*

*

Ads

Sabtu, 13 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 059

Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut (Pedang Kayu Harum) merupakan ilmu pedang pusaka dari Cin-ling-pai, yaitu merupakan ilmu pedang asli dari pendiri Cin-ling-pai, pendekar sakti Cia Keng Hong dan tentu saja hanya keturunan pendekar itu saja yang mewarisi ilmu pedang ini.

Cia Bun Houw mewarisinya dari Cia Keng Hong dan kini ilmu pedang itu diwariskan pula kepada Cia Kong Liang. Maka, begitu pemuda ini memainkan Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut, dengan menggunakan sebatang pedang pusaka seperti Hong-cu-kiam yang amat tipis dan ringan sehingga sesuai sekali kalau dipakai untuk mainkan Siang-bhok Kiam-sut, kakek yang buntung telinganya itu menjadi terkejut dan bingung sekali.

Cia Kong Liang memang memiliki gerakan yang amat tangkas dan kuat, diapun tidak mau memberi hati kepada lawannya, maka begitu mereka bergebrak, dia sudah terus mendesak amat dasyatnya, sedikitpun tidak memberi kelonggaran sehingga dari jurus pertama, kakek yang buntung telinganya itu sama sekali tidak mampu balas menyerang, melainkan hanya menangkis, mengelak sambil main mundur terus.

Han Tiong dan Thian Sin memandang kagum. Mereka juga banyak mempelajari ilmu silat, akan tetapi mereka tidak mengenal Siang-bhok Kiam-sut dan kini mereka memandang dengan kagum karena memang gerakan ilmu pedang ini selain amat indah juga aneh.

Dan memang hal ini disengaja oleh Kong Liang yang tahu dengan pasti bahwa Pendekar Lembah Naga, yaitu kakak tirinya, biarpun terkenal amat lihai, tidak pernah menerima pelajaran Siang-bhok Kiam-sut, dan oleh karena itu kedua pemuda itupun sudah pasti tidak akan mengenal Siang-bhok Kiam-sut! Kalau dia mainkan ilmu lain, besar kemungkinan dua orang pemuda itu akan mengenalnya dan hal itu tentu tidak menimbulkan kesan.

Memang, biarpun dia sendiri mencoba untuk menutupinya, namun pada diri pemuda Cin-ling-pai ini terdapat suatu watak yang ingin dipuji dan dikagumi. Mungkin hal ini timbul karena dia merasa dimanjakan oleh kedua orang tuanya yang selain hanya mempunyai putera dia seorang, juga telah berusia agak lanjut ketika memperoleh dia sebagai keturunan tunggal.

Dan memang ilmu pedang itu luar biasa sekali, apalagi dimainkan dengan baiknya oleh Kong Liang. Biarpun kakek bertelinga buntung satu itu berusaha mati-matian, namun dia sama sekali tidak mampu membalas dan sampai hampir tiga puluh jurus dia selalu diserang dan didesak hebat.

Tiba-tiba kakek itu menggerakkan tangan kirinya dan sinar kehijauan yang halus meluncur dari tangan kiri ke arah tubuh Kong Liang. Thian Sin dan Han Tiong terkejut bukan main karena mereka maklum apa artinya sinar-sinar lembut itu. Itu adalah jarum-jarum halus sebagai senjata rahasia kakek itu.

Jarum-jarum ini amat berbahaya, disebut Coa-tok-ciang (Jarum Racun Ular) dan kalau jarum ini sampai mengenai kulit lawan, racun yang berada di ujung jarum itu dapat terbawa darah dan akibatnya seperti orang digigit ular berbisa saja. Bahkan Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng juga terkejut dan khawatir.

Akan tetapi Cia Kong Liang tidak mengecewakan menjadi putera Cin-ling-pai. Begitu melihat menyambarnya sinar hijau, dia sudah memutar pedangnya dan meloncat ke belakang, kemudian berjungkir balik ke atas dan meluncur turun setelah semua jarum itu dapat ditangkis pedangnya dan lewat di bawah kakinya.

Begitu tubuhnya meluncur, pedangnya sudah menyambar dengan kecepatan kilat ke arah ubun-ubun, kedua pundak, dada dan pusar lawan, demikian cepatnya bertubi-tubi sehingga seolah-olah yang menyerang itu bukan sebatang pedang, melainkan lima batang!






"Ihhh...!" Kakek itu terkejut dan mengelak mundur sambil menangkis.

Terdengar bunyi berdencingan ketika dua pedang itu bertemu dengan keras berkali-kali, akan tetapi tiba-tiba kakek itu berteriak kaget dan terjengkang! Sebatang jarum, jarumnya sendiri, telah menancap di dadanya sebelah kiri, menembus bajunya dan menancap sampai setengahnya lebih. Itulah sebatang jarum yang tadi dapat ditangkap oleh tangan kiri Kong Liang tanpa dapat dilihat oleh lawan dan kini jarum itu telah makan tuannya! Kong Liang menerjang terus, hendak mengirim tusukan maut, akan tetapi Yap Kun Liong berseru keras,

"Kong Liang, jangan...!"

Namun pedang telah digerakkan, tak mungkin dapat ditarik kembali dan pemuda itu hanya dapat memiringkan tangannya saja sehingga pedang yang tadi menusuk dada, kini menyeleweng dan hanya mengenai pangkal lengan. Namun luka yang didatangkan tusukan itu cukup lebar dan dalam, membuat kakek itu mengaduh dan meloncat mundur. Pangkal lengan kanannya luka, juga dadanya yang sebelah kiri terkena jarum beracun yang perlu harus cepat diobatinya, maka tentu saja dia tidak dapat melanjutkan pertandingan dan melangkah mundur dengan muka pucat.

"Hemm, sungguh sayang para paman ini telah gagal. Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng, kuharap kalian suka maju sendiri agar perhitungan antara kita dapat dilunaskan sekarang juga. Kalian mati di tanganku atau aku yang akan tewas di tangan kalian seperti kakek dan nenekku."

Kata dara manis itu dan tidak nampak dia menggerakkan kakinya, akan tetapi tahu-tahu tubuhnya telah melayang ke tengah taman itu. Ini saja sudah menunjukkan betapa lihainya dara ini dan melihat betapa ketika tubuhnya melayang tadi kedua tangannya digerakkan seperti burung, menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang ahli dalam ilmu gin-kang yang disebut Hui-heng-sut (Ilmu Lari Terbang) dan orang yang memiliki ilmu ini amat berbahaya karena gerakannya amat ringan seperti seekor burung saja.

Dara itu berdiri tegak menghadap ke arah kakek dan nenek itu, sikapnya tenang dan tabah, nampak gagah sekali sehingga diam-diam Thian Sin merasa kagum bukan main. Hebat dara ini, pikirnya dengan jantung berdebar karena dia merasa tertarik sekali. Tanpa disadari dia sudah melangkah maju dan berkata,

"Biarlah aku menghadapi nona ini!"

"Sin-te, jangan lancang!" Han Tiong mencela adiknya.

"Kalian mundurlah," kata Kong Liang yang masih memegang pedang Hong-cu-kiam di tangannya, sambil melangkah maju. "Nona ini agaknya memiliki kepandaian, biarlah aku yang mewakili paman dan bibi memberi hajaran kepadanya!"

Dara itu tadi sudah menatap wajah Thian Sin dan sejenak keduanya saling pandang, dan keduanya merasa tertarik. Dara itu mendapat kenyataan betapa tampan dan gagahnya pemuda yang pertama kali maju ini dan harus diakuinya bahwa belum pernah dia bertemu dengan seorang pemuda yang begini menarik hatinya.

Akan tetapi, majunya Kong Liang dan teguran kakaknya itu membuat Thian Sin mundur kembali sungguhpun dia masih terus memandang wajah dara yang amat manis dan menarik hatinya itu. Dan dara itupun terpaksa kini memandang Kong Liang yang tadi telah merobohkan kakek telinga buntung. Tahulah dara ini bahwa dia berhadapan dengan lawan yang tangguh, akan tetapi sedikitpun dia tidak gentar.

"Pertandingan ini adalah untuk mengadu nyawa, oleh karena itu aku tidak ingin membunuh atau terbunuh oleh orang yang tidak kuketahui siapa. Kalau aku tidak salah, engkau adalah orang dari Cin-ling-pai, bukan?" Dara itu bertanya. "Aku telah memperkenalkan diriku. Aku bernama So Cian Ling, murid dari See-thian-ong. Akan tetapi aku datang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan guruku, melainkan mewakili arwah nenek dan kakekku untuk membalas dendam kepada Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng."

Sikap dara itu sungguh tenang dan juga gagah, tidak seperti orang dari golongan jahat dan kasar. Apalagi ketika dia mengaku bahwa dia adalah murid See-thian-ong, Yap Kun Liong dan isterinya, juga para pemuda itu terkejut sekali. Mereka sudah mendengar akan nama See-thian-ong yang dianggap sebagai datuk dunia bagian barat, yang setingkat dengan Pak-san-kui dari utara, atau dengan Tung-hai-sian dari timur dan Lam-sin dari selatan!

Kiranya dara ini adalah murid datuk barat, maka dapat diduga bahwa dia tentu lihai sekali, jauh lebih lihai daripada tiga orang kakek yang telah kalah tadi. Diam-diam Cia Kong Liang juga terkejut, bukan hanya karena ternyata bahwa dara ini adalah murid See-thian-ong yang terkenal, akan tetapi juga betapa dara ini telah dapat menduga bahwa dia datang dari Cin-ling-pai hanya dengan melihat gerakan-gerakannya tadi. Maka diapun menjawab cepat.

"Memang benar, aku adalah putera ketua Cin-ling-pai dan keponakanku di sana itu adalah putera Pendekar Lembah Naga. Nah, kami semua telah berada di sini untuk melindungi paman dan bibiku yang sudah tua. Engkau sungguh sudah bosan hidup berani menentang paman dan bibiku."

Dara itu juga terkejut, bukan hanya mendengar bahwa pemuda di depannya ini adalah putera ketua Cin-ling-pai, akan tetapi juga mendengar bahwa pemuda-pemuda yang lain itu datang dari Lembah Naga, bahkan seorang di antaranya adalah putera Pendekar Lembah Naga. Tahulah dia bahwa dia benar-benar sial, akan tetapi karena sudah terlanjur, dia tidak akan undur lagi.

"Siapapun yang melindungi mereka, aku tidak peduli. Kematian kakek dan nenekku harus ditebus! Nah, majulah!" tantangnya dan sekali tangannya bergerak ke belakang dia telah mencabut pedangnya dan nampak sinar putih seperti perak.

Ternyata pedangnya itupun merupakan sebatang pedang pusaka yang indah dan juga ampuh.

"Bagus! bersiaplah engkau!" bentak Kong Liang dan sekali bergerak dia sudah mengirim serangan bertubi-tubi sampai lima kali beruntun!

Akan tetapi, dengan tangkas sekali nona itu menangkis sampai lima kali dan balas menyerang, sekali serang juga sudah mengirim tusukan dan bacokan sampai lima kali berturut-turut yang semua telah dapat dielakkan dan ditangkis oleh Kong Liang. Ketika pemuda ini menangkis untuk ke lima kalinya, dia sengaja mengerahkan tenaganya.

"Trang...!"

Bunga api berpijar menyilaukan mata dan keduanya merasa betapa lengan tangan mereka tergetar hebat.

Cepat mereka memeriksa pedang masing-masing, akan tetapi dengan hati lega mereka mendapat kenyataan bahwa pedang mereka tidak rusak. Pada saat itu, Yap Kun Liong sudah meloncat datang dan menengahi.

"Kong Liang, kau mundurlah dan biarkan aku sendiri menyelesalkan urusan pribadiku ini."

Mendengar ucapan pamannya ini, tentu saja Kong Liang cepat mundur dan menyimpan kembali pedangnya, memakainya sebagai ikat pinggang.

"Nona So, sungguh sedih sekali hatiku melihat bahwa urusan ini berlarut-larut. Aku tidak ingin membuat keluargaku terikat dengan urusan permusuhan yang tidak ada artinya ini. Nah, kalau memang benar-benar engkau mendendam atas kematian Ang-bin Ciu-kwi dan Coa-tok Sian-li, kau bunuhlah aku, dan aku tidak akan melawan sama sekali. Aku tidak menyesal bahwa dahulu aku menentang mereka, karena sesungguhnyalah bahwa mereka berdua itu adalah suami isteri yang amat jahat dan menyeleweng dalam kehidupan mereka! Aku melihat nona bukanlah orang seperti mereka itu, akan tetapi nona berkeras hendak membalas dendam kematian mereka. Nah, aku menyerahkan nyawaku kepadamu agar dendam ini dapat dihabiskan sampai di sini saja."

Melihat kakek yang penuh wibawa itu memasang dada dan siap menerima kematian, dara itu melangkah mundur dan mukanya berubah agak pucat. Dia memandang ragu-ragu dan melihat keadaan suami isteri tua yang gagah perkasa, apalagi tiga orang pemuda yang jelas merupakan pendekar-pendekar perkasa dan amat mengagumkan itu, dia sudah mulai dapat melihat bahwa agaknya tidak salah lagi bahwa permusuhan antara kakek dan nenek angkatnya bersama suami isteri pendekar ini tentu terjadi karena kesalahan kakek dan nenek angkatnya. Apalagi kalau mendengar penuturan Yap Kun Liong bahwa kematian itu terjadi dalam perang. Akhirnya dia membalikkan tubuhnya dan berkata kepada tiga orang kakek yang sudah terluka tadi.

"Sudahlah, mari kita pergi dari sini!"

"Tetapi... tetapi... dendam kita..." Kakek yang buntung telinga kirinya membantah.

"Sudah, tidak ada urusan dendam lagi bagiku. Aku tidak mau lagi mendengar bujukan kalian!" kata So Cian Ling dan dia lalu menengok, memandang kepada Thian Sin lalu bibirnya membentuk senyum yang mewakili hatinya, dan sekali meloncat dia lenyap dari situ.

Tiga orang kakek itu tentu saja sudah kehilangan nyalinya melihat dara itu tidak mau membantu mereka, dan tanpa pamit mereka itupun berlari pergi. Baru sekarang, setelah semua pengacau pergi, kakek dan nenek itu merasa gembira sekali. Yap Kun Liong lalu memandang Han Tiong dan berkata,

"Bocah nakal, mengapa kau datang tanpa memberi tahu? Mengagetkan saja! Dan kau sudah begini besar, dan gagah perkasa seperti ayahmu. Hebat sekali gerakan-gerakanmu tadi."

"Ah, saya masih banyak mengharapkan petunjuk dari locianpwe," kata Han Tiong dengan sikap merendah, lalu memandang kepada Kong Liang sambil berkata, "Paman Kong Liang, ilmu pedangmu tadi sungguh membuat aku kagum bukan main!"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: