*

*

Ads

Selasa, 02 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 021

Melihat sikap Sin Liong, Lan Lan dan Lin Lin saling pandang dan agaknya mereka dapat mengerti, maka Kui Lan lalu menarik tangan Sin Liong dan berkata,

"Liong-ko, silakan duduk, agaknya engkau datang berkunjung dengan urusan penting sekali."

"Duduklah, koko," kata pula Kui Lin.

"Cia-taihiap, silakan duduk," Ciu Khai Sun juga menyambung.

Biarpun dengan hati enggan, akhirnya Sin Liong duduk pula.
"Aku telah mencari kalian ke Su-couw dan bertemu dengan Beng Sin..." dia berkata, suaranya dingin.

Khai Sun dan dua orang isterinya saling bertukar pandang, kemudian Kui Lin berkata,
"Liong-koko, engkau mendengar dari Sin-ko tentang diriku, bukan? Apa yang kau dengar darinya?"

Sin Liong kini memandang kepada adiknya ini dengan sinar mata bengis dan penuh teguran, kemudian berkata,

"Aku hanya mendengar tentang seorang isteri yang suaminya mati terbunuh orang, kemudian si isteri itu tidak mencari pembunuh suaminya melainkan menikah lagi dengan suami encinya. Benarkah ini?"

Melihat sikap yang bengis itu, Kui Lin menutupi mukanya dan terisak. Hal ini membuat Sin Liong menjadi semakin penasaran dan dia menggebrak meja.

"Brakk!"

"Lin-moi, benarkah ini? Ciu Khai Sun dan Lan-moi, apa artinya semua ini?"

Pendekar itu bangkit berdiri, mukanya merah dan sepasang matanya mencorong menakutkan.

Kui Lan menjadi ketakutan dan dia pun menangis sambil merangkul adiknya. Dua orang wanita kembar itu yang maklum akan kemarahan kakak mereka menangis dan seperti hendak saling melindungi.

"Ciu Khai Sun, apa artinya ini? Engkau, yang memiliki kepandaian tinggi, melihat suami adik iparmu dibunuh orang, mengapa tidak mencari pembunuh itu sampai dapat melainkan mengambil adik ipar itu menjadi isterimu? Apakah perbuatan macam itu patut dilakukan oleh seorang pendekar?"

Pertanyaan ini penuh teguran dan penyesalan, dan kini pandang mata pendekar itu diarahkan kepada Ciu Khai Sun penuh kemarahan.

Akan tetapi tokoh muda Siauw-lim-pai itu tetap tenang saja. Dia pun bangkit berdiri dan tubuhnya yang tinggi tegap itu berdiri tegak, sepasang matanya menentang pandang mata Sin Liong dengan tabah, lalu dia menjura dan berkata,






"Cia-taihiap, biar akan kau bunuh sekalipun diriku ini, aku tidak akan mau bicara tentang hal ini. Silakan taihiap bertanya kepada mereka sendiri."

Melihat sikap ini, diam-diam Sin Liong terkejut dan heran. Jelaslah bahwa dari sikapnya, murid Siauw-lim-pai ini tidak mempunyai simpanan perasaan bersalah sama sekali! Dia tahu betapa Ciu Khai Sun amat kagum dan menghormatnya, maka kalau murid Siauw-lim-pai itu menyimpan perasaan bersalah, tentu tidak seperti itu sikapnya!

"Liong-ko, jangan kau salahkan suami kami, dia sama sekali tidak bersalah dalam hal ini..." kata Kui Lan.

"Akulah yang bersalah, Liong-ko." kata Kui Lin.

"Tidak! Sama sekali tidak, Lin-moi juga sama sekali tidak bersalah. Satu-satunya orang yang bersalah dalam urusan ini adalah Na Tiong Pek!"

Mendengar kata-kata Kui Lan itu, Sin Liong menjadi semakin kaget dan heran. Dia mengerutkan alisnya dan menatap wajah Kui Lan dengan tajam, kemudian menoleh kepada Kui Lin. Dua orang wanita itu kini tidak menangis lagi, melainkan membalas pandangannya dengan tabah pandang mata orang-orang yang sama sekali tidak bersalah!

"Apa pula ini? Na Tiong Pek dibunuh orang, kalian malah hendak menyalahkan dia yang sudah mati? Bukannya mencari siapa pembunuhnya, malah..."

"Tidak perlu lagi dicari pembunuhnya, karena kami berdualah pembunuhnya!" tiba-tiba Kui Lin menjawab dan jawaban ini membuat Sin Liong terbelalak dan dia memandang wajah dua orang adiknya itu dengan muka berubah agak pucat, kemudian menjadi merah sekali.

"Kalian... kalian sudah gila...?" tanyanya gagap.

"Tidak, Liong-ko. Bukan kami yang gila melainkan Na Tiong Pek! Pada suatu malam dia membius Enci Lan dengan asap bius, kemudian dia menodai Enci Lan! Nah, kami berdua mengeroyoknya dan membunuhnya!"

"Ohhh...!"

Sin Liong merasa lemas saking kagetnya mendengar ini dan dia tidak tahu lagi harus berkata apa.

Terbayang olehnya ketika masih remaja, Na Tiong Pek pernah mengganggu Bi Cu dan hendak memaksa Bi Cu untuk dicium sehingga pernah dia turun tangan dan menghajar Na Tiong Pek. Sejak remaja pria itu memang berwatak mata keranjang dan kiranya watak itu masih terus berkembang sehingga dia tidak segan-segan untuk memperkosa kakak iparnya sendiri!

"Mengertikah engkau sekarang, Liong-ko?" Kui Lan kini melanjutkan keterangan adiknya, "Aku telah ternoda, walaupun itu terjadi di luar kesadaranku, namun hampir saja aku membunuh diri kalau suamiku tidak begitu bijaksana untuk memaafkan dan melupakan semua itu. Tentu saja kepada orang lain kami tidak mau menceritakan aib itu, dan kami mengatakan saja bahwa Tiong Pek tewas oleh penjahat yang tidak dikenal. Kemudian, akulah yang membujuk-bujuk Lin-moi untuk menjadi isteri suamiku, agar kami bertiga tidak berpisah lagi, dan kami bertiga hidup rukun dan bahagia. Salahkan itu, Liong-ko? Apakah engkau lebih suka melihat Lin-moi menjadi janda kembang, digoda dan dihina oleh setiap orang pria mata keranjang? Adakah yang lebih tepat daripada suamiku untuk menjadi suaminya seperti sekarang ini?"

Sin Liong tidak mampu menjawab dan pada saat itu masuklah dua orang anak berlari-lari dari belakang, diikuti oleh dua orang pengasuh wanita tua. Dua orang itu berusia kurang lebih lima enam tahun, yang laki-laki berusia enam tahun dan yang perempuan lima tahun. Wajah mereka begitu serupa seperti dua anak kembar saja dan mirip dengan Kui Lan dan Kui Lin!

Anak laki-laki itu sudah lari menghampiri Kui Lan, dan merangkul pangkuan wanita ini sedangkan anak perempuan itu lari merangkul Kui Lin. Mereka tertawa-tawa dan agaknya mereka memang berlumba lari untuk menghampiri ibu mereka. Melihat ini, Sin Liong mengerti bahwa tentu anak laki-laki itu putera Kui Lan dan anak perempuan itu puteri Kui Lin.

"Mereka anak-anak kalian...?"

Akhirnya dia dapat bertanya dan semua kekakuan, semua kemarahan lenyap sudah dari suaranya.

Melihat sikap Sin Liong yang sudah tidak marah lagi, Khai Sun menjawab sambil tersenyum.

"Yang tua melahirkan yang muda, yang muda melahirkan yang tua."

Tentu saja jawaban ini sengaja diucapkan seperti itu agar tidak diketahui oleh dua orang anak itu, akan tetapi Sin Liong mengerti maksudnya. Kiranya tadi dia salah sangka, anak laki-laki yang merangkul Kui Lan itu adalah putera Kui Lin, sedangkan anak perempuan yang lebih muda dan merangkul Kui Lin itu justeru puteri Kui Lan!

"Hayo kalian memberi hormat kepada pamanmu! Ini adalah Paman Cia Sin Liong!" kata dua orang wanita kembar itu kepada anak-anak mereka dan kini wajah mereka berseri gembira sungguhpun masih ada bekas air mata pada pipi mereka.

"Paman, saya Ciu Bun Hong memberi hormat!" kata anak laki-laki itu dengan sikap gagah.

"Paman, saya Ciu Lian Hong memberi hormat!" sambung anak perempuan itu dengan gaya lucu dan manja.

Sin Liong meraih keduanya dan merangkul mereka.
"Anak-anak yang baik..." katanya terharu.

Baru dia sadar bahwa kemarahannya tadi sebetulnya tiada gunanya sama sekali. Bukan hanya bahwa kenyataannya dua orang adiknya itu sama sekali tidak dapat disalahkan, demikian pula Ciu Khai Sun tak dapat dipersalahkan, juga apa gunanya ribut-ribut? Mereka berdua telah hidup dengan rukun dan sejahtera di samping tokoh Siauw-lim-pai itu, dan masing-masing telah mempunyai seorang anak.

Karena mereka masih akan bicara tentang banyak hal, maka Kui Lan dan Kui Lin lalu menyuruh dua orang anak itu bermain-main di luar. Mereka menjura dan keluar, dan masih terdengar oleh Sin Liong suara mereka.

"Aku yang lebih dulu menyentuh ibu Lan!" kata anak laki-laki itu.

"Tidak, aku yang lebih dulu merangkul ibu Lin!" bantah adiknya.

Sin Liong tersenyum kagum. Agaknya bagi kedua orang anak itu, mereka masing-masing mempunyai dua orang ibu yang sama-sama mereka sayang. Betapa bahagianya mempunyai dua orang ibu seperti Kui Lan dan Kui Lin ini agaknya sedikitpun tidak mempunyai rasa cemburu atau iri, dan seakan-akan mereka itu bersatu hati membagi kebahagiaan berdua!

"Liong-ko, kenapa engkau pergi tidak bersama isterimu?" Kui Lin bertanya.

"Mereka, isteri dan anakku, datang bersamaku dan menanti di losmen."

"Ah? Kenapa di losmen? Kenapa tidak diajak kesini?" Kui Lin menegur.

Wajah Sin Liong menjadi merah.
"Karena tadinya... eh, kupikir... tidak enaklah dengan adanya urusan... tapi sekarang tentu saja mereka akan kuajak ke sini. Biar kuambil mereka."

Keluarga Ciu merasa girang sekali mendengar bahwa Sin Liong datang bersama Bi Cu dan seorang putera mereka, maka ketika Sin Liong meninggalkan rumah itu untuk menjemput anak isterinya, Kui Lan dan Kui Lin sibuk mempersiapkan segala-galanya untuk menyambut tamu-tamu itu.

Dengan hati lapang melihat keadaan adik-adiknya itu, Sin Liong bergegas menuju ke losmen dimana anak isterinya menunggu. Dia ingin cepat-cepat menceritakan berita baik tentang adik-adiknya itu kepada Bi Cu. Akan tetapi apa yang dihadapinya ketika dia tiba di losmen?

Anak isterinya sudah tidak ada di situ! Dan sebagai gantinya, pengurus losmen menemuinya dengan wajah pucat dan membayangkan kekhawatiran hebat. Pengurus losmen itu menyerahkan sebuah sampul surat kepadanya, sampul panjang yang ditulis dengan huruf-huruf merah!

PAK-SAN-KUI MENGUNDANG PENDEKAR LEMBAH NAGA UNTUK DATANG BERKUNJUNG!

Sin Liong terbelalak memandang sampul itu dan teringatlah dia akan percakapannya dengan ayah kandungnya yang menceritakan tentang munculnya datuk-datuk kaum sesat, di antaranya adalah yang berjuluk Pak-san-kui (Setan Pegunungan Utara) yang kabarnya merupakan datuk kaum sesat di daerah utara itu! Dan kini datuk itu mengundangnya untuk berkunjung! Akan tetapi apa yang terjadi dengan anak isterinya? Dengan sikap tetap tenang dia memandang kepada pengurus losmen itu dan suaranya berwibawa ketika dia bertanya.

"Ke mana perginya isteri dan puteraku? Apa yang terjadi dengan mereka? Hayo ceritakan yang sebenarnya!"

Pengurus losmen itu nampak ketakutan. Dia berkali-kali menjura dengan hormat.
"Maafkan kami semua, sicu..."

Kemudian dengan suara terputus-putus pengurus losmen itu menceritakan apa yang telah terjadi selagi Sin Liong tidak berada di situ. Bi Cu dan puteranya, Han Tiong, yang ditinggal di losmen oleh Sin Liong sedang duduk di serambi depan losmen itu, melihat-lihat ke arah jalan raya yang cukup sibuk itu. Kemudian datang serombongan orang, laki-laki yang kelihatan kasar dan melihat sinar mata mereka yang kurang ajar, Bi Cu lalu mengajak puteranya untuk masuk ke dalam kamar mereka. Tak lama kemudian mereka mendengar suara ribut-ribut dan karena hatinya tertarik, Bi Cu lalu mendengarkan dari celah-celah daun pintu yang dibukanya sedikit.

Suara keras membentak-bentak pengurus losmen.
"Hayo cepat periksa dalam buku tamu, apakah ada tamu yang bernama Cia Sin Liong?"

Tentu saja mendengar ini Bi Cu terkejut dan mencurahkan seluruh perhatiannya. Dia mendengar suara pengurus losmen itu tergagap-gagap,

"Ada... ada... tapi dia sedang keluar."

"Ke mana? Hayo katakan ke mana!"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: