*

*

Ads

Sabtu, 13 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 054

Tahulah dia bahwa orang-orangnya itu sama sekali bukan merupakan tandingan pemuda ini akan tetapi untuk mencegahnya dia sudah terlambat, karena kini Si Tinggi Besar sudah menyambar sebatang golok besar dari rak senjata dan dengan marah dia sudah menerjang dengan goloknya ke arah Thian Sin. Kalau dia mau, tentu saja Siangkoan Wi Hong dapat dan masih ada kesempatan untuk mencegah pembantunya ini, akan tetapi dia memang ingin melihat bagaimana Thian Sin akan menghadapi serangan golok dari pembantunya yang cukup lihai ini.

Thian Sin tetap tidak bergerak dari tempatnya. Dia menanti sampai bacokan golok itu menyambar dekat dengan kepalanya, lalu tiba-tiba tangan kirinya bergerak menangkis golok besar itu dengan jari-jari tangannya dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang.

"Krokkk!"

Golok itu patah menjadi dua potong dan secepat kilat tangan Thian Sin bergerak dua kali disusul gerakan kaki dua kali dan... tubuh Si Tinggi Besar itu terlempar, terjengkang dan terbanting ke belakang, goloknya terlepas jauh.

Dia tidak dapat merangkak bangkit seperti teman-temannya tadi karena kalau teman-temannya itu hanya menderita tulang sebelah lengan yang patah, dia sendiri menderita patah tulang kedua lengan dan kedua kakinya! Terpaksa teman-temannya, dengan sebelah tangan saja, membantunya dan menggotongnya keluar dari tempat itu!

Siangkoan Wi Hong menjadi semakin kagum akan tetapi juga terkejut. Pemuda putera mendiang Pangeran Ceng Han Houw itu benar-benar hebat dan bertangan maut, pikirnya. Teringat dia akan cerita tentang mendiang pangeran yang pernah menjagoi di dunia kang-ouw itu dan diam-diam diapun bersikap waspada karena maklum bahwa pemuda itu benar-benar tidak boleh dipandang ringan. Akan tetapi dengan wajah penuh senyum ramah dia melangkah maju menghadapi Thian Sin sambil menjura,

"Ah, kiranya ilmu kepandaian Saudara Ceng amat hebat dan tinggi! Sungguh aku seperti katak dalam tempurung, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang tinggi di depan mata!"

Akan tetapi Han Tiong sudah menjura kepadanya,
"Saudara Siangkoan harap suka maafkan adikku, dan perkenankanlah kami pergi dari sini dan tidak merusak suasana persahabatan antara kita."

Siangkoan Wi Hong menoleh kepada Han Tiong. Dia memang seorang pemuda yang cerdik sekali. Dia sudah mendengar akan hubungan antara Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong dengan mendiang Pangeran Ceng Han Houw. Pangeran itu merupakan kakak angkat dari Cia Sin Liong, dan juga ada hubungan darah antara isteri pangeran itu dengan Pendekar Lembah Naga, yaitu saudara misan, keduanya adalah cucu-cucu dari pendiri Cin-ling-pai.

Maka diam-diam diapun melakukan pilihan. Menurut riwayat sang pangeran, maka keturunan ini lebih condong untuk menjadi segolongan dengan dia, sedangkan pemuda she Cia itu tentu saja merupakan ahli waris Cin-ling-pai dan tetap menjadi musuh golongannya. Maka, sedapat mungkin dia harus menjadikan Ceng Thian Sin ini sebagai seorang sahabat, sedangkan Cia Tiong harus dimusuhinya!

"Ah, Saudara Cia Han Tiong. Sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak peduli apakah kalian menjadi kawan atau lawan, bagiku sama saja asalkan kawan atau lawan itu lihai, semua menyenangkan hatiku. Keturunan mendiang Pangeran Ceng Han Houw sudah jelas amat hebat kepandaiannya dan membuat hatiku kagum sekali, tidak tahu sampai dimana kelihaian keturunan dari ketua Cin-ling-pai. Apakah lebih hebat daripada kepandaian keturunan Pangeran Ceng? Kiranya begitulah, dan aku ingin sekali mencoba kepandaianmu. Mari, majulah!" Jelas bahwa kini pemuda hartawan itu menujukan tantangan kepada Cia Han Tiong.






Akan tetapi pancingan dan tantangannya itu tidak mengenai sasaran. Han Tiong menggelengkan kepalanya dan berkata,

"Aku datang ini bukan untuk berkelahi, melainkan memenuhi undanganmu, sebagai kenalan."

"Hemm, apakah engkau takut, Saudara Cia?"

"Terserah penilaianmu," jawab Han Tiong tenang.

Akan tetapi, Thian Sin sudah mengerutkan alisnya dan wajahnya menjadi merah.
"Siapa bilang kami takut padamu?" bentaknya. "Tiong-ko, biarlah aku melawan si sombong ini!"

Thian Sin tidak memberi kesempatan kepada kakaknya untuk menjawab dan dia langsung maju menghadapi Siangkoan Wi Hong sambil membentak,

"Tidak perlu kakakku turun tangan, akupun sudah cukup untuk menandingimu!"

Biarpun hatinya menyesal mengapa pemuda keturunan ketua Cin-ling-pai itu tidak melayaninya dan kini bahkan putera pangeran itu yang maju, akan tetapi Siangkoan Wi Hong tidak menolak. Betapapun juga dia harus menunjukkan kelihaiannya dan karena selama ini dia belum pernah kalah oleh siapapun juga, timbul semacam kesombongan di dalam hatinya dan kepercayaan diri yang berlebihan sehingga dia memandang ringan semua orang.

"Baik sekali, biarlah kita main-main sebentar, Saudara Ceng!" Baru saja kata-katanya terhenti, tangannya sudah melakukan serangan.

Dengan tangan terkepal, tangan itu menyambar dari pinggang kanannya, dengan kepalan terputar amat kuatnya menyambar ke arah pusar Thian Sin! Pemuda ini tahu akan bahayanya pukulan seperti itu. Kepalan terputar itu laju seperti peluru baja saja dan dapat minimbulkan luka-luka hebat di dalam rongga perut, maka dia pun cepat menggerakkan lengan kirinya menangkis sambil mengerahkan tenaga sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka menusuk ke arah dada lawan.

"Dukkk!"

Tangkisan Thian Sin itu bertemu dengan lengan Siangkoan Wi Hong, membuat mereka berdua tergetar, dan pemuda hartawan itu juga menggunakan lengan kirinya untuk menangkis hantaman tangan kiri dengan jari-jari terbuka yang amat kuat dan yang akan mampu mematahkan tulang-tulang dadanya itu.

"Dukk!" Kembali kedua lengan mereka bertemu dan keduanya tergetar hebat.

Hal ini mengejutkan Siangkoan Wi Hong karena dari pertemuan lengan dua kali ini saja maklumlah dia bahwa Thian Sin memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat! Maka, mengingat betapa pemuda ini tadi merobohkan semua pembantunya, dan melihat kenyataan akan kuatnya tenaga sin-kangnya, Siangkoan Wi Hong tidak berani memandang rendah lagi.

Senyumnya menghilang dari wajahnya yang tampan dan mulailah dia menyerang dengan pengerahan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Kedua tangannya mengeluarkan hawa pukulan dahsyat ketika dia menghujankan serangan kepada Thian Sin.

Namun Thian Sin sudah siap menghadapinya. Pemuda Lembah Naga inipun sudah tahu bahwa putera Pak-san-kui ini merupakan seorang lawan yang tangguh, maka diapun cepat menggerakkan tubuhnya untuk mengelak, menangkis dan juga membalas dengan pukulan-pukulan yang tidak kalah dahsyatnya.

Terjadilah serang menyerang, saling pukul elak dan tangkis bertubi-tubi. Berkali-kali kedua lengan mereka saling bertemu, makin lama makin kuat sehingga pertemuan itu seperti menggetarkan seluruh ruangan dan kadang-kadang kalau pertemuan antara kedua lengan itu amat kuatnya, tubuh mereka tidak hanya tergetar, bahkan terdorong mundur. Pertandingan itu makin lama makin seru dan agaknya mereka itu seimbang, baik mengenai kecepatan maupun tenaga.

Setelah lewat lima puluh jurus dan belum dapat mendesak lawannya sama sekali, Siangkoan Wi Hong baru benar-benar terkejut karena tahulah dia bahwa kepandaian Thian Sin ternyata tidak kalah olehnya! Dia lalu mengeluarkan suara melengking tinggi dan menyerang lawan dari atas, dengan kedua lengan bergerak-gerak, kedua tangan membentuk cakar seperti seekor burung garuda yang menyambar-nyambar dari atas.

"Brettt-brettt...!" Thian Sin meloncat ke belakang dengan kaget.

Serangan lawan yang amat cepat dan aneh itu biarpun telah dielakkan dan ditangkisnya, tetap saja masih mengenai pundaknya dan membuat bajunya terobek di bagian kedua pundaknya! Dia terkejut sekali sungguhpun kulit dagingnya dilindungi kekebalan Thian-te Sin-ciang dan tidak terluka. Memang gerakan lawan itu amat aneh dan tidak mudah menghadapi seorang lawan yang menyerang dari atas seperti itu. Ilmu silatnya dilatih untuk menghadapi lawan sebagai manusia, yaitu yang bergerak di sekeliling dirinya, bukan menghadapi manusia burung yang datang dari atas.

Setelah berhasil merobek baju di kedua pundak lawan, timbul kembali kesombongan Siangkoan Wi Hong dan diapun tertawa dengan gembira. Hal ini membuat wajah Thian Sin menjadi merah dan dia sudah menjadi marah sekali.

"Wuuutt... wuuuttt...!"

Angin menyambar-nyambar hebat ketika dia menggunakan pukulan dan tamparan Thian-te Sin-ciang yang amat hebat. Siangkoan Wi Hong terkejut bukan main karena hawa pukulan itu saja sudah terasa olehnya dan dia cepat berloncatan mundur.

"Sin-te, jangan...!"

Han Tiong memperingatkan dan Thian Sin sadar bahwa kalau dia mendesak lawan dengan pukulan-pukulan sakti itu, memang kalau sampai lawan terkena mungkin saja dia akan melakukan pembunuhan.

Maka diapun cepat mengubah gerakannya dan kini dia mainkan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun. Dengan ilmu silat yang tangguh di bagian pertahanan ini, dia mampu membendung serangan-serangan lawan yang menggunakan ilmu silat seperti burung garuda beterbangan itu, mampu mengelak, menangkis dan juga membalas serangan.

Betapapun juga, tetap saja dia berada di fihak yang diserang dan didesak, kira-kira dalam perbandingan satu kali menyerang tiga kali diserang! Hal ini membuat Thian Sin merasa penasaran sekali. Memang hebat sekali ilmu silat lawannya itu.

Memang ilmu yang dimainkan Siangkoan Wi Hong itu adalah ilmu silat keluarganya yang amat diandalkan dan hanya dikeluarkan kalau menghadapi lawan tangguh. Ilmu silat itu diberi nama Go-bi Sin-eng-jiauw (Cakar Garuda Go-bi) yang bersumber pada ilmu silat Go-bi-pai.

Akan tetapi oleh Pak-san-kui dasar ilmu silat Go-bi-pai itu telah diubah dan ditambah sedemikian rupa, dicampur dengan ilmu Eng-jiauw-kang yang berasal dari daerah Korea sehingga terciptalah ilmu Go-bi Sin-eng-jiauw yang amat ampuh itu. Selain gerakan dalam ilmu silat ini aneh, tubuh berloncatan seperti garuda yang beterbangan menyambar-nyambar lawan, juga jari-jari tangan yang membentuk cakar itu seolah-olah berubah menjadi cakar baja yang amat kuat, dapat dipakai untuk menahan senjata tajam dan memiliki kekebalan seperti ilmu Thian-te Sin-ciang!

Sudah seratus jurus mereka bertanding dan Thian Sin masih terus terdesak, bahkan beberapa kali tubuhnya kena cakaran yang untung tidak sampai terluka, hanya bajunya saja yang robek karena kulit tubuhnya telah terlindung oleh sin-kangnya. Hal ini membuat Siangkoan Wi Hong tertawa-tawa dan membuat Thian Sin makin penasaran.

Ketika dia melihat tangan kiri lawan yang berbentuk cakar itu menyerang ke arah mukanya, dia cepat menangkis, akan tetapi cakaran tangan kanan lawan ke arah dadanya sama sekali tidak ditangkis atau dielakannya.

"Plak!" Cakar tangan kanan Siangkoan Wi Hong mengenai dada Thian Sin.

"Ahhhhh...!"

Siangkoan Wi Hong berteriak kaget, matanya terbelalak ketika dia merasa betapa tangan kanannya itu melekat pada dada lawan dan tenaga sin-kangnya membanjir keluar melalui telapak tangannya yang tersedot oleh dada lawan.

Dalam kagetnya, pemuda ini mengerahkan sin-kang untuk menarik kembali tangannya, akan tetapi makin hebat dia mengerahkan tenaga, makin hebat pula tenaga sin-kangnya tersedot keluar.

"Thi-khi-i-beng..." teriaknya kaget dan mukanya menjadi pucat.

Dia telah mendengar dari ayahnya akan ilmu yang istimewa ini. Akan tetapi sebelum dia sempat melakukan sesuatu, tangan kiri Thian Sin sudah menyambar dan menampar punggungnya.

"Bukkk!" Tubuh Siangkoan Wi Hong terpelanting dan dia roboh, lalu muntahkan darah segar.

Hantaman dengan tenaga Thian-te Sin-ciang pada punggungnya itu biarpun tidak melukai punggung yang terlindung kekebalan, namun telah mengguncangkan isi dadanya dan membuat dia terluka di sebelah dalam, tidak terlalu parah namun cukup membuat dia muntah darah dan tidak mungkin melanjutkan pertandingan.

Melihat ini, Han Tiong cepat meloncat menghampiri dan dengan ilmu It-sin-ci, yaitu dengan satu jari telunjuk tangan kanannya, dia menotok tiga tempat, di sepanjang tulang punggung Siangkoan Wi Hong untuk menyembuhkan orang itu, sambil menariknya bangun, lalu dia menjura dengan hormat.

"Harap Saudara Siangkoan sudi memaafkan kami berdua," katanya, kemudian dia memberi isyarat kepada adiknya dan mereka berdua meninggalkan ruangan itu, terus keluar dari dalam rumah dan bergegas meninggalkan kota raja yang oleh Han Tiong dianggap sebagai tempat berbahaya itu.

Siangkoan Wi Hong masih terlalu kaget dan merasa terpukul kehormatannya karena dia telah dikalahkan, maka diapun hanya menarik napas panjang berulang-ulang. Dia tahu dari totokan-totokan tadi bahwa kepandaian Cia Han Tiong kiranya bahkan lebih lihai daripada kepandaian Thian Sin yang telah mengalahkannya.

Timbul rasa penasaran dan dia ingin memperdalam ilmunya kepada ayahnya dan diapun merasa kecewa, mengapa tadi dia tidak mempergunakan yang-kim untuk melawan pemuda Lembah Naga itu. Dia telah menderita rugi sebagai akibat memandang rendah lawan.

Akan tetapi menyesalpun tiada guna. Dua orang pemuda itu telah pergi dan dalam keadaan terluka itu tak mungkin dia akan dapat melawan lagi. Dengan hati penuh rasa penasaran dan menyesal, hari itu juga Siangkoan Wi Hong meninggalkan kota raja dan kembali ke Tai-goan, tempat tinggal Pak-san-kui Siangkoan Tiang, ayahnya yang hidup sebagai datuk kaya raya.

**** 054 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: