*

*

Ads

Selasa, 02 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 022

"Tidak... tidak tahu..."

"Plak! Plak!" Terdengar dua kali suara tamparan yang disusul mengaduhnya pengurus losmen itu.

"Sungguh mati, dia keluar tanpa memberitahu kemana... ampunkan saya... ampunkan saya..."

"Hemm, kalau tidak berterus terang, mana bisa ada ampun?" bentak suara kasar tadi.

Mendengar ini, Bi Cu tak dapat menahan kemarahannya lagi. Dibukanya daun pintu dan diapun melangkah lebar menuju ke ruangan depan dimana terjadinya keributan itu. Dia melihat seorang laki-laki tinggi besar mencengkeram punggung baju pengurus losmen dengan sikap mengancam, sedangkan para pelayan dan tamu disitu bahkan menjauhkan diri dengan sikap ketakutan. Beberapa orang lain yang agaknya menjadi teman-teman Si Tinggi Besar itu memandang dengan mulut menyeringai seolah-olah menghadapi tontonan yang menyenangkan.

"Aku adalah isteri Cia Sin Liong! Siapa mencari suamiku?" bentak Bi Cu sambil melangkah maju. Saking marahnya,

Nyonya ini tidak tahu bahwa puteranya juga berada di belakangnya, karena tadi Han Tiong mengikuti ibunya. Orang tinggi besar itu cepat memutar tubuhnya sambil melempar tubuh pengurus losmen itu ke sudut. Orang tinggi besar itu memiliki wajah yang menyeramkan, wajah orang kasar dengan kumis tebal melintang dan muka penuh brewok sehingga yang nampak hanyalah sepasang mata bulat besar menonjol keluar, hidung pesek dan gigi besar-besar nampak ketika dia menyeringai.

"Bagus! Kebetulan sekali, jadi engkau adalah isterinya?"

"Hemm, engkau orang kasar mangapa mencari suamiku?" bentak Bi Cu yang sudah marah sekali melihat orang ini bersikap kasar terhadap pengurus losmen, bahkan telah menampar sampai muka orang itu matang biru.

"Ehem, suamimu yang berjuluk Pendekar Lembah Naga?" tanya orang kasar itu dengan sikap yang amat memanaskan hati Bi Cu, sementara itu sedikitnya delapan orang teman Si Kasar itu telah mengurungnya, dan baru dia melihat bahwa Han Tiong juga berada di situ.

"Han Tiong, mundurlah!"

Bi Cu berkata kepada puteranya, akan tetapi sudah tidak ada jalan keluar lagi karena tempat itu telah terkurung.

"Suamiku benar adalah Pendekar Lembah Naga, kalian mau apa?" Bi Cu membentak.

"Ha-ha-ha, tuan besar kami mengundang Pendekar Lembah Naga, akan tetapi Sang Pendekar tidak ada, yang ada hanya isterinya yang cantik dan anaknya, maka biarlah kami mengundang isterinya dan anaknya, agar Sang Pendekar dapat menyusulnya! Marilah, nyonya manis, engkau ikut bersamaku menghadap tuan besar!"

Setelah berkata demikian, tiba-tiba Si Tinggi Besar itu mengulur tangan hendak mencengkeram, akan tetapi sengaja dia mencengkeram ke arah dada Bi Cu, disambut suara tertawa ha-ha-he-he oleh para temannya.






"Keparat jahanam kau!"

Bi Cu mengelak dan dari samping tangannya menampar ke arah muka yang menyeringai lebar itu. Mungkin karena tamparan Bi Cu terlalu cepat atau memang laki-laki itu memandang rendah, akan tetapi tahu-tahu telapak tangan Bi Cu sudah tepat mengenai pipi orang itu!

"Plakkk!"

Orang itu terkejut, terhuyung dan mengusap pipinya yang seketika menjadi bengkak. Matanya melotot dan dia meludah, ludah bercampur darah, karena bibirnya pecah.

"Serbu! Tangkap!" bentaknya marah dan kini dia sungguh-sungguh menyerang dengan pukulan yang keras ke arah Bi Cu.

Namun nyonya ini dengan mudah saja mengelak dan kakinya menyambar. Untung Si Kasar masih cepat meloncat ke belakang sehingga tendangan itu luput, kalau mengenai pusarnya tentu dia tidak akan mampu bangun kembali.

Dan mengamuklah Bi Cu, dikeroyok oleh sembilan orang-orang kasar. Akan tetapi tiba-tiba Han Tiong berteriak,

"Lepaskan aku!"

Bi Cu terkejut dan menengok. Kiranya Han Tiong telah disergap dari belakang dan ditangkap orang, dan kini sebatang golok ditempelkan di leher anak itu. Wajah Bi Cu menjadi pucat dan dia menyerbu ke arah puteranya.

"Mundur! Kalau engkau melawan terus, anak ini akan kami sembelih lebih dulu!" bentak orang yang menangkap Han Tiong.

"Hemm, apa maksud kalian?" bentak Bi Cu, sedikit pun tidak takut sungguhpun diam-diam dia mengkhawatirkan puteranya. "Sedikit saja kau ganggu dia, kalian akan menyesal dilahirkan di dunia. Akan kukeluarkan semua isi perut kalian, kuhancurkan kepala kalian sampai lumat!"

Si Tinggi besar dan teman-temannya merasa jerih juga menghadapi ancaman wanita yang perkasa itu, yang suaranya terdengar nyaring penuh dengan kesungguhan. Mereka percaya bahwa wanita seperti itu, dengan sinar mata seperti itu, tentu akan sungguh-sungguh berusaha memenuhi ancamannya kalau mereka sampai berani mengganggu puteranya.

"Toanio, kami adalah utusan tuan besar kami untuk mengundang Pendekar Lembah Naga. Untuk memastikan bahwa dia akan datang berkunjung, maka kami mengundang toanio dan kongcu ini untuk ikut bersama dengan kami, baik secara halus maupun kasar. Boleh toanio pilih. Kalau toanio berdua mau ikut dengan baik-baik, kamipun tidak berani bersikap kasar."

Bi Cu berpikir sebentar. Dia tidak takut menghadapi mereka, akan tetapi karena disitu ada Han Tiong, tentu saja dia tidak boleh bertindak sembrono. Kalau sampai terjadi kekerasan, bukan tak boleh jadi kalau puteranya akan celaka. Padahal, suaminya sedang tidak berada disitu dan hanya mengandalkan kepandaiannya sendiri saja amat berbahayalah bagi puteranya. Sebaliknya, kalau dia menurut dan membiarkan dia dan puteranya dibawa, tentu nanti Sin Liong akan dapat membebaskan mereka.

"Baik, kami ikut asal tidak dilakukan kekerasan!" katanya dengan tegas dan diapun lalu menghampiri puteranya.

Sambil menggandeng tangan Han Tiong, dia lalu keluar diiringkan oleh sembilan orang laki-laki itu dan ternyata diluar telah menanti sebuah kereta. Bi Cu dan puteranya dipersilakan naik kereta yang lalu dibalapkan, diikuti oleh mereka yang menunggang kuda, keluar dari pekarangan losmen, ke jalan raya.

Demikianlah keterangan yang diperoleh Sin Liong dari pengurus losmen yang masih biru-biru mukanya. Mendengar penuturan ini, Sin Liong mengerutkan alisnya dan memandang kepada tulisan di atas sampul. Tidak terdapat surat di dalam sampulnya, hanya tulisan tinta merah yang merupakan undangan menyolok dari penulis surat yang menamakan dirinya Pak-san-kui (Setan Gunung Utara) itu.

"Dimanakah rumah Pak-san-kui ini?" tanyanya kepada pengurus losmen.

Pengurus losmen itu menggeleng kepala.
"Saya tidak tahu, sicu, bahkan semua orang disini yang kutanyai tidak ada yang tahu. Sepanjang pengetahuan kami, di kota ini tidak ada jagoan yang berjuluk Pak-san-kui itu. Dan orang-orang tadipun agaknya orang-orang dari luar kota, suara mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang dari utara."

Hati Sin Liong mulai merasa heran dan bercampur gelisah. Menurut penuturan ayahnya, Pak-san-kui adalah seorang datuk besar di daerah utara dan bertempat tinggal di kota Tai-goan, di Propinsi Shan-si. Kenapa kini anak buahnya berada di Lok-yang dan bagaimana pula mengenal dia dan tahu bahwa dia berada disitu, dan mengirim undangan dengan cara yang kasar seperti itu?

Dia teringat kepada Ciu Khai Sun. Ah, tentu suami Kui Lan dan Kui Lin itu akan dapat memecahkan teka-teki ini dan memberi tahu kemana dia akan dapat mencari dan menemukan isteri dan puteranya. Dia tahu bahwa Bi Cu tentu terpaksa menyerah demi keselamatan Han Tiong dan juga karena isterinya yakin bahwa dia tentu akan menyusul dan menyelamatkan mereka. Dan dia pasti akan dapat membuktikan kebenaran keyakinan hati isterinya!

Setelah memasuki kamar dan mengambil buntalan pakaian mereka, dengan cepat Sin Liong lalu meninggalkan losmen dan kembali ke rumah Ciu Khai Sun. Khai Sun dan dua orang isterinya menyambut dengan gembira, akan tetapi mereka memandang heran dan kecewa ketika melihat betapa Sin Liong datang sendirian saja tanpa isteri dan puteranya. Akan tetapi timbul kekhawatiran dalam hati mereka ketika melihat wajah Sin Liong yang nampak muram.

"Liong-koko, mana dia? Mana isterimu dan puteramu?" tanya Kui Lin.

"Mari kita bicara di dalam," kata Sin Liong yang masih bersikap tenang, namun pada wajahhya jelas membayangkan kegelisahan.

Dengan hati penuh kekhawatiran dan ketegangan, Ciu Khai Sun dan dua orang isterinya bersama Sin Liong masuk ke dalam rumah dan di ruangan dalam, Sin Liong menceritakan kepada mereka tentang apa yang terjadi menimpa isteri dan puteranya di losmen itu.

"Inilah sampul undangan itu," katanya sebagai penutup dan memperlihatkan sampul dengan tulisan merah itu kepada mereka.

"Sungguh kurang ajar!" seru Kui Lan.

"Mengundang dengan cara demikian, orang macam apa dia itu?" seru Kui Lin.

Kedua orang nyonya ini tentu saja merasa marah sekali. Akan tetapi, seperti juga sikap Sin Liong, Ciu Khai Sun menghadapi persoalan ini dengan tenang. Dia mengamati sampul itu dan alisnya berkerut.

"Hemm... Pak-san-kui..."

"Engkau mengenalnya, Moi-hu (adik ipar)?" tanya Sin Liong sambil menatap wajah adik ipar yang lebih tua empat lima tahun darinya itu.

Ciu Khai Sun menggeleng kepala.
"Aku tidak pernah bertemu dengan dia akan tetapi namanya amat terkenal di dunia kang-ouw, terutama di daerah utara. Dia tidak penah mencampuri urusan kang-ouw dan tidak pernah mengganggu pekerjaanku, dan dia terkenal angkuh, merasa bahwa dia memiliki tingkat yang tinggi sekali. Pengaruhnya amat besar, kekayaannya juga besar sekali. Dia bergerak di kalangan atas, diantara pembesar-pembesar tinggi, bahkan pengaruhnya terasa sampai di kota raja.”

“Akan tetapi kabarnya dia lihai bukan main dan terkenal sebagai datuk daerah utara. Sungguh mengherankan sekali. Dia tinggal di kota Tai-goan di Propinsi Shan-si, bagaimana kini dia dapat bergerak sampai kesini, dan bagaimana dia tahu pula bahwa engkau berada di sini?"

"Tai-goan tidak dekat dari sini, agaknya tidak mungkin kalau dia mengirim orang-orang itu dari sana. Dia sudah pasti berada di dekat kota ini atau bahkan mungkin di dalam kota," kata Sin Liong.

"Ah, benar! Aku ingat sekarang! Di kota ini terdapat seorang pembesar kejaksaan yang baru saja datang, pindahan dari Tai-goan. Mengingat bahwa Pak-san-kui itu terkenal mempunyai hubungan baik dengan para pembesar, sangat boleh jadi sekali kalau dia datang berkunjung kepada Ciong-taijin itu dan kini berada di kota ini. Akan tetapi entah bagaimana dia dapat tahu bahwa engkau berada di kota ini, Cia-taihiap?"

"Hal itu dapat kuselidiki, sekarang tolong katakan dimana adanya gedung Ciong-taijin itu? Aku akan menyelidiki ke sana."

"Mari kuantar, taihiap. Aku akan membantumu!"

"Jangan, Moi-hu. Engkau adalah orang yang tinggal di kota ini, amat tidak baik kalau sampai engkau tersangkut, apalagi menentang seorang pembesar kota. Kau tunggulah saja disini, aku pasti akan dapat membebaskan anak isteriku."

Karena alasan ini memang tepat, Khai Sun tidak berani memaksa dan dia lalu memberi tahu dimana letak rumah tempat tinggal pembesar itu. Setelah menerima penjelasan, Sin Liong lalu berangkat untuk menyelidiki, diantarkan oleh pandangan mata penuh kekhawatiran dan pesanan agar berhati-hati dari Kui Lan dan Kui Lin.

Sin Liong memasuki pintu gerbang depan gedung besar itu dengan hati tabah. Dia tahu bahwa dia memasuki pekarangan seorang pembesar yang berkuasa, akan tetapi karena hal ini menyangkut keselamatan anak isterinya, jangankan hanya gedung pembesar kejaksaan, biarpun istana kaisar sekalipun akan dimasuki kalau perlu! Beberapa orang perajurit penjaga segera maju menghadangnya dan seorang diantara mereka menegurnya,

"Hai, siapa engkau berani memasuki pekarangan ini tanpa ijin?"

Dengan sikap gagah Sin Liong berkata,
"Aku datang untuk bertemu dengan Pak-san-kui! Katakanlah kepada Pak-san-kui bahwa Pendekar Lembah Naga sudah datang memenuhi undangannya!"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: