*

*

Ads

Minggu, 28 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 072

Kurang lebih dua minggu kemudian, pada suatu senja ketika keluarga itu bersama dua orang tamunya berkumpul, makan malam sambil bercakap-cakap, datanglah seorang tamu dari Su-couw yang membawa kabar yang amat mengejutkan. Tamu itu adalah seorang pegawai Pouw-an-piauwkiok di Su-couw, yaitu perusahaan pengawal atau ekspedisi yang dipimpin oleh Kui Beng Sin.

Piauwsu (pengawal) dari Su-couw itu menceritakan bahwa Kui Beng Sin yang mengawal sendiri sebuah kereta yang penuh terisi barang-barang berharga milik seorang pembesar di Su-couw yang dikirim ke selatan, yaitu ke Sin-yang, telah diganggu gerombolan perampok yang mengakibatkan kereta itu dilarikan perampok. Kui Beng Sin terluka cukup parah dan sebagian besar anak buah piauwkiok itu telah tewas.

Mendengar laporan itu, Ciu Khai Sun mengerutkan alisnya.
"Dimana terjadinya perampokan itu dan apakah sudah diketahui siapa perampoknya?"

"Perampokan itu terjadi dekat kota Sin-yang di sebelah utara kota itu, di hutan yang berada di lembah Sungai Luai. Kui-piauwsu mengawalnya sendiri mengingat bahwa barang-barang itu amat berharga, akan tetapi tetap saja dia dan semua pembantunya tidak kuat menghadapi gerombolan yang amat kuat itu."

"Hemm... di lembah Sungai Luai? Setahuku disana biasanya aman, tidak terdapat perampok, dan andaikata ada juga, tentu para perampok itu telah mengenal bendera Pouw-an-piauwkiok," Ciu Khai Sun berkata sambil mengelus jenggotnya.

Sebagai seorang piauwsu tentu saja dia mengetahui daerah itu, yang masih termasuk daerah Propinsi Ho-nan dan tidak jarang anak buahnya mengawal barang melalui daerah selatan itu.

"Itulah yang mengejutkan, Ciu-piauwsu," kata orang itu. "Gerombolan perampok itu agaknya merupakan gerombolan baru di daerah itu yang datang dari lain tempat. Menurut para anggauta Pouw-an-piauwkiok yang berhasil menyelamatkan diri, gerombolan itu dipimpin oleh dua orang laki-laki setengah tua yang memiliki kepandaian yang tinggi sekali, dan anak buah merekapun tidak lebih hanya sepuluh orang saja yang rata-rata memiliki ilmu silat yang tangguh."

"Engkau harus tolong Beng Sin-twako," kata Kui Lan juga Kui Lin mendesak suaminya untuk menolong.

Kui Beng Sin adalah kakak tiri dua orang wanita kembar ini, satu ayah berlainan ibu, oleh karena itu, mendengar akan malapetaka yang menimpa diri kakak tiri mereka itu, tentu saja mereka membujuk suami mereka untuk menolongnya.

"Barang-barang milik pembesar itu berharga sekali, dan inilah yang menyusahkan Kui-piauwsu. Pembesar itu menuntut penggantian, dan agaknya, biar seluruh harta milik Pouw-an-piauwkiok dijual sekalipun, belum tentu akan dapat mengganti harga barang-barang itu yang jumlahnya ribuan tail emas. Dalam keadaan terluka parah, Kui-piauwsu menghadapi semua ini dan dia benar-benar merasa tak berdaya. Kami mengingat akan hubungan keluarga dengan Ciu-piauwsu, maka kami memberanikan diri untuk menyampaikan berita ini."

Cim Khai Sun mengangguk-angguk.
"Pulanglah, dan kami akan mempertimbangkan apa yang kiranya akan dapat kami lakukan."






Setelah orang itu pergi, Kui Lan dan Kui Lin menangis. Mereka merasa kasihan dan juga khawatir sekali mendengar akan kemalangan yang menimpa kakak tiri mereka itu.

Pada saat itu, Thian Sin berkata,
"Harap paman dan bibi suka menenangkan hati. Biarlah saya yang akan berangkat mengejar perampok-perampok laknat itu, membasmi mereka dan merampas kembali barang-barang yang mereka rampok untuk menolong Pouw-an-piauwkiok."

"Benar apa yang dikatakan oleh Sin-te, paman," kata Han Tiong. "Biarlah kami berdua pergi mengejar perampok-perampok itu."

"Aku ikut!" kata Lian Hong.

"Akupun ikut!" kata Bun Hong.

Ciu Khai Sun tersenyum dan dua orang isterinya memandang kepada dua orang pemuda Lembah Naga itu dengan kagum.

"Ah, kalian anak-anak baik. Bagaimana mungkin aku dapat membiarkan kalian pergi menghadapi perampok-perampok lihai itu? Ayah kalian tentu akan marah kalau sampai terjadi sesuatu dengan kalian dan bagaimana tanggung-jawabku?"

"Tidak, paman," kata Han Tiong, suaranya tegas. "Bahkan sebaliknya, kalau ayah mendengar bahwa kami diam saja melihat malapetaka yang menimpa diri Paman Kui Beng Sin yang sudah saya kenal itu, tentu ayah akan sangat marah kepada kami. Biarkan kami pergi, paman."

"Aku tanggung bahwa kami akan dapat merampas kembali barang-barang yang mereka rampok itu, paman!" kata Thian Sin tegas.

Ciu Khai Sun menarik napas panjang, hatinya lega. Tentu saja dia percaya sepenuhnya kepada mereka berdua, karena dia yakin bahwa kepandaian mereka, melihat cara mereka memberi petunjuk kepada Lian Hong dan Bun Hong, tentu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri.

"Baiklah, kalau begitu, biar kupersiapkan pasukan piauwsu untuk membantu kalian."

"Tidak perlu, paman. Biar kami berdua pergi sendiri saja," jawab Han Tiong.

"Ayah, aku ikut!" kata pula Lian Hong.

"Aku juga, biarkan kami ikut bersama Sin-ko dan Tiong-ko!" sambung Bun Hong.

"Aihh, anak-anak, apa kalian kira dua orang kakakmu itu hendak pergi pelesir?" Kui Lan mencela.

"Kalian ini seperti anak kecil saja. Kedua orang kakakmu hendak menempuh bahaya, masa kalian hendak ikut?" Kui Lin juga mengomel.

"Ayah selama ini mengajarkan ilmu silat, dan sekarang terbuka kesempatan bagi kami untuk menambah pengalaman, kenapa kami tidak boleh ikut?" Lian Hong membantah.

"Benar, kita hanya boleh ikut dengan rombongan piauwsu saja, dan hanya diberi kesempatan berhadapan dengan segala pencopet, maling dan perampok kecil saja. Ayah, sekarang Sin-ko dan Tiong-ko hendak melakukan urusan besar, menghadapi perampok-perampok lihai, maka biarlah kami meluaskan pengalaman dan ikut dengan mereka," kata Bun Hong.

"Setidaknya, kita tidak boleh enak-enak saja mambiarkan mereka pergi menghadapi bahaya sendiri!" Lian Hong menambah pula.

Ciu Khai Sun menarik napas panjang.
"Kalian ini sungguh seperti anak-anak kecil saja. Menurut pelaporan, perampok-perampok itu amat lihai sehingga para piauwsu Pouw-an-piauwkiok sampai banyak yang tewas, bahkan Saudara Kui Beng Sin sendiri sampai terluka parah. Jangan kalian main-main, ini bukan urusan kecil."

Melihat wajah Lian Hong cemberut dan mendekati tangis karena kecewa mendengar pencegahan ayahnya itu, Thian Sin segera berkata,

"Paman, sayalah yang akan melindungi adik Lian Hong dan menjamin keselamatannya dan bertanggung jawab kalau ada apa-apa menimpa dirinya!"

Ucapannya itu dilakukan dengan penuh kesungguhan hati sehingga suami dan dua orang isterinya itu diam-diam saling lirik. Juga Han Tiong terkejut mendengar pernyataan yang membayangkan keadaan hati adiknya itu, dan merasa tidak enak mendengar betapa adiknya itu hanya berjanji melindungi Lian Hong saja. Maka diapun cepat berkata dengan suara tenang.

"Benar, paman. Dan saya akan melindungi adik Bun Hong. Kami berdua yang menjamin keselamatan mereka."

Mendengar ucapan dua orang pemuda Lembah Naga itu, Bun Hong dan Lian Hong menjadi girang sekali.

"Kami akan berhati-hati, ayah!" kata Lian Hong.

"Kami hanya akan menonton Sin-ko dan Tiong-ko menundukkan penjahat, dan kalau perlu membantu," sambung Bun Hong.

Akhirnya, keluarga itu merasa tidak enak kalau menolak terus. Dua orang pemuda Lembah Naga itu siap untuk menghadapi penjahat, bahkan berjanji untuk melindungi dua orang anak mereka. Kalau mereka berkeras tidak membolehkan, bukankah hal itu membayangkan bahwa mereka takut kalau-kalau terjadi sesuatu menimpa diri anak mereka? Dan sikap seperti itu jelas tidak membayangkan kegagahan seorang pendekar!

"Baiklah, baiklah..." Akhirnya Ciu Khai Sun berkata dan dua orang anaknya itu girang sakali.

Mereka lalu berkemas karena dua orang pemuda Lembah Naga itu akan berangkat besok pagi-pagi sekali. Kebetulan sekali, Bun Hong pernah ikut rombongan piauwsu melakukan perjalanan ke selatan, maka dia tahu dimana adanya lembah Sungai Luai itu dan dapat bertindak sebagai penunjuk jalan.

**** 072 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: