menurut ayahnya tidaklah mudah dan selain harus memiliki bakat yang amat baik, juga membutuhkan waktu yang amat lama sekali dan di samping itu harus menjadi ahli mengisap asap tembakau pula! Padahal Siangkoan Wi Hong tidak suka mengisap pipa tembakau, oleh karena itu selama ini dia belum pernah mempelajari ilmu simpanan
ayahnya itu.

"Aku sudah berjanji!" Ayahnya memotong. "Dan kita masing-masing mempelajari ilmu-ilmu itu selama enam bulan. Setujukah engkau, Ceng Thian Sin?"

"Baik, locianpwe. Enam bulan sudah cukup bagiku!"

Pemuda itu lalu menanggalkan jubahnya, tidak melihat betapa Siangkoan Wi Hong tersenyum-senyum karena pemuda ini sudah dapat menangkap siasat ayahnya.

Menurut ayahnya, untuk dapat mempelajari ilmu huncwe itu secara sempurna, seorang yang berbakat baik sekalipun membutuhkan waktu sedikitnya tiga tahun! Dan kini ayahnya berjanji akan mengajarkan ilmu itu selama setengah tahun saja. Mana mungkin Thian Sin akan dapat menguasainya dalam waktu setengah tahun? Sebaliknya, ayahnya adalah seorang yang bakatnya luar biasa sekali dalam ilmu silat. Ilmu silat apapun, setelah dilatihnya dua tiga kali saja tentu sudah dapat ditangkap sarinya dan dapat dikuasainya! Sekali ini, Thian Sin kena batunya dan bertemu dengan seorang datuk yang selain lihai juga amat cerdik.

Akan tetapi, ayah dan anak ini sama sekali tidak menduga bahwa Thian Sin memiliki kecerdikan yang akan mengejutkan mereka. Biarpun selama ini, sejak kecilnya, Thian Sin dididik oleh orang-orang yang mengutamakan kebajikan dan menjauhi kepalsuan dan kejahatan, namun dasarnya dia memiliki kecerdikan yang luar biasa dan kalau dia menghendaki, dia mampu menciptakan siasat dan muslihat yang amat cerdik.

Dia menerima janji enam bulan itu dengan hati girang, karena dia merasa yakin bahwa kitab-kitab peninggalan ayahnya itu tidak akan dapat dipelajari oleh siapapun kecuali oleh dia yang tahu akan kuncinya. Bahkan, makin lama dipelajari orang begitu saja, orang itu akan tersesat semakin jauh. Sedangkan bagi dia, sama sekali dia tidak ingin belajar mainkan huncwe itu, melainkan dia ingin mengenal inti gerakannya, mengenal kekuatannya dan juga bagian-bagiannya yang lemah sehingga dia akan lebih mampu menghadapinya kelak!

Thian Sin kini merobek pinggiran jubahnya, dan ternyata dua buah kitab tipis digulungnya dan disembunyikannya di dalam atau di balik jahitan jubah itu, diantara dua kain jubah dirangkapkan.

"Nah, inilah kitab-kitab peninggalan ayah, locianpwe. Mulai hari ini, locianpwe boleh mempelajarinya bersama aku, karena aku sendiri juga belum sempat mempelajarinya, dan di samping itu harap locianpwe mulai memberi petunjuk kepadaku tentang ilmu huncwe itu."

Sambil membuka-buka dua buah kitab penuh tulisan tangan dan lukisan tangan dari mendiang Pangeran Ceng Han Houw yang cukup jelas itu, Pak-san-kui berseri-seri wajahnya dan mengangguk-angguk.

"Tentu saja, anak yang baik, aku akan mengajarkan ilmu huncwe kepadamu."

Dia merasa girang sekali karena sedikit keraguannya bahwa kitab itu palsu lenyap oleh pernyataan Thian Sin yang mempelajarinya juga bersamanya.

Agaknya pemuda yang gagah perkasa ini amat jujur, suatu sifat yang amat buruk dan lemah dari kaum pendekar, berbeda dengan mereka dari golongan hitam yang selalu mengutamakan kecerdikan!

Demikianlah, mulai hari itu, Thian Sin diterima di dalam gedung besar indah itu sebagai seorang tamu, bahkan Siangkoan Wi Hong yang tadinya menaruh curiga, setelah melihat betapa penukaran ilmu sungguh sama sekali tidak merugikan ayahnya bahkan menguntungkan, kini kembali tertarik lagi kepada Thian Sin dan menganggapnya sebagai seorang sahabat baik. Malah dia sering mengajak Thian Sin berlatih untuk memperdalam ilmu silatnya, karena dia tahu bahwa pemuda itu memang pandai bukan main.

Ayahnya sendiri dengan terus terang mengatakan bahwa andaikata ayahnya tidak memiliki ilmu huncwe yang lihai itu, kiranya akan sukar untuk mengalahkan pemuda ini!

Setiap hari Pak-san-kui dan Thian Sin mempelajari ilmu-ilmu dari kitab peninggalan Ceng Han Houw, mula-mula Ilmu Hok-liong Sin-ciang, ilmu ini adalah ilmu silat yang gerakannya aneh sekali, dan dengan lahapnya, Pak-san-kui menghafalkan jurus-jurus ilmu silat ini yang hanya terdiri dari delapan belas jurus saja, akan tetapi di dalam delapan belas jurus ini terkandung bermacam gerakan yang amat lihai kalau dipakai menyerang.

Yang dirahasiakan oleh Pangeran Ceng Han Houw dan hanya diketahui kuncinya oleh Thian Sin dalam ilmu Hok-liong Sin-ciang ini adalah bagian yang melindungi tubuh di waktu menyerang. Memang serangan itu sama kuat dan lihainya, hanya bedanya, ilmu yang aseli memiliki bagian yang melindungi tubuh sendiri di waktu menyerang, dan karena bagian ini dirahasiakan, maka yang dipelajari oleh Pak-san-kui hanyalah bagian yang menyerang saja dan tanpa disadarinya, tentu saja selagi melakukan serangan ini maka ada bagian tubuh yang terbuka dan tidak terlindung.

Saking girangnya melihat betapa hebatnya jurus serangan itu, Pak-san-kui tidak tahu bahwa serangan itu mengandung kelemahan yang hebat pula! Hanya dalam waktu sebulan saja dia telah dapat menghafal delapan belas jurus itu dan merasa sudah sempurna, tinggal melatihnya saja.

Juga Thian Sin memiliki bakat yang sama besarnya dengan Pak-san-kui, bahkan dia tidak kalah cerdiknya. Diam-diam dia menggunakan kunci latihan itu dan dia dapat melakukan gerakan yang lebih sempurna, karena mencakup segi perlindungan diri. Perbedaannya terletak pada letak kaki atau tangan di waktu menyerang.

Sebagai contohnya, pada jurus ke empat kaki kanan menerjang dari samping dengan menyilang. Di waktu menendang ini, menurut kitab itu, lengan kiri diangkat sebagai keseimbangan tubuh, padahal menurut kuncinya, yang diangkat adalah lengan kanan sehigga lengan kiri dapat diturunkan dan menjaga selangkangan yang terbuka dan pada detik tendangan dilakukan tentu saja terbuka dan tidak terlindung.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: