*

*

Ads

Minggu, 07 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 040

Melihat ini, Tok-ciang Sian-jin girang bukan main, dan juga kagum. Bocah yang hendak menjadi muridnya itu ternyata hebat dan lincah sekali! Tahulah dia sekarang bahwa dia telah memperoleh seorang calon murid yang baik sekali, bukan hanya masih muda remaja dan amat tampan seperti wanita cantik, akan tetapi juga memiliki bakat yang amat menonjol dalam ilmu silat!

"Bagus...!" dia memuji kagum ketika melihat betapa sebuah tendangan kaki kiri pemuda itu berhasil mencium pangkal paha sebelah kiri Lim Seng, membuat murid pertama dari Jeng-hwa-pang itu terhuyung.

Pujian ini mengingatkan Thian Sin, maka dia pun menahan diri dan membiarkan lawan mengirim serangan-serangan bertubi-tubi sehingga dialah kini yang didesak. Dia teringat bahwa dia harus tidak tergesa-gesa memenangkan pertandingan ini agar dia tidak dicurigai dan akhirnya dia dapat berhadapan dengan musuh-musuh besarnya itu secara leluasa, melalui pertandingan.

Terkena tendangan itu, biarpun tidak membuatnya menderita terlalu nyeri, akan tetapi membuat Lim Seng penasaran sekali. Belum ada sepuluh jurus dan dia sudah terkena tendangan balasan sebagai hasilnya menyapu kaki tadi!

Dengan demikian, keadaan mereka berdua masih sama kuatnya, belum ada yang roboh akan tetapi juga keduanya telah berhasil mengenai lawan masing-masing satu kali! Kalau dia tidak ingat pesan gurunya, tentu sudah dikeluarkan ilmu pukulannya yang beracun.

Agaknya Tok-ciang Sian-jin Ciu Hek Lam menjadi semakin tertarik ketika lewat tiga puluh jurus, pemuda remaja itu ternyata masih saja mampu menandingi murid kepala itu!

Saking pandainya Thian Sin membawa diri, ketua Jeng-hwa-pang ini sampai tidak ingat betapa anehnya melihat pemuda yang tadinya hanya mampu mengalahkan murid ke empat dengan selisih sedikit saja itu kini mampu menandingi murid utama sampai begitu lamanya!

Begitu gembira dia sampai dia lalu berseru kepada Lim Seng, menganjurkan murid pertama ini untuk mempergunakan ilmu silat paling tinggi yang pernah diajarkannya kepada murid ini,

"Lim Seng, pergunakan jurus-jurus Hui-liong Sin-kun!"

Ilmu silat ini adalah ciptaan Ciu Hek Lam sendiri dan melihat namanya saja Hui-liong Sin-kun (Silat Sakti Naga Terbang) dapat dibayangkan betapa hebatnya ilmu silat ini! Dan hati Lim Seng girang sekali mendengarkan ucapan suhunya karena tadinya dia merasa ragu-ragu untuk mempergunakan ilmu simpanan itu, apalagi karena ilmu itu mengandung daya serangan yang amat dahsyat, padahal dia takut untuk melukai murid baru yang agaknya disayang oleh gurunya itu. Akan tetapi kini gurunya sendiri yang memerintahkan, maka andaikata sampai bocah itu terkena pukulan dahsyat dan terluka, gurunya tidak dapat menyalahkan dia!

"Baik, suhu!" jawabnya dan tanpa membuang waktu lagi, diapun lalu merubah gerakannya dan kini dia melakukan penyerangan yang amat keras dan dahsyat sehingga setiap kali lengannya bergerak memukul, didahului oleh angin pukulan yang berdesir dahsyat, sedangkan tubuhnya berloncatan ke atas seperti seekor naga yang hendak terbang ke langit!

Melihat ini, Thian Sin sengaja mengeluarkan seruan-seruan kaget dan membiarkan dirinya terdesak hebat, bahkan dia membiarkan dirinya terhuyung-huyung, seolah-olah gerakan lawan membingungkannya.

Ciu Hek Lam memandang dengan mata terbelalak. Dia memang menyuruhnya menggunakan ilmu itu, bukan ingin mencelakai Thian Sin, melainkan dia sendiri juga merasa penasaran dan kagum, maka dia ingin tahu sampai dimana tingkat murid baru itu. Selain itu diam-diam diapun merasa heran dan penasaran sekali mengapa sampai sekarang dia belum juga mampu mengenal dasar ilmu silat yang dimainkan oleh pemuda remaja itu!






Kini pertandingan itu menjadi semakin hebat dan seru karena makin cepat Lim Seng bergerak makin cepat pula Thian Sin mengimbanginya, dan anehnya, hal ini hanya terasa oleh Lim Seng, betapa makin besar dia mempergunakan tenaga, ternyata semakin besar pula tenaga bocah itu ketika menangkisnya! Dan dengan ilmu yang amat diandalkannya ini, yaitu dengan Hui-liong Sin-kun, setelah lewat dua puluh jurus lagi, tetap saja dia belum mampu mengalahkan Thian Sin! Sementara itu, melihat bahwa sudah cukup lama dia mempermainkan lawannya, Thian Sin mulai mencari kesempatan untuk keluar sebagai pemenang.

Setelah dia tadi menghadapi serangan-serangan Lim Seng, dia tahu bahwa kalau dia menghendaki, dalam beberapa jurus saja dia tentu dapat merobohkan lawan! Dan dia mempergunakan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun yang sengaja dia campur-campur dengan gerakan lain untuk menyembunyikan keaselian ilmunya, maka tidaklah mengherankan kalau ketua Jeng-hwa-pang itu tidak mengenal ilmu silatnya. Andaikata dia terang-terangan mainkan Thai-kek Sin-kun sekalipun, belum tentu Tok-ciang mengenal ilmu itu, apalagi kalau dicampur-campur seperti itu!

"Plak!"

Pipi kanan Lim Seng ditampar oleh tangan Thian Sin, cukup keras sehingga terasa panas dan pipi itu menjadi merah kehitaman.

Tentu saja Lim Seng menjadi marah dan malu sedangkan Tok-ciang dan dua orang pembantunya terbelalak keheranan. Murid kepala itu kena ditampar! Dan melihat betapa yang ditampar itu tidak roboh, dapat diketahui bahwa tenaga tamparan itu tidak besar, akan tetapi yang membuat mereka terheran, mengapa Lim Seng sampai kena ditampar? Padahal melihat gerakan-gerakannya, jelas bahwa Lim Sang masih menang cepat dan menang kuat!

"Plakk!"

Kembali tamparan Thian Sin mengenai pipi Lim Seng sehingga kedua pipi orang itu kini menjadi merah dan bengkak! Bukan tamparan Thian-te Sin-ciang tentu saja, karena kalau Thian Sin menggunakan ilmu pukulan itu, sekali tamparan saja tentu kepala itu akan pecah!

Betapapun juga, tamparan itu cukup memanaskan, terutama sekali memanaskan hati dan inilah yang dikehendaki oleh Thian Sin. Lawannya menjadi marah bukan main. Dengan suara menggereng hebat, Lim Seng memandang kepada lawan dengan mata melotot. Dia merasa malu sekali, apalagi karena kini secara diam-diam tempat itu ternyata telah penuh oleh murid-murid Jeng-hwa-pang yang merasa tertarik untuk menonton pertandingan itu.

Dia dihina di depan gurunya juga di depan banyak murid Jeng-hwa-pang! Maka dengan kemarahan meluap-luap, dia menubruk ke depan dan menyerang Thian Sin dengan pukulan Jeng-hwa-ciang! Nama pukulan ini indah, yaitu Jeng-hwa-ciang (Tangan Bunga Hijau) akan tetapi sesungguhnya amat keji karena kedua tangan itu mengandung racun bunga hijau yang amat jahat. Kedua tangannya berubah menjadi hijau warnanya dan begitu tangan menyambar, tercium bau harum bercampur amis menyambar ke arah kepala Thian Sin!

"Lim Seng, jangan bunuh dia!" Tok-ciang Sian-jin berseru kaget melihat muridnya itu menggunakan pukulan beracun.

Akan tetapi seruannya itu terlambat sudah karena pukulan telah dilakukan dengan amat dahsyatnya. Semua orang menduga bahwa Thian Sin akan terkena pukulan itu akan roboh dan terluka hebat yang akan dapat disembuhkan oleh ketua Jeng-hwa-pang kalau belum mati oleh pukulan itu.

"Desssss...!"

Pemuda remaja itu terhuyung ke belakang, akan tetapi Lim Seng sendiri terlempar ke belakang lalu terbanting keras, mencoba untuk bangkit akan tetapi roboh lagi dan hanya dapat bangkit duduk dan mengeluh panjang pendek sambil memegangi lengan kanannya yang ternyata menjadi salah urat dan menggembung pada pergelangan tangannya. Agaknya keselio.

Semua orang menjadi bengong, juga Tok-ciang terbelalak. Mana mungkin ini? Jelas bahwa muridnya menggunakan pukulan Jeng-hwa-ciang, akan tetapi mengapa sekali tangkis saja muridnya malah terlempar dan pergelangan tangannya terkilir atau terlepas sambungan tulangnya? Ilmu apa yang dipergunakan oleh pemuda remaja itu dan mengapa pemuda remaja itu sama sekali tidak nampak terluka oleh hawa beracun dari Jeng-hwa-ciang?

Selagi dia terheran-heran, lima orang pria berusia sekitar tiga puluh lima tahun sudah berloncatan ke depan dan melihat gerakan mereka yang sama dan teratur, dapat diduga bahwa mereka itu merupakan orang-orang yang berilmu tinggi. Dan mereka itu memang merupakan adik-adik seperguruan Lim Seng dan tingkat kepandaian mereka walaupun tidak setinggi Lim Seng namun tidak berselisih banyak dan mereka berlima itu terkenal dengan ilmu silat bersama yang dinamakan Ngo-heng-tin, yaitu semacam ilmu silat berlima yang teratur dengan amat baiknya.

"Suhu, biarkanlah teecu berlima menghadapinya!" kata orang pertama dari mereka.

Tok-ciang Sian-jin memandang kepada Thian Sin dan bertanya,
"Thian Sin, apakah engkau tidak terluka?"

Thian Sin melangkah maju dan menjura dengan hormatnya.
"Saudara Lim tadi memang hebat dan sungguh baik hati sekali suka mengalah."

"Thian Sin, engkau hebat dan aku suka menerimamu menjadi murid. Sudahlah, tidak perlu diadakan percobaan lagi," kata Ketua Jeng-hwa-pang itu, diam-diam merasa kagum sekali.

Thian Sin menggeleng kepala.
"Maaf, locianpwe. Saya tidak biasa menarik kembali keputusan atau janji saya. Saya tidak akan berguru kalau belum dikalahkan."

"Hemm, jadi kalau aku ingin mengambilmu sebagai murid, aku harus lebih dulu mengalahkanmu?" Ketua Jeng-hwa-pang itu memandang tajam dan mengerutkan alisnya.

"Kalau locianpwe sudah mengalahkan saya, tentu dengan sepenuh hati saya tunduk kepada locianpwe dan tidak ragu-ragu lagi untuk mengangkat locianpwe sebagai guru."

"Heemm, engkau berhati baja. Bagaimana kalau aku kesalahan tangan dan dalam pertandingan membunuhmu?"

"Kalau sudah begitu, apa yang perlu disesalkan? Barangkali nasib saya saja yang buruk."

Sementara itu, Lim Seng sudah dapat berdiri lagi dan dengan muka yang masih merah agak bengkak oleh tamparan-tamparan tadi, dan ia masih memegangi pergelangan tangannya yang salah urat dia berkata,

"Suhu, dia itu mencurigakan sekali!"

Akan tetapi Tok-ciang Sian-jin yang sudah merasa suka kepada Thian Sin menghardiknya,

"Masuklah dan obati tanganmu!"

"Suhu, biarlah teecu berlima mencobanya sebelum suhu sendiri turun tangan!" kata pula pimpinan dari Ngo-heng-tin.

Mendengar ini Tok-ciang Sian-jin tersenyum dan mendapat pikiran baik. Dia masih belum percaya benar bahwa Thian Sin mampu mengalahkan Lim Seng karena menang tinggi ilmunya. Mungkin saja hanya karena kebetulan atau karena Lim Seng keliru mempergunakan tenaganya.

Ngo-heng-tin adalah ilmu yang amat kuat, apalagi dimainkan oleh lima orang. Jauh lebih kuat dibandingkan dengan kepandaian Lim Seng. Sedangkan dia sendiri kalau melatih mereka dan harus menghadapi Ngo-heng-tin yang diciptakannya sendiri itu, tidak begitu mudah untuk melumpuhkan tin atau barisan itu. Maka dia yakin bahwa kalau Ngo-heng-tin maju, tentu seorang pemuda remaja seperti Thian Sin akan tidak berdaya dan sekali terkurung, tidak akan mampu melepaskan diri lagi tentu dapat diringkus dan dikalahkan.

"Thian Sin, sebelum menghadapi aku sendiri, coba kau hadapi Ngo-heng-tin dari lima orang muridku ini. Beranikah engkau?"

"Kalau locianpwe menghendaki, mengapa tidak berani? Saya datang untuk mencari guru yang pandai dan meyakinkan."

Tok-ciang mengangguk-angguk lalu memberi isyarat dengan gerakan kepalanya menyuruh lima orang murid itu maju menghadapi Thian Sin. Pemuda ini tahu bahwa menghadapi pengeroyokan lima orang bukan hal yang boleh dipandang ringan, maka sudah mengambil keputusan untuk memperlihatkan kepandaiannya yang sejati.

Lima orang anggauta Ngo-heng-tin itupun sudah berloncatan ke depan dan dengan gerakan kaki lincah mereka sudah berdiri mengurung Thian Sin dalam bentuk segi lima. Karena namanya juga Ngo-heng-tin (Barisan Lima Unsur) maka mereka berlima itu mewakili kedudukan Air, Api, Angin, Kayu dan Logam dan mereka itu dapat bergerak serentak dan saling membantu dan melindungi dengan baik sekali. Sesuai dengan isarat yang diberikan Tok-ciang, mereka berlima tidak mengeluarkan senjata dan hanya mempergunakan tangan kosong untuk mengalahkan pemuda remaja ini.

Lima orang anggauta Ngo-heng-tin itu tidak membuang banyak waktu lagi, setelah mereka mengurung, mereka lalu mulai melakukan penyerangan yang bertubi-tubi dan saling susul, saling bantu dengan kecepatan yang hebat!

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: